Dari Jurnalis jadi Pengusaha Dodol saat Pandemi Covid-19
Merdeka.com - Tahun 2020 banyak mengubah jalan hidup orang. Pandemi covid-19 yang menyebar diawal tahun menimbulkan efek domino di segala sektor. Banyak orang yang harus memutar otak untuk bisa survive menjalani kehidupan saat pandemi. Tak terkecuali, Deni Muhammad Arif, jurnalis televisi swasta nasional asal Karangpawitan, Garut, Jawa Barat ini, terpaksa banting setir menjadi pengusaha dodol, untuk menopang usaha keluarga.
Meski melenceng jauh dari bidang yang digelutinya selama ini, dan Deni harus belajar secara otodidak, hal tersebut tidak menyurutkan tekad Deni untuk menambah penghasilan lewat berjualan dodol.
Pilihan Deni jatuh kepada usaha dodol dikarenakan melihat bahan baku yang melimpah, serta melihat peluang berkembangnya wisata di daerah Jawa Barat, Deni berhasil membuka usaha mikro kecil dan menengah dengan membuka lapangan pekerjaan bagi orang-orang disekitarnya.
-
Bagaimana Dedap sukses di perantauan? Setelah lama bekerja, Dedap hidup sukses dan berhasil menjadi saudagar muda yang kaya raya. Ia kemudian menikah dengan Putri Linggi seorang anak dari saudagar yang sekelas.
-
Bagaimana Ibu Dewi memulai bisnisnya? 'Awalnya budhe di Semarang yang ngasih ide kenapa tidak jualan bawang goreng, dia jualan di sana laris. Terus saya pergi ke Semarang, diajari budhe caranya menggoreng bawang, nginep sana tiga hari,' ungkap ibu tiga anak ini saat ditemui Merdeka.com, Kamis (18/4/2024).
-
Bagaimana Oki Setiana Dewi menjalankan bisnis dari rumahnya? Oki Setiana Dewi, yang aktif di bidang fashion, menyediakan ruang khusus untuk live streaming, memungkinkan dia menjalankan bisnis dari rumah secara efisien dan profesional.
-
Bagaimana Dina memulai usaha? Dina benar-benar mulai dari nol, dia mempelajari resep dari internet dan YouTube. Dengan modal Rp300 ribu, Dina memproduksi roti Maryam di kos-kosannya.
-
Apa usaha Dina? Dina dan suami memutuskan untuk mencoba peruntungan di bidang kuliner. Suami Dina sudah resign lebih dulu dan mulai bisnis toko siomay. Sementara Dina memutuskan memproduksi Roti Maryam di sela-sela waktu luang.
-
Kenapa Aan mulai usaha di masa pandemi? Aan menuturkan bahwa usahanya ini dia rintis beberapa waktu lalu saat mewabahnya Covid-19 di Indonesia. Saat itu dirinya tengah pulang kampung ke Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur dan mengisi waktu dengan membuat kreasi tas jinjing perempuan.
"Tinggal kita cermat melihat pasar yang ada, pasar dodol Garut itu terutama buat kawasan wisata belum semuanya terjamah," ujarnya dalam obrolan hangat dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret lalu telah mengubah segalanya. Pekerjaan Deni yang biasanya melakukan peliputan harus tersendat seiring banyaknya pembatasan yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi laju penyebaran Covid-19.
"Saya juga terlalu lama bergelut di media ingin mencari sesuatu yang menantang dan menguntungkan," ujarnya.
Pilihan Deni untuk membuka pabrik dodol Garut memang bukan kebetulan. Selain pasarnya yang masih luas, sumber daya masyarakat yang melimpah, memudahkan dirinya untuk membuka usaha baru itu.
"Pegawai saya seluruhnya mantan pegawai dodol dari pabrik sebelumnya yang tutup terimbas pandemi covid-19," ujar dia.
Akhirnya, sejumlah persiapan pun dirancang termasuk mengenai penguatan segmen pasar yang akan digarap, sehingga mampu bertahan dan terus berkembang saat pandemi Covid-19.
