Darmin sebut pemerintah selama ini takut berutang demi pembangunan

Merdeka.com - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memberikan Kuliah Umum di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Di hadapan para mahasiswa, Menko Darmin memaparkan perkembangan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun.
Menko Darmin menilai kesalahan pemerintah selama ini terlalu takut berutang demi membangun infrastruktur. Defisit selama ini justru dipakai untuk membiayai subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan lain sebagainya.
Pemerintah selalu ingin menjaga defisit dalam persentase rendah di kisaran 20 persen sampai 25 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). Padahal, jika melihat defisit negara maju, justru lebih tinggi dibanding Indonesia.
"Akibatnya kita jadi negara yang savingnya tidak cukup membiayai infrastruktur. Semua negara maju, utang negaranya paling sedikit 100 persen dari GDP-nya. Jepang 200 persen, AS 200-300 persen dari GDP. Kalau seluruh dunia begitu, sebetulnya ada yang enggak beres (pada pemerintah)," ungkap Darmin, Senin (9/11).
Menko Darmin juga bercerita pada 2008-2009, saat dirinya masih menjadi Dirjen Pajak, dia mengamati bahwa periode itu merupakan masa kejayaan perekonomian Indonesia setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi 1998.
Salah satu industri yang tidak berhasil dibangun setelah era '98, kata Darmin, adalah infrastruktur. Sektor infrastruktur selalu mengalami kendala di perizinan dan pembebasan tanah.
Selain itu, pengembangan industri untuk memberikan nilai tambah juga dilupakan pemerintah. Pemerintah lebih memilih mengistimewakan industri berbasis konsumsi sehingga impor terus membengkak.
Kondisi itu dinilai Menko Darmin membuat sektor industri Indonesia semakin lemah. Indonesia tidak mampu menghasilkan bahan baku dan barang modal, bahkan untuk keperluan dalam negeri. "Kita praktis selalu berhenti di barang konsumsi, impor kita selalu meningkat lebih cepat dari kemampuan ekspor saat pertumbuhan meningkat," imbuh Darmin.
"Pada tahun 2008-2009 sebetulnya kita sampai di puncak kekuatan ekonomi kita setelah krisis. Pertumbuhan mendekati 6 persen, bahkan lebih. Dan itu sebenarnya momen kita bangun industri, tapi arus tendensi pasar lebih kuat. Yang terjadi yang masuk industri konsumsi yang tujuannya pasar dalam negeri," paparnya.
Menko Darmin menambahkan pemerintah sebelumnya sebetulnya tidak lupa untuk membangun hilirisasi. Namun, pengawasannya agar diterapkan tidak begitu ketat.
"Kebetulan lahir Undang-undang Minerba. Pada waktu dia lahir, Undang-Undang itu mengamanatkan pertambangan wajib mengolah hasil tambangnya di dalam negeri. Perlu smelter, perlu infrastruktur, perlu listrik, sayangnya itu yang kita nggak punya," tutur Darmin.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya