BI optimistis tekanan pada Rupiah mereda pada 2019, ini alasannya
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) optimistis tekanan pada nilai tukar Rupiah akan melemah di tahun depan. Optimisme tersebut tidak lepas dari beberapa faktor pendukung.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan faktor pertama adalah kepastian akan terjadinya normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju.
"Mulai tahun depan sejumlah bank sentral lain itu kan juga mulai merencanakan atau bahkan mulai mengimplementasikan normalisasi kebijakan moneternya, khususnya di paruh kedua tahun depan, Eropa, Jepang atau yang lain sejumlah bank sentral negara maju," kata Perry di Kantornya, Jakarta, Kamis (27/9).
-
Mengapa Redenominasi Rupiah diusulkan? Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.
-
Mengapa BI mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Apa Redenominasi Rupiah itu? Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan.
-
Apa itu Redenominasi Rupiah? Redenominasi adalah proses penyederhanaan mata uang. Redenominasi menghapuskan angka nol (0) dari nominal mata uang yang ada.
-
Kenapa kebutuhan uang Bank Indonesia meningkat? 'Jumlah tersebut meningkat 12,5 persen, jika dibandingkan dengan kebutuhan uang dalam periode yang sama menjelang nataru di akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,4 triliun rupiah,' kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12).
-
Kapan Redenominasi Rupiah direncanakan? Indonesia telah mencanangkan agenda redenominasi rupiah sejak tahun 2010, dan wacananya masih berlanjut hingga saat ini.
Hal tersebut dipastikan akan membuat Dolar tidak seperkasa tahun ini. Beberapa mata uang lain akan kembali menguat dan menyaingi mata uang negara Paman Sam tersebut. "Oleh karena itu yang terjadi normalisasi kebijakan moneternya bukan hanya Amerika, tetapi juga bank sentral lain sehingga ini juga akan mengurangi kekuatan Dolar. Sekarang kan Dolar paling kuat, tahun depan akan ada saingannya oleh mata uang-mata uang lain," ujar Perry.
Faktor selanjutnya adalah perubahan perilaku investor global. Di mana mereka akan mulai menaruh kembali dana yang sempat mereka tarik dari negara berkembang. Sebelumnya, investor global menarik dana mereka dari negara-negara berkembang sebagai respon dari ketidakpastian global serta keagresifan The Fed dalam menaikkan suku bunga acuannya.
"Ini saja sudah mulai mereka sedikit-sedikit kembali berinvestasi di emerging market. nah mulai tahun depan, itu Perilaku yang seperti ini akan semakin kuat dan karena itu juga memberikan faktor positif bagi kembalinya arus modal asing dari global ke emerging market termasuk Indonesia," tutur Perry.
Faktor terakhir adalah dari aspek domestik atau internal. Di mana diperkirakan pada tahun depan defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) yang saat ini tengah membengkak akan kembali normal. "Kami sampaikan tekanan dari neraca pembayaran kan jauh lebih rendah, 2,5 persen terhadap PDB sehingga tentu saja kebutuhan valasnya dalam negeri juga akan lebih rendah. Berbagai faktor ini kenapa waktu itu di DPR kami sampaikan kami perkirakan 2019 itu tekanan terhadap Rupiah nya akan lebih rendah," tutupnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengakui nilai tukar Rupiah masih tertekan oleh dolar AS.
Baca SelengkapnyaPerry menegaskan, dari hari ke hari, kinerja nilai tukar Rupiah bergerak sangat dinamis. Pihaknya optimis bahwa Rupiah tetap stabil dan akan cenderung menguat.
Baca SelengkapnyaKebijakan moneter dalam jangka pendek diarahkan untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar rupiah dan menarik aliran masuk modal asing.
Baca SelengkapnyaGubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar Rupiah hingga 19 Maret 2024 relatif stabil.
Baca SelengkapnyaGubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun yakin nilai tukar Rupiah akan terus menguat, ditopang kepercayaan investor dan pasar yang juga semakin besar.
Baca SelengkapnyaKebijakan suku bunga BI akan terus mempertimbangkan sejumlah faktor, terutama pergerakan nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaNilai tukar Rupiah memang masih melemah 3,74 persen dari level akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina.
Baca SelengkapnyaPerry mencatat, nilai tukar Rupiah menguat 0,78 persen menjadi Rp15.330 per USD hingga 17 September 2024 dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaHal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaPenguatan nilai tukar rupiah didorong oleh dampak positif respons kebijakan moneter Bank Indonesia.
Baca SelengkapnyaNilai tukar (kurs) Rupiah berada di level Rp15.618 per USD.
Baca SelengkapnyaPelemahan rupiah tidak lebih buruk dibandingkan Peso Filipina, Baht Thailand, dan Won Korea .
Baca Selengkapnya