Aturan cukai rokok milik Kementerian Keuangan menuai kritik
Merdeka.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan aturan terkait pengaturan tarif cukai hasil tembakau dalam PMK 146 tahun 2017. Penerbitan beleid ini mendapat kritik dari beberapa pihak dan juga pelaku usaha atau Industri Hasil Tembakau (IHT) karena dapat memunculkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan, kekhawatiran muncul karena pemerintah berencana menggolongkan industri berdasarkan kapasitas produksi (layer). Padahal langkah ini berpotensi menghilangkan industri yang memiliki modal kecil.
"PMK ini yang pertama 2019 ini kan akan penggabungan 2A dan 2B menjadi satu golongan, golongan 2A. Tentu 2A dan 2B dimaknai antara menengah dan kecil, kalau digabungkan dikhawatirkan yang kecil-kecil ini secara persaingan usaha kalah dengan menengah. Sehingga ini membuat industri kelompok kecil akan tersisih," ujar Enny di Tjikini Lima, Jakarta, Senin (13/8).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana Kemenko Perekonomian tingkatkan daya saing industri? 'Perjalanan transformasi industri untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya masih Panjang, sehingga sinergi yang sudah terjalin selama ini harus dilanjutkan dan diperkuat lagi,' jelas Menko Airlangga.
-
Siapa yang mendorong kebijakan rokok? Lebih dari 100 pemangku kebijakan secara terbuka memihak industri rokok, dan sebagian di antaranya memiliki konflik kepentingan dengan industri tersebut,' jelas Manik.
Selain memunculkan persaingan, roadmap atau peta jalan aturan ini juga menghilangkan keunikan rokok kretek. Sebab dalam aturan ini pemerintah menggabungkan antara Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).
"Kretek diberlakukan sama dengan rokok putih. Sehingga ini yang menimbulkan banyak pertanyaan kalau memang pemerintah ini menganggap kretek bisa berpotensi, menjadi produk ungulan ekspor, mestinya tidak disamakan dengan rokok putih, karena rokok putih ini berbeda memang. Kretek jelas menggunakan rasa dari cengkeh, kalau putih di sisi bahan berbeda dan pakai tembakau impor," jelas Enny.
Untuk itu, Enny mengusulkan beberapa alternatif kebijakan yang tepat agar IHT dalam negeri masih dapat bertahan dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional. Pertama, pemerintah harus membuat konsep dasar dari persaingan usaha yang sehat secara mendalam agar tidak terjebak pada pendekatan modal saja.
"Karena jika menggunakan pendekatan modal, tidak ada bedanya dengan konsep pajak. Padahal dalam cukai yang menjadi objek adalah pengendalian produksi barang, bukan sekadar besar kecilnya modal perusahaan," jelas Enny.
Selanjutnya, Enny menyarankan, dalam menetapkan roadmap penyederhanaan struktur tarif dan strata cukai hingga 2021, pemerintah perlu mempertimbangan kesiapan pelaku IHT, khususnya golongan kecil dan menengah, agar dapat bertahan dan menciptakan persaingan usaha yang sehat.
"Perlu dibuat roadmap setingkat Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur penyederhanaan tarif CHT (Cukai Hasil Tembakau), melibatkan kementerian teknis terkait seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan dan Perdagangan agar kebijakan dapat memperhatikan aspek industri, pendapatan negara, dan ekonomi secara keseluruhan," jelasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaMenurut Menkes, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil perhitungan dampak yang dilakukan oleh Indef dengan penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif cukai rokok bakal menjadi beban tambahan Industri Hasil Tembakau.
Baca SelengkapnyaTembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib.
Baca SelengkapnyaRPP Kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdiri dari 1.166 pasal. Dari 26 pasal yang ada, cenderung melarang terhadap IHT.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil kajiannya, dia memandang pemerintah semustinya bisa menahan dulu wacana kenaikan cukai rokok di tahun depan.
Baca SelengkapnyaPenerapan pasal tembakau pada RPP Kesehatan akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun.
Baca SelengkapnyaUMKM di Indonesia baru saja bangkit dari pandemi dan memiliki peran penting dalam perekonominan nasional.
Baca SelengkapnyaSejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.
Baca Selengkapnya