Bank Indonesia Beberkan Peluang dan Tantangan Ekonomi di 2019
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) optimistis prospek perekonomian Indonesia tetap baik di tahun depan. Ini lantaran ditopang stabilitas ekonomi Indonesia.
Kepala Grup Asesmen Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Firman Mochtar, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan berkisar antara 5-5,4 persen. Inflasi sekitar 2,5-4,5 persen.
"Adapun defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kami harapkan turun sebesar 2,5 persen dari pertumbuhan ekonomi," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (11/12).
-
Kapan kinerja industri perbankan terjaga stabil? Di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan gejolak geopolitik global, kinerja industri perbankan Indonesia per Juni 2024 terjaga stabil,' jelas Mahendra Siregar dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (2/8).
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Bagaimana BRI mempertahankan kinerja positif di tengah ketidakpastian? “Keberhasilan BRI Group menjaga kinerja positif tersebut ditunjukkan dari asset yang secara konsolidasian meningkat 9,93% year on year (yoy) menjadi Rp1.851,97 triliun. Pertumbuhan aset tersebut juga diiringi dengan perolehan laba dalam 9 bulan yang mencapai sebesar Rp44,21 triliun atau tumbuh 12,47% yoy“, jelasnya.
-
Kenapa OJK melihat sektor keuangan stabil? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana cadangan devisa Indonesia mendukung perekonomian? 'Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,' ucap Erwin.
-
Kenapa kinerja intermediasi perbankan tetap baik? Kinerja intermediasi terjaga baik dengan kredit tumbuh 12,36% yoy atau sebesar Rp 7.478 triliun didorong oleh kredit investasi yang mencapai 15,09% yoy dan Kredit Modal Kerja yang tumbuh sebesar 11,68% yoy.
Sementara itu, lanjut dia, BI memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan antara 10-12 persen dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh di level 8-10 persen.
"Kami optimistis bahwa ke depan prospek ekonomi Indonesia tetap baik. Yang ingin kami lakukan adalah menjaga daya tarik pasar keuangan tetap baik yang pada gilirannya bisa support pembiayaan dari CAD," ucapnya.
Kendati demikian, Firman mengakui, tahun depan perekonomian Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Itu antara lain penyesuaian kembali (rebalancing) komoditas global akibat langkah The Fed dalam melakukan normalisasi kebijakannya.
"Terakhir fate fund rate (FFR) naik 2,5 persen dan kami perkirakan masih akan naik. Desember ini pasar sudah pricing naik sekali. Adapun di 2019 FFR kemungkinan akan naik 2 sampai 3 kali lagi," paparnya.
Tantangan kedua, kata dia, kondisi pertumbuhan ekonomi dunia yang diprediksi melandai. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diprediksi lebih rendah dari tahun ini karena ekspansi fiskal yang melambat.
"Efeknya apa? Commodity price tidak tumbuh setinggi dari tahun sebelumnya, termasuk di 2019 tetap akan dipengaruhi oleh commodity price. Harga minyak dunia juga masih volatile," ujar dia.
Adapun untuk mengurangi dampak global terhadap perekonomian Indonesia, ada dua hal yang harus dicermati. Pertama terkait lalu lintas perdagangan dan kedua terkait pasar keuangan RI.
"Dua chanel yang harus Indonesia perlu cermati yaitu pertama trade chanel yakni potensi ekspor dan impor RI dan kedua financial chanel yaitu kemungkinan proses aliran modal global masuk ke domestik," tandasnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, mengatakan arah kebijakan moneter Bank Indonesia pada 2019 tetap hawkish atau ketat. Upaya ini dilakukan untuk mengimbangi langkah bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).
Reporter: Bawono Yadika Tulus
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apalagi kata Royke, IMF dan World Bank memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi global akan lebih rendah dibandingkan periode sebelum pandemi.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mengatakan beberapa persoalan dunia yang dapat mengancam perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaPelemahan rupiah tidak lebih buruk dibandingkan Peso Filipina, Baht Thailand, dan Won Korea .
Baca SelengkapnyaBank Indonesia tetap akan menjalankan bauran kebijakan untuk menjaga geliat ekonomi nasional di tengah situasi tak menentu saat ini.
Baca SelengkapnyaIndonesia berupaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaRupiah diprediksi akan terus melemah hingga beberapa bulan ke depan
Baca SelengkapnyaAda beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca SelengkapnyaEkonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani berharap, dengan pemangkasan suku bunga yang dilakukan The Fed Fund Rate akan terus memberikan momentum positif bagi perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaTensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk-produk dari China.
Baca Selengkapnya