Data BPS: 75,15 Persen Remaja Indonesia Tidak Pernah Merokok
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah remaja Indonesia yang tidak pernah merokok sepanjang 2022 mencapai 75,17 persen. Sedangkan remaja perokok aktif setiap hari mencapai 22,04 persen.
"Jika dilihat berdasarkan kebiasaan merokok, pemuda yang tidak pernah merokok ternyata cukup banyak. Sebanyak 75,17 persen, atau sekitar 3 dari 4 pemuda tidak pernah merokok," demikian mengutip data publikasi BPS berjudul ‘Statistik Pemuda Indonesia 2022’.
Sementara itu, jika dilihat berdasarkan karakteristiknya, pemuda yang merokok didominasi oleh remaja laki-laki yaitu 47,06 persen, dan remaja yang tinggal di pedesaan 27,15 persen. Berdasarkan kelompok usia tertua, remaja perokok yaitu 25-30 tahun sebesar 31,84 persen.
-
Mengapa remaja yang merokok lebih awal lebih rentan masalah pernapasan? Salah satu penyebab utama mengapa remaja yang merokok lebih dini lebih mungkin mengalami gejala gangguan pernapasan adalah karena mereka cenderung merokok lebih lama dibandingkan orang yang mulai merokok pada usia yang lebih tua. Selain itu, paru-paru remaja yang masih dalam masa perkembangan lebih rentan terhadap kerusakan akibat zat berbahaya dalam rokok.
-
Apa dampak berhenti merokok sebelum usia 40 tahun? Berhenti merokok sebelum usia 40 tahun bisa memiliki efek panjang umur sama seperti pada orang yang tidak pernah merokok.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Siapa yang terkena dampak buruk dari merokok? Tidak hanya perokok aktif, perokok pasif juga terkena dampak serius dari paparan asap rokok.
-
Apa dampak buruk merokok? Zat-zat kimia yang terdapat dalam rokok merusak kolagen pada kulit, yang mengakibatkan kulit menjadi kusam dan munculnya keriput.
Dalam publikasi itu juga dijabarkan, pengeluaran remaja untuk merokok didominasi dari kelas ekonomi menengah 40 persen, dan ekonomi rendah 40 persen. Sementara remaja dengan ekonomi kelas atas, pengeluaran untuk merokok hanya 20 persen.
BPS juga menuliskan, yang patut diperhatikan dalam publikasi ini, terdapat sekitar 8,92 persen remaja berusia 16-18 tahun yang merokok.
"Hal ini perlu menjadi prerhatian, karena usia 16-18 tahun merupakan usia sekolah. Selain itu, merokok pada usia awal akan memberikan banyak dampak bagi pemuda remaja baik dari aspek kesehatan, psikologis, kemampuan belajar maupun fisik pemuda."
Meski berdasarkan persentase remaja tidak merokok cukup besar, namun pemerintah terus mengupayakan agar jumlah perokok dapat ditekan. Langkah yang dilakukan adalah menaikkan cukai produk hasil tembakau, dan melarang penjualan rokok ketengan.
Pro dan Kontra di Masyarakat
Langkah ini menuai pro dan kontrak dari kalangan masyarakat. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengapresiasi langkah pemerintah yang melarang penjualan rokok ketengan. Dia mengatakan larangan ini akan berdampak positif yaitu menurunkan prevalensi merokok di Indonesia khususnya di kalangan rumah tangga miskin, anak anak dan remaja.
"Ini kebijakan yang patut diapresiasi, karena merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia," ujar Tulus kepada merdeka.com, Senin (26/12).
Selain itu, dampak positif atas larangan menjual rokok ketengan yaitu kenaikan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah akan efektif tercapai. Mengingat, kenaikan cukai selama ini tidak cukup efektif untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi rokok.
"Karena rokok masih dijual seacara ketengan sehingga harganya terjangkau," ujarnya.
Di satu sisi, pemilik warung kelontong, Rahma, menolak rencana itu. Bagi Rahma, menjual rokok ketengan seperti memberi keringanan bagi perokok yang tak punya uang.
"Enggak setuju lah, soalnya keuangan orang itu kan tidak sama, ada yang duitnya sedikit apalagi kalau tanggal tua. Kalau dia (beli) ketengan duitnya sedikit dia bisa merokok kalau (harus beli) sebungkus, enggak jadi merokok duitnya kurang," ucap Rahma pemilik warung kelontong di Kota Bekasi, Senin (26/12).
Menurut Rahma, jika harus membeli rokok per bungkus justru malah membuat pengeluaran konsumsi lebih besar dibandingkan membeli secara ketengan.
Meski keuntungan dari penjualan rokok tidak terlalu besar, namun dia menuturkan rokok merupakan komoditas yang pasti terjual setiap hari.
"Untungnya enggak gede banget," ucapnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rokok menjadi salah satu penyebab atau biang kerok kemiskinan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAnak-anak yang memiliki orangtua perokok berisiko lebih besar mengalami stunting.
Baca SelengkapnyaAda kecenderungan anak-anak beralih dari rokok konvensional ke rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaUpaya menekan kemunculan pelajar perokok bisa dilakukan dengan kampanye antirokok yang efektif.
Baca SelengkapnyaBNN Jakarta menyebut sebanyak 63,1 persen perokok laki-laki berpotensi memakai narkoba jenis ganja.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data BPS mencatat beras dan rokok sebagai pengeluaran terbesar dalam rumah tangga.
Baca SelengkapnyaSemakin muda usia seseorang mulai merokok, risiko masalah pernapasan di usia muda bisa semakin meningkat.
Baca SelengkapnyaBanyak masyarakat di Indonesia beralih mengkonsumsi rokok murah.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaPandangan bagi pria yang tidak merokok di Indonesia menyebabkan semakin meningkatnya jumlah perokok.
Baca SelengkapnyaPenggantian kemasan polos pada rokok bisa berdampak pada industri turunannya.
Baca SelengkapnyaJumlah pemilih muda di Pilkada 2024 mendominasi, dengan persentase 56 persen dari total pemilih.
Baca Selengkapnya