Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Brexit jadi ancaman dalam pasar bebas ASEAN

Brexit jadi ancaman dalam pasar bebas ASEAN Persiapan referendum Brexit. ©2016 Merdeka.com

Merdeka.com - Puluhan juta warga yang tergabung dalam Britania Raya telah memutuskan agar negaranya melepaskan diri dari Uni Eropa melalui referendum. Hasilnya, 52 persen dari 33 juta suara yang pro-Brexit lebih memilih untuk keluar dari Uni Eropa.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengungkapkan, gejolak yang terjadi di Uni Eropa tidak boleh terjadi pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Alasannya, saat ini MEA sangat rentan mengalami hal serupa seperti Uni Eropa.

"Makanya sebenarnya, konsep perdagangannya ini yang harus menjadi kesamaan sisi dari 10 negara anggota MEA," ujar Enny saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Jumat (24/6).

Konsep yang dimaksud adalah adanya solidaritas yang kuat dalam hubungan perdagangan di antara negara anggora Uni Eropa. Padahal, produk masing-masing negara anggota berbeda-beda.

"Mereka menyatu, mereka saling memperkuat. Misalnya Inggris dengan Belanda, Belanda dengan Prancis itu produknya beda-beda. Jadi ketika terjadi fasilitasi atau bebas hambatan cadangan mereka semuanya bentuknya kerja sama bukan persaingan," jelasnya.

Sementara MEA, lanjut Enny, memiliki produk-produk perdagangan yang hampir sejenis. Hanya saja, konsep perdagangan mereka masih menerapkan konsep persaingan.

"Nah MEA tidak, karena relatif homogen tadi justru selama ini saling bersaing memperebutkan pasar. Padahal yang namanya prinsip penyatuan integrasi ekopnomi prinsipnya adalah kerjasama. Kalau prinsipnya persaingan itu akan orang berjudi. Kalau empat orang main yang satu menang pasti yang tiga kalah. Tidak mungkin 4-4 nya menang," tuturnya.

Sebagai solusi, kata Enny, semua anggota negara yang tergabung dalam MEA harus merubah konsep persaingannya menjadi penguatan. Untuk itu dibutuhkan negara yang bisa menginisiasi perubahan tersebut agar nantinya kejadian seperti keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak terjadi di MEA.

"Ini butuh leader. Kalau tidak, akan terjadi seperti Uni Eropa. Tapi kalau bisa dipimpin akan mampu meningkatkan daya saing negara anggotanya, efisiensi juga. Tapi kalau konsep persaingan ya susah. Sayangnya negara terbesar di Indonesia yang harusnya bisa memimpin ini malah tidak. Jangankan memimpin MEA, memimpin negara sendiri saja kacau balau begini. Artinya relevan. Jangan-jangan MEA bisa bernasib sama," pungkasnya. (mdk/sau)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP