Dengan teknologi, bisnis merek baru bisa libas produk ternama
Merdeka.com - Pendiri PT Paramita Singgih, pemegang brand Men's Republic, Yasa Singgih menilai, alur bisnis di dunia saat ini sudah berubah. Merek-merek baru yang belum terkenal bisa melibas pasar merek-merek ternama yang sudah malang melintang di dunia bisnis.
Modalnya, lanjut Yasa, pemanfaatan teknologi informasi di samping keberanian menjalankan bisnis serta konsistensi dan inovasi.
"Sekarang ini adalah eranya kita bisa mengalahkan status quo, dulu mungkin susah mengalahkan brand-brand yang besar. Sekarang tidak, eranya sudah berubah," kata Yasa di Citra Tower, Kemayoran, Jakarta, Kamis (31/3).
-
Bagaimana pelaku usaha Bontang bisa menang persaingan? Tidak hanya itu, penting juga untuk memenangkan persaingan usaha dengan memilih produk yang inovatif, produk yang dimodifikasi serta mempunyai nilai yang tinggi baik dalam desain warna, ukuran, kemasan, merek, dan ciri-ciri lain.
-
Bagaimana cara startup di Indonesia bertahan? Banyak perusahaan yang melakukan penghematan biaya untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
-
Bagaimana perubahan nama DKI Jakarta berpengaruh ke ekonomi? Perubahan ini tidak hanya sekedar perubahan nama, tetapi juga mengandung dampak besar dalam hal kebijakan ekonomi dan pemerintahan.
-
Siapa yang bisa sukses dalam bisnis? 'Wirausahawan sejati menciptakan peluang bisnis, sementara wirausahawan biasa menunggu peluang bisnis.'
-
Kenapa nama-nama brand ini terdengar 'Jawa'? Meskipun tidak ada hubungan langsung dengan budaya Jawa, nama-nama ini kerap memancing senyuman dan keheranan bagi mereka yang mendengarnya.
-
Apa julukan Jakarta? Menariknya, sematan kata 'The Big Durian' membuatnya sering disamakan dengan Kota New York di Amerika.
Yasa menegaskan, perkembangan bisnis saat ini condong berpihak kepada pelaku bisnis yang cepat memanfaatkan situasi dan perkembangan zaman. Selain itu, pelayanan yang cepat dan memuaskan akan selalu dilihat oleh konsumen.
"Yang cepat itu bisa mengalahkan yang besar. Brand besar biasanya enggak peka," imbuh Yasa.
Selain itu, untuk memulai bisnis, Yasa menilai saat ini keberadaan kantor sudah bukan hal utama. Kendali bisnis bisa dilakukan di rumah. Yasa sendiri mengaku sempat memiliki kantor untuk menjalankan bisnisnya. Namun kantor yang ia gunakan tidak mampu menampung pasokan barang yang jumlahnya kini mencapai ribuan item.
"Saya awalnya sewa office place, terus enggak muat, ya sudah pindah ke rumah. Rumah berantakan, barang di mana-mana. Tapi tahun ini kita akan pindah ke office yang baru. Tetap kita enggak boleh nyaman di rumah saja, tetap kita harus punya office," tutup Yasa.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Multi level marketing jadi tumpuan Tupperware menjual produknya. Namun skema ini justru menjadi bumerang.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang apa itu inovasi, dan ciri-ciri, serta manfaatnya.
Baca SelengkapnyaDulu kotak makan Tupperware jadi favorit ibu-ibu untuk bekal anak, tapi kini Tupperware terancam bangkrut karena gagal melunasi hutang.
Baca SelengkapnyaBrand atau merek bukan hanya sekadar logo dan nama, tapi kumpulan pengalaman dari apa yang konsumen rasakan.
Baca SelengkapnyaRamainya pengguna media sosial kini digunakan untuk tempat jual beli.
Baca Selengkapnya