Cerita Mantan Karyawan Swasta Bangun Waralaba Kuliner Hingga Punya Cabang di 26 Kota
Merdeka.com - Membangun dan memiliki usaha sendiri bisa jadi merupakan cita-cita banyak orang. Termasuk bagi Agung Prasetyo Utomo, pendiri dan pemilik sebuah brand waralaba kuliner lokal bernama 'Ayam Geprek Juara'.
Ditemui Merdeka.com di booth miliknya dalam pameran IFRA 2019, Agung mengaku pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta selama 16 tahun, sebelum memutuskan banting setir memulai bisnis sendiri.
"Saya itu dari tahun 2001 sampai 2016, karyawan di Toyota Astra Motor. Sebagai seorang karyawan saya ingin menjadi seorang pengusaha. Kerena kalau karyawan itu kan terikat waktu, tidak bisa kemana-mana. Berangkat pagi pulang malam," kata dia, kepada Merdeka.com di JCC, Jakarta, Jumat (5/7).
-
Siapa yang bisa sukses di bisnis kuliner? Kamu bisa melihat kesuksesan bisnis makanan dan hantaran dari Mamadis Kitchen misalnya. Dia berhasil mengembangkan brand-nya dan mencuri perhatian pencinta kuliner, berkat kemauannya mempromosikan produknya lewat media sosial.
-
Siapa yang terinspirasi untuk membuka usaha? Usaha ini bermula dari suami Qori yang memiliki ketertarikan dalam dunia kuliner.
-
Siapa pemilik Bubur Ayam Ko Iyo? Pengelola Bubur Ayam Ko Iyo, Hary Siswandy mengatakan bahwa resep, cara membuat, hingga cara menyajikannya tidak pernah dia ubah sejak dahulu.
-
Siapa yang tertarik membuka usaha makanan? Banyak di antaranya, menu yang tersaji cukup unik dan menarik. Usaha ini tepat menjadi pilihan bagi Anda yang cukup pemula.
-
Siapa pengusaha sukses asal Sumut itu? Marihad Simon Simbolon adalah sosok penting di balik suksesnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang logistik, perminyakan, dan industri kelapa sawit.
-
Siapa yang memiliki ciri-ciri wirausahawan sejati? Wirausahawan sejati adalah orang bodoh yang pintar yang mempekerjakan orang-orang yang lebih pintar di usaha mereka.
"Saya ingin menjadi investor dan juga pemilik bisnis. Karena cita-cita saya mendapatkan pasif income lebih besar dari kebutuhan hidup," lanjutnya.
Agung mengambil inisiatif untuk mulai berbisnis sendiri pada 2013. Nama brand yang dia pilih waktu itu yakni 'Ayam Geprek Sambal Korek'. "Saya coba buka itu, tapi saya masih nyambi. Saya kerja sekaligus buka usaha," kisah dia.
Bekerja sebagai karyawan serentak mengembangkan bisnis, diakui dia sangat merepotkan. Perhatian yang terbagi antara dua kutub yang cukup berbeda membuat bisnisnya jalan di tempat. Tiga tahun setelah start awal, dia memutuskan keluar dari perusahaan.
"Selama tiga tahun saya merasakan tidak ada perkembangan apa-apa. Karena ternyata perubahan dari karyawan ke self-employee itu tidak mudah. Kerja sambil ngurusi bisnis. Perhatian terbagi kan. Akhirnya saya memutuskan untuk resign tahun 2016 dan mulai fokus," ungkapnya.
Namun, memulai bisnis apalagi dari nol bukan hal yang mudah. Tantangan utama adalah tanggapan keluarga yang bertolak belakang dengan semangat serta optimisme yang coba dia bangun.
"Besar sekali (tantangan dari keluarga). Terutama keluarga besar. Bagaimanapun juga orang tua saya. Saya dari Nganjuk, Jawa Timur, ingin anaknya di Jakarta bekerja di perusahaan kan luar biasa. Jadi ketika saya minta izin untuk resign tidak diizinkan," ungkapnya.
"Ke istri saya juga tidak diizinkan. 'Lho kamu kan sudah kerja enak-enak kok keluar nanti bagaimana?' Tapi saya percaya jodoh, mati, rejeki ada di tangan Allah," imbuhnya.
Tapi Agung sudah terlanjur basah. Berbekal modal Rp200 juta hasil tabungan dan patungan dari beberapa teman, dia mulai membangun bisnis. Hal pertama yang dia buat adalah mengubah brand menjadi 'Ayam Geprek Juara' dan mendesain ulang outlet.
"Karena saya sadar saya bukan orang kuliner, makanya saya berkolaborasi dengan teman-teman. Ada yang dia tahu produk, tahu operation, ada yang tahu marketing, kita kolaborasi. Kita bikin, dulu sederhana, ketika sudah resign saya redesain biar lebih kekinian, lebih bagus. Juara itu ada singkatannya Jaringan Usaha Amanah Ridho Allah," ujar dia.
