BI minta bank skala kecil menengah tidak jor-joran beri kredit
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) menyarankan bank-bank dengan skala kecil dan menengah dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 1 dan 2, tidak terlalu ekspansif dalam menyalurkan kredit. Hal ini terkait dengan risiko likuiditas.
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, kenaikan BI rate sebesar 175 basis poin (bps), menyebabkan industri perbankan melakukan penyesuaian bunga deposito 1 bulan sebesar 239 bps, sementara suku bunga kredit naik 49 bps per Desember 2013.
"Rate kredit Buku 1 sudah cukup tinggi. Kalau dinaikkan lagi, karena ada persaingan jadi bisa berpindah ke bank lain," ucap Juda di Hotel Papandayan, Bandung, Sabtu (22/2).
-
Bagaimana BRI menjaga likuiditas di tengah kenaikan BI Rate? 'Saat ini kami tidak memiliki isu likuiditas karena masih longgar. Kami akan terus mempertahankan likuiditas tersebut secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit double digit,' tambahnya.
-
Kenapa kebutuhan uang Bank Indonesia meningkat? 'Jumlah tersebut meningkat 12,5 persen, jika dibandingkan dengan kebutuhan uang dalam periode yang sama menjelang nataru di akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,4 triliun rupiah,' kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12).
-
Kenapa risk awareness penting bagi bankir? Menurut Sunarso, risk awareness perlu ditingkatkan mengingat situasi perbankan yang begitu dinamis. “Maka menjadi penting [peningkatan risk awareness yang baik], untuk menjaga sustainability industri keuangan khususnya perbankan,“ ujarnya di sela-sela acara sharing ‘Visionary Leadership During Uncertainty’ yang diselenggarakan oleh Bankers Association for Risk Management.
-
Bagaimana BRI mengelola resiko di tengah pemulihan? Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko.
-
Bagaimana BNI menghadapi krisis? BNI terbukti tangguh dalam menghadapi krisis yang terjadi di tahun 1998, 2005, 2008, dan 2020. BNI melakukan berbagai transformasi bisnis digital untuk tetap bisa mengerek kinerja keuangan, salah satunya dengan membangun ekosistem digital nelayan.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan BI rate sendiri membuat bank berlomba-lomba menjaga dana masyarakat agar tidak beralih ke bank lain melalui kenaikan suku bunga deposito yang cukup besar di atas kenaikan BI rate dan LPS rate.
Perebutan likuiditas antar bank ini memancing perhatian bank sentral, utamanya bank-bank di kelompok BUKU 1 dan 2. "Kita tidak mau BUKU 1 dan 2 yang likuiditasnya terbatas terus genjot kredit. Karena fundingnya juga sudah mulai terbatas. Kita koordinasi dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Jadi mereka harus lebih hati-hati," tutur Juda.
Bank sentral, menilai pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan idealnya ada di angka 15-17 persen. Meski begitu, sebagian bank masih terus mendorong kredit meski dana pihak ketiga (DPK) relatif ketat.
"Kan bank yang memiliki keterbatasan dana itu baiknya mengurangi kredit," tutup Juda.
Bank Indonesia telah membagi kelompok bank menurut modal inti menjadi empat kelompok, yakni BUKU 1 dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun, BUKU 2 dengan modal inti antara Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun, BUKU 3 dengan modal inti antara Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun, dan BUKU 4 dengan modal inti lebih dari Rp 30 triliun. (mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca SelengkapnyaSecara akumulatif kredit BRI yang direstrukturisasi karena pandemi tertinggi mencapai 30% dari total portofolio.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia melihat inflasi di Amerika Serikat mendekati inflasi jangka menengah.
Baca SelengkapnyaErwin menyatakan, penahanan BI 7 Days Reverse Reporter Rate (BI7DRR) ini juga bermaksud untuk menjaga nilai tukar Rupiah yang tengah dalam tekanan hebat.
Baca SelengkapnyaSalah satunya dengan melakukan sinergi lintas kementerian/lembaga, termasuk dengan Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas.
Baca SelengkapnyaHal yang perlu menjadi perhatian adalah terjaganya tingkat pertumbuhan kredit dan DPK di level yang hampir sama.
Baca SelengkapnyaPenyesuaian perlu dilakukan tidak hanya soal menurunkan bunga, namun perlu mempertimbangkan dampak keberlanjutan di waktu mendatang.
Baca SelengkapnyaOJK melarang individu atau perseorangan untuk memiliki lebih dari satu BPR. Aturan ini bagian dari tata kelola bisnis BPR.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan menjadi 6 persen.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen demi menjaga stabilitas Rupiah.
Baca SelengkapnyaDari angka tersebut disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp120,9 triliun, bank Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp110,9 triliun.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca Selengkapnya