BPS: Rokok salah satu barang konsumsi terbesar setelah makanan
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri pengolahan tembakau tengah mengalami penurunan. Padahal, pihaknya menyebut rokok menjadi salah satu barang konsumsi terbesar masyarakat Indonesia setelah makanan dan minuman.
Kepala BPS Suryamin mengatakan penurunan tersebut disebabkan berkurangnya musim panen terhadap tanaman tembakau. "Ini yang menarik. Pengolahan tembakau kan musiman, dan musim panennya memang sedang berkurang. Secara otomatis produksi menurun," kata Suryamin di Jakarta, Kamis (5/5).
Selain itu, pengenaan cukai terhadap rokok juga menjadi penyebab menurunnya industri pengolahan tembakau, baik yang besar dan sedang maupun mikro dan kecil. Sebab, industri tetap harus membayar pajak kepada pemerintah meski produksinya menurun.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa dampak buruk merokok? Zat-zat kimia yang terdapat dalam rokok merusak kolagen pada kulit, yang mengakibatkan kulit menjadi kusam dan munculnya keriput.
-
Bagaimana BRIN mendorong produksi tembakau? Salah satu upaya BRIN dalam melakukan percepatan produksi tembakau lokal adalah melalui pemuliaan tanaman agar tahan terhadap anomali cuaca hingga penyakit.
"Jadi ada kontradiksi meski produksinya menurun tapi harga cukai tetap dinaikkan. Hal ini selain untuk mengurangi konsumsi rokok, tapi juga agar penerimaan pajak tetap meningkat," imbuhnya.
BPS mencatat industri pengolahan tembakau besar dan sedang mengalami penurunan produksi sebesar 9,99 persen pada triwulan I 2016 terhadap triwulan IV 2015. Bahkan, secara year on year (triwulan I-2015 ke triwulan I-2016), industri ini juga mengalami penurunan produksi sebesar 1,4 persen.
Selain itu, industri pengolahan tembakau mikro dan kecil juga mengalami penurunan sebesar 6,71 persen pada triwulan I 2016 terhadap triwulan IV 2015. Namun secara year on year, industri ini mengalami kenaikan sebesar 11,38 persen.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan cukai rokok sebesar Rp 8,1 triliun pada dua bulan awal 2016. Ini lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 22,5 triliun.
"Itu sebenarnya normal, dalam dua bulan ini, itu juga sudah kami prediksi," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.
Heru menjelaskan, ada dua faktor yang menyebabkan penerimaan cukai rokok menurun. Yakni, pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.04/2015 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau importir Barang Kena Cukai yang melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
"Dengan berlakunya PMK ini, penerimaan yang seharusnya bisa masuk di dua bulan awal tahun ini, masuk ke penerimaan akhir tahun," imbuhnya.
Selain itu, penaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 11,3 persen per 1 Januari lalu. Menurut Heru, penaikan tarif mendorong pengusaha membeli pita cukai dalam jumlah yang besar pada penghujung 2015.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cukai hasil tembakau terus turun meskipun jumlah perkokok tidak berkurang.
Baca SelengkapnyaKondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaPer 1 Januari 2024, tarif cukai hasil tembakau naik 10 persen.
Baca SelengkapnyaBanyak orang beralih ke rokok murah dengan risiko yang lebih berbahaya
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaMeskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, namun mayoritas konsumen lebih memilih rokok ilegal.
Baca SelengkapnyaBea Cukai terus menjaga optimalisasi penerimaan negara serta meningkatkan kinerja pelayanan
Baca SelengkapnyaPenetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaRokok menjadi salah satu penyebab atau biang kerok kemiskinan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBanyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca Selengkapnya