Data BPS jadi langkah awal perbaikan pasokan pangan Indonesia
Merdeka.com - Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih menilai bahwa kesalahan data pengadaan beras dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi tanggung jawab kementerian pertanian. Menurutnya, kurang akuratnya data luas panen dan produksi padi menyebabkan pemerintah tidak bisa membuat kebijakan yang tepat.
Katanya, kondisi tersebut telah menimbulkan implikasi berupa pasokan beras yang tidak memadai sehingga terjadi kelangkaan dan kenaikan harga.
"Makanya harga berasnya bisa melompat-lompat, tidak stabil. Padahal, itu merupakan pangan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kita," ujar pengajar dari Universitas Indonesia ini dikutip dari Antara, Kamis (25/10).
-
Bagaimana cara Dinas Pertanian di Banyumas memastikan ketersediaan pangan? Ia optimistis ketersediaan pangan di Banyumas masih mencukupi kebutuhan karena produksi padi di kabupaten pada tahun 2022 mencapai 374 ribu ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 240 ribu ton beras atau masih surplus sekitar 40 ribu ton beras.
-
Bagaimana cara Kementan menyelesaikan masalah pangan? Ini yang kita takutkan, dimana ancaman kekeringan, ada el nino yang tadinya tanam tiba-tiba berhenti sehingga kami berikan pupuk subsidi secara lebih. Maka itu saya katakan food estate sangat strategis untuk anak cucu kita 50 sampai 100 tahun yang akan datang. Ini visioner karena penduduk kita bertambah,' jelasnya.
-
Bagaimana Kementan menjaga ketersediaan beras? Sebagai contoh, bulan Agustus ini masih memiliki lahan panen sekitar 850 ribu hektare. Bahkan lahan tersebut masih akan bertambah pada Bulan September selanjutnya.
-
Apa yang dilakukan pemerintah untuk stabilisasi beras? 'Pemerintah telah melakukan langkah dengan pengadaan beras luar negeri melalui impor dan juga melakukan stabilisasi melalui intervensi dari distribusi harga pangan, terutama beras.' ungkap Sri Mulyani.
-
Mengapa Kementan menjaga ketahanan pangan? Kita harus menjaga ketahanan pangan karena bila terjadi krisis pangan akan melompat menjadi krisis politik,' ungkap Amran.
-
Siapa yang harus mengorkestrasikan stakeholder pertanian di Kaltim? Siapapun gubernur yang akan memimpin Kaltim nantinya, menurut Akmal, harus mampu mengorkestrasikan seluruh stakeholder pertanian demi mewujudkan kemandirian pangan daerah.
Lana mengingatkan klaim produksi yang terlalu tinggi akibat perkiraan luas lahan baku sawah yang salah bisa membuat defisit beras semakin besar dan meningkatkan ketergantungan impor. Untuk itu, dia memberikan apresiasi atas upaya Badan Pusat Statistik (BPS) yang ingin mengeluarkan data produksi beras terbaru secara rutin.
Lana memastikan data ini bisa menjadi langkah awal untuk perbaikan pasokan pangan ke depan serta terciptanya kebijakan penyediaan beras yang lebih memadai. "Semua pihak harus menerima. Kementerian Pertanian juga tidak bisa 'ngotot'. Kalau memang kondisinya kayak begini, apa yang mesti dilakukan. Kementerian Pertanian mesti punya program yang lebih jelas," ujarnya.
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi meminta adanya pengusutan potensi kerugian negara dalam pengelolaan anggaran di Kementerian Pertanian. Menurut dia, Badan Pemeriksa Keuangan perlu bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menelisik penyerapan belanja untuk program swasembada pangan yang kurang optimal.
Selama ini, pemerintah sudah mengalokasikan dana subsidi untuk pembelian pupuk maupun kebutuhan lainnya, namun impor untuk memenuhi pasokan tetap dilakukan. "Supaya memang kelihatan jelas, kemana saja anggaran yang dikelola Kementan," kata Uchok.
Sebelumnya, BPS memastikan akan melakukan perbaikan metodologi perhitungan data produksi beras dengan metode kerangka sampel area. Metode ini merupakan perhitungan luas panen, khususnya tanaman padi, dengan memanfaatkan teknologi citra satelit dan peta lahan baku sawah.
Untuk penyediaan data ini, BPS bekerja sama dengan BPPT, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi dan Geospasial serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Melalui metode ini, BPS mencatat luas panen padi Januari-Desember 2018 telah mencapai 10,9 juta hektar dengan potensi produksi padi sebesar 56,54 juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurutnya, pompanisasi adalah jalan keluar dari persoalan yang dihadapi saat ini.
Baca Selengkapnya"Mudah-mudahan di bulan April harga (beras) sudah mulai terkendali dan berjalan normal," kata Maino
Baca SelengkapnyaBapanas mencatat harga pangan nasional mulai stabil pada September.
Baca SelengkapnyaBamsoet menilai kebijakan Mentan sukses mengurai berbagai persoalan pangan yang menghambat produksi selama ini.
Baca SelengkapnyaTarget realisasi swasembada pangan dimajukan dari awalnya tahun 2028 menjadi 2027.
Baca SelengkapnyaPer 19 Februari, stok beras secara nasional yang dikelola oleh Bulog total ada 1,4 juta ton.
Baca SelengkapnyaPerlunya adaptasi dan perubahan strategis dalam menghadapi tantangan baru yang dihadapi sektor pertanian
Baca SelengkapnyaJokowi mengaku tak mudah bagi pemerintah mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya mebcapai 270 juta orang.
Baca SelengkapnyaEkosistem pangan nasional ini bukan hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, tetapi didorong untuk memenuhi kebutuhan pangan Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaMentan juga mengajak Komite II DPD RI untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.
Baca SelengkapnyaUntuk mendukung target tersebut, Arief meminta Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal PSP dan BPPSDMP untuk saling bersinergi
Baca SelengkapnyaAtas situasi tersebut, Badan Pangan Nasional telah meminta Bulog untuk terus menerus melakukan optimalisasi serapan produksi dalam negeri selama 2 bulan ini.
Baca Selengkapnya