Cukai Naik 12 Persen, Intip Kondisi Industri Rokok yang Masih Terdampak Pandemi
Merdeka.com - Pemerintah sepakat menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2022 rata-rata sebesar 12 persen. Kenaikan cukai rokok ini dipandang bakal memukul kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah terdampak pandemi Covid-19.
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai kebijakan ini tidak memberikan kesempatan bagi industri tembakau untuk pulih dari dampak akibat pandemi Covid-19 yang belum usai.
"Kami menghormati proses bagaimana pemerintah memformulasikan kenaikan CHT ini. Namun, hasil akhir kebijakan seperti yang disampaikan oleh Menkeu, sangat disayangkan. Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Ketua Media Center AMTI, Hananto Wibisono, kepada Liputan6.com dikutip Rabu (15/12).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Hananto menyebut ini akan berdampak pada industri padat karya, mengingat IHT menyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja.
"Industri ini juga salah satu yang paling resilien dalam mempertahankan tenaga kerjanya di masa pandemi, yang mana banyak sekali sektor lain yang melakukan PHK," kata dia.
Informasi, pemerintah memberlakukan kenaikan 12 persen mulai 1 Januari 2022. Kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori Sigaret Putih Mesin (SPM), mulai dari 13,9 persen (golongan I) hingga 14,4 persen (golongan II B). Bahkan kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4.5 persen.
Naiknya tarif cukai SKT ini, kata Hananto, akan mengganggu proses pemulihan segmen padat karya ini. Namun, AMTI menghargai pertimbangan Pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal ini memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan Pemerintah terhadap segmen padat karya.
SKT Butuh Perlindungan
Hananto menekankan bahwa segmen SKT memang memerlukan perhatian dan perlindungan lebih karena selama ini sangat terdampak pandemi Covid-19, utamanya karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dimana mempengaruhi biaya operasional pabrik dan kapasitas produksi.
"Ada extra cost yang harus dikeluarkan oleh pabrikan sebagai upaya untuk menerapkan protokol kesehatan. Di antaranya, penyediaan masker, hand sanitizer, dan lainnya. Belum lagi terkait kapasitas pelinting di pabrik yang harus dikurangi selama pandemi demi mengikuti protokol Kesehatan yang pastinya mempengaruhi kapasitas produksi SKT," tuturnya.
"Perlu diingat juga, pekerja SKT didominasi para perempuan yang mayoritas tulang punggung keluarga. Harus ada perlindungan ekstra untuk kebijakan tarif cukai SKT karena agar mereka yang menggantungkan hidupnya pada segmen ini bisa mempertahankan kelangsungan hidup," tambahnya.
Reporter: Arief Rahman Hakim
Sumber: Liputan6.com (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif cukai rokok bakal menjadi beban tambahan Industri Hasil Tembakau.
Baca SelengkapnyaTembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai, fenomena ini sudah menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaPemerintah menaikkan target penerimaan cukai di 2024.
Baca SelengkapnyaCukai hasil tembakau terus turun meskipun jumlah perkokok tidak berkurang.
Baca SelengkapnyaPenurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
Baca SelengkapnyaAturan yang menjadi sorotan di antaranya wacana standardisasi berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9 persen menjadi Rp244,198 triliun.
Baca Selengkapnya