Sebagai pendatang baru di bisnis kuliner, Agung sadar betul bahwa dia perlu strategi khusus, tidak saja agar mampu bersaing, melainkan juga memberi produk yang berbeda dengan penjual ayam geprek yang lain. "Itu yang pertama kita harus menentukan fungsional selling poin. Contoh Rp15.000 makan sepuasnya. Nasi ambil sendiri, ayam ambil sendiri, milih sendiri satu, sambel dan es teh tawar gratis. Saya rasa itu harga yang sangat menarik," jelasnya.
"Kedua open kitchen, orang ambil sendiri, sambal diulek di depan dia, baru bayar, baru makan. Agar orang merasa ada experience-nya. Interior dan eksteriornya kita bikin instagramable banyak tulisan, poster yang lucu-lucu agar orang ketika dia makan dia merasa nyaman dan dia mau eksis."
Tak hanya dari sisi harga. Agung juga berupaya 'membius' para costumer secara emosional. Dia merasa perlu mengusung satu tema tertentu untuk memberi warna tersendiri bagi produknya. Tema yang dia usung adalah nasionalisme.
Tema ini, kata dia, coba dia gambarkan dalam produk sejak awal. Karena itulah dia memilih me-launching 'Ayam Geprek Juara' pada 20 Mei 2017, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.
"Emotional selling poin. Ayam geprek juara kita ngomongnya nasionalisme. Kamu makan di ayam geprek juara berarti kamu membela kuliner anak bangsa. Kamu makan di tempat makan luar negeri kamu bayar royalti. Kamu complain dolar menguat, rupiah melemah, padahal kamu makan di sana. Gigitanmu melemahkan rupiah. Itu yang ingin kita bawakan. Bukan cuma di ayam geprek juara. Makanlah di kuliner anak bangsa. Kuliner lokal. Semangatnya itu," tegas Agung.
Meskipun enggan membeberkan omzet yang dia peroleh setiap bulan, tapi dia mengaku produknya cukup menguntungkan. Terbukti dari penyebaranya di 26 kota di Indonesia dengan total 67 outlet, 55 di antaranya beroperasi dengan mengusung produknya.
"Karyawan kan kita waralaba ya. Karyawan orang ya karyawan dia. Tapi kalau di outlet yang punya saya, kira-kira 100-an orang. Punya saya ada 12 outlet. Jumlah karyawan masing-masing bisa 8 sampai 9 orang," ujarnya.
Melihat kembali langkah awal dia mulai membangun usaha serta tantangan yang dia hadapi, Agung menegaskan bahwa poin penting dalam membangun usaha bukan saja modal dan keinginan, tapi juga strategi dan juga keberanian mengambil risiko.
"Saya yakin andaikata waktu itu pendapatan saya turun, kalau saya berhasil ini pasti akan lebih besar daripada yang dulu. Ternyata berhasil," tandas dia.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Yongki, membuktikan, selagi ada kemauan dan ulet, akan terbuka jalan untuk mendirikan sebuah bisnis.
Baca SelengkapnyaSiapa bilang bawang goreng hanya jadi makanan favorit masyarakat Indonesia?
Baca SelengkapnyaBelajar dari kegagalan yang dialami pada saat membuka cabang kedua, akhirnya Gianto membuka kembali cabang baru dengan strategi yang berbeda.
Baca SelengkapnyaKisah pengusaha kerupuk kulit yang memulai bisnis dengan berjualan di pinggir jalan hingga dapat omzet ratusan juta.
Baca SelengkapnyaAdit merasa, dari pada bekerja untuk orang lain, lebih baik dia mengembangkan usaha keluarganya agar lebih sukses.
Baca SelengkapnyaSaking larisnya, si pemilik bisa meraup omzet hingga lebih dari Rp500 juta setiap bulan.
Baca SelengkapnyaPopularitas peyek kacang produksinya mulai meningkat hingga berdampak peningkatan omzet.
Baca SelengkapnyaKeluarga Yongki mendukung usahanya dengan memberikan bantuan modal sekitar Rp10 juta. Modal tersebut digunakan Yongki untuk membuat gerobak.
Baca SelengkapnyaJika kualitas produk yang dijual disenangi masyarakat global, ekspansi membangun bisnis di luar negeri bukan hanya cita-cita.
Baca SelengkapnyaBelajar dari diri sendiri yang menghabiskan Rp200 ribu per bulan untuk laundry baju, pria ini pilih buka usaha sendiri.
Baca SelengkapnyaTepat di 3 tahun 2 bulan, Puguh memutuskan tidak melanjutkan kontrak kerja.
Baca SelengkapnyaCerita bermula ketiga Ega lulus sekolah. Dia memutuskan untuk bekerja di ritel di salah satu Mal di Bekasi selama 1,5 tahun.
Baca Selengkapnya