Desa Petulu Bali, rezeki dari konservasi surga burung
Merdeka.com - Ribuan tamu rutin mengunjungi warga Desa Petulu, Ubud, Bali, setiap tahun pada Oktober. Bukan tamu dari bangsa manusia, tapi kawanan burung. Ya, tamu istimewa itu adalah burung kokokan atau bangau putih yang akan berada hingga bulan Februari.
Dalam kurun Oktober-Maret, ribuan burung kokokan bermigrasi ke Desa Petulu. Burung-burung bertelur dan berbiak. Warga pun berbagi tempat dengan burung.
Di desa ini, kawanan burung membuat sarang di pohon-pohon. Di saat-saat itu keheningan desa diwarnai dengan suara ciap-ciap anak burung yang baru menetas.
-
Mengapa Desa Jatimulyo menjadi tempat perlindungan burung? Adopsi burung juga memberi manfaat langsung secara ekonomi bagi masyarakat.
-
Siapa yang merasakan manfaat memelihara burung? Memelihara burung juga memberi sejumlah manfaat kesehatan bagi kita.
-
Bagaimana burung membantu ekosistem? 'Burung memiliki berbagai fungsi ekosistem yang sangat vital, banyak di antaranya sangat kita butuhkan, seperti penyebaran benih, pengendalian serangga, daur ulang material organik, seperti yang dilakukan burung nasar, serta peran dalam penyerbukan.
-
Bagaimana bulu burung itu dilestarikan? 'Bulunya sangat terjaga, Anda juga akan melihat bahwa ia mempertahankan banyak warnanya—warna coklat dan berwarna-warni yang kaya dan tidak ada tanda-tanda kerusakan akibat serangga,' kata Morris.
-
Bagaimana Teluk Pangpang menjadi habitat bagi burung? Daya tarik utama pada ekosistem mangrove di Teluk Pangpang ialah potensi keragaman kehidupan liarnya, terutama burung air dan burung yang sedang migrasi.
-
Dimana Lettu Budi berternak perkutut? Seorang prajurit TNI asal Magetan yang bertugas di Denbekang V/1.B Madiun memiliki usaha di rumahnya yaitu beternak burung perkutut.
"Cak, cak, cak, cak, suara anak burung, seperti suara orang menari," ujar Kepala Desa Petulu Tjokorda Agung Satriyo Dharmo, saat menerima kunjungan perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), yang ditulis Kamis (19/7).
Dari bertelur hingga menetas, dia menjelaskan, burung butuh waktu sekitar tiga bulan. Setelah menetas, burung-burung kecil belajar terbang dan mencari makan. Tak jarang, anak-anak burung terjatuh dari pohon. Bukan hanya anak burung yang jatuh dari pohon, sering juga kotoran burung.
Burung juga berkeliaran di atap rumah, halaman, di jalanan, bahkan di Pura tempat warga beribadah. Diakui, hal itu cukup merepotkan, tapi warga justru tak menganggapnya masalah, malah menjadi berkah.
"Sudah maunya Beliau Yang-di atas (Tuhan) kalau kita hidup berdampingan dengan burung-burung," kata Tjokorda Agung.
Sebagai antipasi adanya penyakit yang bisa jadi terbawa dari burung, pihak desa telah berkonsultasi dengan Dinas Kesehatan setempat. Selebihnya, warga menyambut hangat kedatangan burung-burung.
Istilah Si Kepala Desa, relasi warga dan burung saling menguntungkan. "Burung mendapat tempat bernaung dan membesarkan anak, sedangkan warga mendapat bantuan mengurangi hama di sawah," kata dia.
Soal kapan burung-burung ini mulai mampir di Desa Petulu, Kepala Adat Desa Tjokorda Gede Sukowati, kawanan burung kokokan tidak seketika datang dalam jumlah ribuan seperti saat ini.
Menurut para sesepuh desa, burung mulai datang pada 1965, ditandai dengan kedatangan 12 burung. Warga muali menyambutnya dengan hangat. "Sebelumnya datang di desa lain tapi diusir. Si sini kami sambut bahkan dengan upacara penyambutan khusus di pura desa," kata dia.
Dari 15 burung itu, lambat laun jumlah burung yang ke Petulu terus bertambah. Meningkat jadi puluhan, ratusan, hingga ribuan sampai saat ini.
Sejak 1965
Menurut pendamping desa setempat, Nyoman Nuraga, hubungan harmonis warga dan burung di desa itu terjalin karena energi cinta.
"Burung juga bisa merasakan kalau jiwanya diasihi," kata instruktur yoga tersebut.
"Ketika burung-burung tidak diganggu di desa itu, niscaya mereka betah berumah di dalamnya," kata dia.
