Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Curhat miris sopir UberCar cuma bawa pulang Rp 100.000 per hari

Curhat miris sopir UberCar cuma bawa pulang Rp 100.000 per hari ilustrasi nyetir sambil lihat ponsel. ©mirror

Merdeka.com - 'Segala sesuatu yang kita dengar adalah pendapat, bukan fakta. Segala sesuatu yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran.'

Ungkapan Syaikh Al-Albani ini benar adanya ketika merdeka.com mendalami kehidupan salah satu sopir UberCar di Jakarta.

Apa yang dikatakan orang-orang perihal nikmatnya menjadi sopir UberCar karena ada jaminan penghasilan tinggi, nyatanya hanya bualan. Purwanto yang telah 1 tahun menjadi sopir UberCar tidak menggambarkan kisah seorang sopir berpenghasilan melebihi seorang manajer seperti yang digembar-gemborkan di media.

"Jadi sopir Uber enak? Kelihatannya enak, banyak yang kelihatan gitu kan tapi sebenarnya enggak. Capek di jalan, penghasilan juga engga sebesar apa yang dibilang orang-orang," kata Purwanto kepada merdeka.com di Jakarta, Senin (16/5).

Dengan penghasilan Rp 350.000 - Rp 450.000 per hari, Purwanto merasa hal tersebut standar layaknya taksi konvensional.

"Memang semua sopir Uber mobilnya punya sendiri? Enggak semua mas. Kayak saya gini, penghasilan rata-rata Rp 350.000 - Rp 400.000 per hari itu kotor. Potong bensin sama setoran paling-paling bersihnya saya dapat Rp 100.000 - Rp 120.000 per hari. Uber juga nggak ada bonus kan," jelasnya.

"Akhirnya penghasilan kita-kita (sopir Uber) enggak bisa bikin kita layaknya orang kantoran. Banyak yang ngirit, bawa makan sendiri, engga ngerokok dan lain-lain," tambahnya.

Di sela-sela pembicaraan, bapak satu anak ini meminta agar tidak banyak pihak yang meributkan kehadiran transportasi berbasis daring, karena semua sama-sama mencari nafkah.

"Kita penghasilan banyak yang sama kayak kalian (taksi konvensional). Persaingan makin berat, sama-sama susah cari penumpang. Sama-sama punya keluarga yang perlu dinafkahi, jadi kalau bisa damai saja, kalau perlu saling membantu," kata dia.

Dia berharap, kisah pahitnya tidak terulang kepada buah hatinya. Bagi Purwanto, akan selalu ada sinar terang di masa depan.

"Kalau sekolah kita nyari duit pakai pulpen, kalau kita di lapangan diomelin, cari duit pake otot. Sayang saya engga ada ijazah. Saya pengennya kerja kantor. Makanya anak saya suruh sekolah yang bener, biar tidak kayak bapaknya" tutupnya.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP