Di DO dari kampus, omzet bisnis pemuda 23 tahun kini capai Rp 182 M
Merdeka.com - Adalah Ben Kaplan yang sukses dengan aplikasi bernama Wigo. Kaplan yang masih berusia 23 tahun ini sukes membuat aplikasi yang sangat populer di kampus-kampus.
Seperti dilansir Business Insider, Kaplan memiliki ide membuat Wigo dua tahun lalu, ketika dia menjadi siswa di sekolah kecil di luar kota Boston bernama Holy Cross. Dia menyadari teman-temannya menghabiskan banyak waktu untuk membuat beragam rencana pesta.
Kaplan kemudian memutuskan membuat aplikasi bernama Who Is Going Out (Wigo) untuk sekolahnya. Masalahnya, dia bukan seorang programer. Dia menghabiskan sepanjang musim panas untuk mendesain aplikasi, kemudian meminjam uang orang tuanya dan merekrut programer.
-
Siapa saja yang bekerja di usaha ini? Setelah usahanya berkembang, Delli dan Aulia mempekerjakan lima karyawan tetap, serta freelance untuk membantu.
-
Apa yang dilakukan karyawan magang itu? ByteDance mengumumkan bahwa mereka telah memecat seorang karyawan magang karena 'dengan sengaja mengganggu' pelatihan salah satu model kecerdasan buatan (AI) mereka.
-
Kenapa karyawan resign? 'Ini bisa menjadi alasan resign yang baik dan masuk akal terutama jika kamu merasa pergi kerja merupakan sebuah beban berat di pagi hari,' jelasnya.
-
Apa jenis program kerja yang dilakukan para mahasiswa tersebut? Tersangka EW ditangkap di Italia pada Rabu (12/6) waktu setempat. Penangkapan tersebut hasil koordinasi dengan Interpol Indonesia, Jerman dan Italia.
-
Siapa yang terkena dampak dari tindakan karyawan magang tersebut? Perusahaan menegaskan bahwa operasi komersial daring mereka, termasuk model AI bahasa besar, tidak terpengaruh oleh tindakan karyawan magang tersebut.
-
Bagaimana karyawan tersebut menjadi terkenal? Insiden ini menjadi viral di media sosial setelah seorang netizen bernama Xiiao Liingzz mengunggah video dan foto Alice Chang, yang tampaknya berasal dari akun Xiaohongshu miliknya.
"Saya meluncurkannya di sekolah. Dalam tiga minggu, separuh sekolah menggunakan aplikasi ini," kenang Kaplan.
Kaplan mengakui tak mudah membuat aplikasi ini, dia harus di-drop out dari kampusnya karena menghabiskan waktu mendesain aplikasi. Namun dia tetap fokus membangun bisnis ini. Kelebihan aplikasi ini dapat membantu mahasiswa mengetahui di mana teman-teman mereka akan berpesta, saling bertemu, belajar bersama, dan sebagainya.
Hal yang membuat para mahasiswa begitu tergila-gila dengan aplikasi ini adalah mereka tidak hanya mengunggah lalu menggunakannya. Mereka harus benar-benar menginginkannya, memperoleh ratusan hingga ribuan teman untuk mendaftar dan masuk daftar tunggu. Kemudian, Wigo akan melakukan 'unlock' untuk kampus mereka.
"Banyak orang mengatakan Wigo mirip dengan Yik Yak, namun satu-satunya kesamaan kami dengan Yik Yak adalah para mahasiswa menyukainya. Kami lebih suka menganggap (Wigo) seperti LinkedIn untuk mahasiswa yang memberi efek terbentuknya jejaring," jelas dia.
Saat ini Wigo memiliki duta di kampus-kampus, yakni mahasiswa yang merekrut temannya untuk mendaftar ke aplikasi ini sampai kampus mereka mencapai angka yang ditentukan agar dapat di-unlock. Angka yang diperlukan adalah sekitar 5 persen dari populasi kampus.
Sejak diluncurkan dan mulai beroperasi pada September silam, aplikasi ini telah diunduh di 1.200 kampus, digunakan di 73 sekolah, dan memiliki lebih dari 100.000 pengguna aktif. Kaplan mengatakan, omzet Wigo kini sudah mencapai USD 14 juta atau setara dengan Rp 182 miliar.
Wigo kini mempekerjakan lima orang pegawai berusia 19 hingga 20-an. Empat di antaranya merupakan mahasiswa drop out yang bekerja di sana.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemberian beasiswa itu bagian dari upaya BSI untuk ikut membangun kemajuan ekonomi syariah dan mengajak para mahasiswa untuk menjadi pengusaha muda.
Baca SelengkapnyaTren ini mengancam akan merusak pasokan tenaga kerja di masa depan.
Baca SelengkapnyaPengangguran turun sebesar 1,54 persen poin dibandingkan Februari 2023
Baca SelengkapnyaPanji mulai menyadari efek buruk tidak serius sekolah. Ia sulit mendapatkan pekerjaan.
Baca SelengkapnyaSejak lulus sekolah, ia memang tidak mau bekerja menjadi seorang karyawan. Ia kini berhasil menekuni profesi berdagang dengan hasil jutaan rupiah dalam sehari.
Baca SelengkapnyaSektor informal menunjukkan penurunan, dan optimisme mengenai tren pertumbuhan pekerjaan formal cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaMantan guru honorer itu memulai usahanyan benar-benar dari bawah, bahkan tanpa modal.
Baca SelengkapnyaPeningkatan pekerja informal di era gig ekonomi menimbulkan kekhawatiran di masa depan, yaitu pekerja yang kurang terampil dalam teknologi.
Baca Selengkapnya