Ihwal perilaku burung, pegiat perlindungan satwa Fransisca Noni menjelaskan, burung sering melakukan pergerakan atau berpindah tempat. Pergerakan yang terjadi biasanya berhubungan dengan pakan.
"Sebagai salah satu strategi tetap bertahan hidup, beradaptasi, dan mengurangi kematian yang tinggi dalam menghadapi musim dingin atau berkurangnya pakan di suatu lokasi," jelas dia.
Pergerakan dari daerah dingin (utara) ke daerah panas (selatan) disebut migrasi musiman, terjadi pada setiap tahun pada bulan Oktober hingga April. Ribuan burung, seperti burung pantai, burung elang, hingga burung kecil menuju ke negara tropis untuk mencari makan.
Pada awal hingga pertengahan Mei, burung dewasa yang berada di daerah selatan akan kembali ke negara asal untuk berkembang biak. Sedangkan burung yang masih muda bisa menghabiskan waktu muda hingga dewasa di negara tropis.
Perpindahan yang dilakukan setiap hari juga dilakukan pada beberapa jenis burung. Burung akan melakukan perpindahan dalam mencari makan pada pagi hari atau sore hari dan akan kembali ke tempat istirahat pada sore hari atau pagi hari.
Perpindahan ini biasanya banyak dilakukan pada jenis burung kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax) atau jenis kuntul (Egretta sp).
Manfaatkan Dana Desa
Sadar adanya potensi besar dari keberadaan burung-burung itu, warga mulai membangun penangkaran burung kokokan. Tujuan utamanya untuk konservasi burung, dan menolong burung-burung kecil yang terjatuh.
Tujuan lain adalah menjadikan destinasi wisata. Para turis yang berkunjung ke desa di luar musim burung berdatangan bisa melihat burung dalam penangkaran. Untuk membangun penangkaran burung itu, Warga mendapatkan solusi dari pemerintah pusat melalui dana desa.
"Dana desa salah satunya untuk ini agar terus bergulir dan memaju kemajuan serta perekonomian desa," kata Tjokorda Agung Satriyo Dharmo,
Untuk memberdayakan masyarakat dan mengembangkan desa wisata burung itu, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 259 juta untuk Desa Petulu. Penggunaan dana desa ini atas kesepakatan warga, karena tujuannya juga untuk pemberdayaan masyarakat Desa Petulu melalui program Padat Karya Tunai (PKT).
Tjokorda mengatakan upaya ini diharapkan bisa meningkatkan pendapatan daerah dari restribusi yang dipungut dari turis atau wisatawan yang datang.
Di Desa Petulu sendiri, selain hasil dari wisata burung Kokohan juga, pendapatan desa juga diperoleh dari hasil kerajinan ukiran, patung dan lukisan.
"Pengelolaan penghasilan dari pengembangan dana desa ini merupakan kerja sama dengan Badan Usaha milik Desa (BumDes)," kata dia.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kawasan konservasi itu memiliki wilayah geografis perbukitan. Di dalamnya terdapat banyak keragaman flora dan fauna.
Baca SelengkapnyaKonon perkutut jenis ini punya berbagai keistimewaan
Baca SelengkapnyaSalah satu tempat terindah di Pulau Dewata yang wajib dikunjungi
Baca SelengkapnyaPantai Kili-Kili yang berlokasi di Desa Wonocoyo, Kabupaten Trenggalek, merupakan rumah bagi penyu untuk bertelur.
Baca SelengkapnyaBKSDA Jawa Tengah melepasliarkan 25 ekor burung langka ke Papua dan Maluku. Satwa endemik itu umumnya diserahkan warga yang memeliharanya secara ilegal.
Baca SelengkapnyaTeluk ini berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Bali
Baca SelengkapnyaSeorang prajurit TNI memiliki usaha burung perkutut yang menghasilkan jutaan perbulan.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang 7 jenis kura-kura yang dilindungi di Indonesia yang penting untuk diketahui.
Baca SelengkapnyaEkosistem terumbu karang yang lestari membuat ikan jadi lebih banyak. Hasil tangkapan nelayan pun jadi lebih melimpah.
Baca SelengkapnyaPopulasi jalak bali atau curik di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terus bertambah. Burung ini merupakan salah satu satwa langka dari Pulau Dewata
Baca SelengkapnyaJika bibit sapi biasanya dibandrol sekitar Rp 9.000.000 per ekor, bibit Sapi Gerumbungan bisa sampai Rp 11.000.000 per ekor.
Baca SelengkapnyaMenariknya, dengan modal yang cukup ringan, Abror bisa menghasilkan cuan melimpah dari penjualan burung perkutut.
Baca Selengkapnya