Cara China Sembunyikan Utang Rp5.400 T ke Negara Berkembang, Tak Terdeteksi IMF
Merdeka.com - China disebut telah memberikan pembiayaan atau utang kepada negara-negara menengah ke bawah senilai Rp USD 385 miliar atau Rp5.400 triliun. Menariknya, kucuran utang ini sulit untuk dilacak oleh IMF dan Bank Dunia sehingga disebut dengan utang siluman.
Dalam laporan lembaga penelitian yang berbasis di Amerika Serikat (AS) AidData dengan judul Global Chinese Official Finance Dataset, China telah memberikan utang senilai USD 385 miliar atau Rp 5.400 triliun ke 165 negara.
Dikutip dari laman Nikkei Asia, laporan AidData ini mengklaim China telah membuat pembiayaan untuk berbagai pembangunan infrastruktur di luar negeri tersebut tidak transparan.
-
Dimana negara dengan utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Siapa yang memiliki utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Siapa yang terlilit utang ratusan juta? Eko Pujianto merupakanpengusaha muda yang pernah mengalami keterpurukan karena terjebak utang ratusan juta.
-
Apa total utang Amerika Serikat? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana cara Bank Pemerintah mengelola keuangan negara? Bank pemerintah bertanggung jawab untuk mengelola keuangan publik, termasuk penerimaan dan pengeluaran negara. Mereka memproses transaksi keuangan pemerintah, mengelola anggaran, dan memastikan keseimbangan keuangan yang sehat.
Caranya, China secara sistematis melaporkan utang itu ke Sistem Pelaporan Debitur Bank Dunia dengan mengucurkan ke perusahaan swasta di 165 negara yang sebagian besar adalah negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Utang tersebut juga diberikan menggunakan kendaraan tujuan khusus (SPV) dan bukan pinjaman resmi ke lembaga negara. Artinya, pemberian pinjaman ini tidak dari negara ke negara tetapi dari perusahaan ke perusahaan.
Cara ini mempersulit debitur dan pemberi pinjaman multilateral untuk menilai biaya dan manfaat dari berpartisipasi dalam Belt and Road Initiative. Ini juga meningkatkan kemungkinan debitur jatuh ke dalam perangkap utang dengan hanya satu cara untuk keluar: dengan menjual aset penting secara geopolitik ke China.
Direktur Eksekutif AidData di College of William and Mary Bradley C. Parks mengatakan, Bank Dunia dan IMF sudah mengetahui masalah ini. Dia mengatakan kepada Nikkei Asia bahwa laporan baru ini telah mengukur skala masalah.
"Kami memperkirakan bahwa rata-rata pemerintah tidak melaporkan kewajiban pembayaran aktual dan potensialnya ke China dengan jumlah yang setara dengan 5,8 persen dari PDB, berdasarkan perkiraan individu yang tidak dilaporkan untuk 165 negara," kata Parks, yang juga merupakan salah satu co-penulis laporan AidData.
Statistik yang dibeberkan dalam laporan AidData juga mengungkapkan bahwa Indonesia, dalam eksposur utang publik dan tersembunyi ke China, memiliki utang publik sebesar USD 5 miliar, dan lebih dari USD 20 miliar utang tersembunyi.
Contoh Pinjaman
Salah satu contohnya adalah pinjaman China ke Pakistan. Pinjaman ini lebih mahal dibandingkan dengan pinjaman yang diberikan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Komite Bantuan Pembangunan (OECD-DAC) dan kreditur multilateral ke Pakistan.
Rata-rata pinjaman China ke Pakistan, menurut AidData, memiliki tingkat bunga 3,76 persen, jangka waktu 13,2 tahun dan masa tenggang 4,3 tahun.
"Sebagai perbandingan, pinjaman tipikal dari pemberi pinjaman OECD-DAC seperti Jerman, Prancis, atau Jepang memiliki tingkat bunga 1,1 persen dan jangka waktu pembayaran 28 tahun, jauh lebih murah daripada yang ditawarkan China kepada Islamabad," kata Ammar Malik, seorang ilmuwan peneliti senior AidData yang memimpin program Tracking Underreported Financial Flows, kepada Nikkei Asia.
Meskipun biayanya tinggi, negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah seperti Pakistan menerima pinjaman yang ditawarkan oleh China kepada entitas swasta di negara mereka. Para ahli percaya bahwa negara-negara ini menerima pinjaman karena mereka tidak muncul di neraca.
"Meminjam melalui kendaraan tujuan khusus dan usaha patungan - di bawah pengaturan di luar neraca - menyediakan cara bagi pemerintah berpenghasilan rendah atau menengah untuk memfasilitasi pelaksanaan proyek infrastruktur publik besar tanpa menjadi merah dalam hal batas utang, " beber Parks.
Reporter: Natasha Khairunisa Amani
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Negara miskin menghadapi ketidakstabilan ekonomi dan bahkan kebangkrutan akibat beban pinjaman luar negeri.
Baca SelengkapnyaPenerapan pajak tinggi bagi orang-orang kaya di China cenderung pasif.
Baca SelengkapnyaBuronan interpol asal China tersebut diduga menipu ribuan korbannya melalui skema ponzi.
Baca SelengkapnyaDalam Pandora Paper, mengungkap cara politisi, miliarder, dan selebritas berpengaruh memanfaatkan rekening luar negeri.
Baca SelengkapnyaInformasi itu didapat dari Ketua Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Baca SelengkapnyaAset yang disita diduga hasil tindak pidana penipuan sindikat yang beroperasi dari Dubai.
Baca SelengkapnyaNaiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung (Kejagung) menerima laporan dari Kementerian Keuangan terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Baca SelengkapnyaMenghitung utang tidak sama dengan membagi secara rata jumlah utang pemerintah Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini yang mencapai 270 juta jiwa.
Baca SelengkapnyaUtang Indonesia masih berada di bawah utang India sebesar USD629 miliar atau setara Rp9.800 triliun.
Baca SelengkapnyaPenyidikan pun masih terus berlanjut, sampai mengarahkan penyidik ke Dubai.
Baca Selengkapnya