Belajar Secara Autodidak
Berbekal keberanian dan cermat dalam melihat pasar, Deni memberanikan diri membuka usaha cemilan manis ini. Dalam pemilihan rasa dodol, ia sengaja mencari rasa yang legit sehingga mampu diterima pasar dengan mudah.
"Ada juga beberapa rasa dodol masukan dari pegawai saya, ini enak ini tidak, kita berdiskusi langsung," kata dia dengan ramah.
Hasil dari buah kenekatan Deni mulai menunjukkan progres menggembirakan. Permintaan pasar terus meningkat yang berdampak pada kenaikan omzet penjualan yang telah ia lakukan dalam enam bulan terakhir.
"Awalnya saya hanya bisa memproduksi satu kuintal (100 kg) sehari, kini sudah mencapai 3-4 kuintal per hari," ujar dia.
Deni optimis pasar dodol Garut miliknya semakin luas. Meskipun terjadi pembatasan di beberapa area wisata karena pandemi Covid-19, tetapi tidak mengurangi animo masyarakat untuk menikmati dodol.
"Coba ke rumah-rumah khususnya di Garut, minimal makanan di ruang tamu ada dodol, sudah seperti snack saja," ujarnya bangga.
Saat ini, varian rasa dodol yang dibuat pabrik Deni cukup beragam, seperti dodol zebra, dodol batik, dengan beberapa ragam rasanya mulai cokelat, buah-buahan, stroberi dan pandan, hingga dodol kertas atau yang bisa menggunakan bungkus kertas.
Deni mengatakan, harga dodol yang ia jual terbilang murah di kelasnya. Untuk dodol kertas biasa dijual Rp16.000 per kilogram, sementara kacang cokelat Rp17.000 per kilogram.Bagi Deni, membuka usaha pabrik dodol banyak memberikan manfaat. Selain memberikan penghasilan yang menggiurkan, juga memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama saat pandemi Covid-19 saat ini.
"Doakan saja ke depannya, kami mampu memproduksi minimal 1 ton dodol per hari," kata dia.
Sementara total pegawai pabrik dodol ‘Leggi’ (nama dagang yang berarti legit) di Kampung Cogasong, Kecamatan Cilawu, Garut itu, sudah sekitar 14 pegawai, naik tiga kali lipat dari semula.
"Awalnya saya dibantu beberapa tukang bungkus dan ulek, sekarang sudah punya admin dan bagian promosi terutama di medsos (media sosial)," tutup Deni.
Sumber : Liputan6.comReporter : Jayadi Supriadin
(mdk/ttm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ibu dan anak di perdesaan Kediri berjualan daert di teras rumah dan omzetnya bisa mencapai Rp3 juta per hari. Ternyata ini rahasianya.
Baca SelengkapnyaTak disangka, olahan durian ini ternyata banyak peminatnya.
Baca SelengkapnyaMulanya, Deni memproduksi roti bersama dengan Istrinya. Roti yang diproduksi secara manual dijual keliling oleh Deni.
Baca SelengkapnyaBanyak orang yang memutuskan resign dari posisinya sebagai PNS dan memilih membuka bisnis.
Baca SelengkapnyaDedi bercerita bahwa awal mula usahanya berjualan baju secara online pada 2016, namun harus tutup.
Baca SelengkapnyaSelain memanfaatkan media sosial Instagram, penjualannya banyak terbantu karena testimoni pembeli kepada orang lain.
Baca SelengkapnyaUsaha dulang batok ini sempat meraup omset hingga 35 juta perbulan.
Baca SelengkapnyaSetelah lama menghilang dari dunia musik, Teamlo akhirnya muncul kembali dengan kabar mengejutkan.
Baca SelengkapnyaDi usia muda, bahkan pria ini bisa meraup penghasilan lebih besar dari pada para pekerja kantoran.
Baca SelengkapnyaDondot merupakan pemain bass grup band Teamlo. Saat ini Dondot membuka usaha kuliner.
Baca SelengkapnyaWarga Kelurahan Batuceper, Kota Tangerang ini justru memilih berjualan roti di depan rumahnya sembari mengisi waktu.
Baca SelengkapnyaCerita Sidik Eduard memutar otak untuk menyambung hidup keluarganya
Baca Selengkapnya