Dirjen Pajak Jamin UU HPP Berpihak ke Masyarakat Menengah-Bawah
Merdeka.com - Direktur Jenderal Pajak (DPJ) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo mengatakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berkomitmen menjaga keberpihakan kepada masyarakat menengah-bawah.
Ada bebrapa perbaikan keberpihakan pemerintah dalam regulasi yang baru diketok pada 7 Oktober 2021 lalu ini. Antara lain, di bidang PPh, perbaikan kebijakan di antaranya melalui insentif bagi Wajib Pajak (WP) UMKM, perbaikan progresivitas tarif PPh Orang Pribadi (OP), dan perbaikan administrasi.
"UU HPP meningkatkan keberpihakan kepada WP UMKM. Hal ini dilakukan melalui pemberian insentif berupa Batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas peredaran bruto WP OP UMKM sampai Rp500 juta setahun. Artinya, WP OP UMKM yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta setahun tidak membayar PPh," tutur Suryo dikutip dari laman resmi kemenkeu.go.id, Jakarta, Kamis (4/10).
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
-
Kenapa Kemendag revisi Permendag? Terdapat beberapa evaluasi terhadap peraturan sebelumnya berdasarkan masukan dari pelaku usaha maupun kementerian dan lembaga teknis terkait. Oleh karena itu, Kemendag membuat sejumlah perubahan agar peraturan di bidang ekspor dapat lebih implementatif.
-
Apa yang menjadi NPWP baru? Direktorat Jenderal Pajak mengingatkan kembali batas akhir pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1 Juli 2024.
Suryo mengatakan, WP Badan UMKM tetap mendapatkan fasilitas diskon tarif PPh 50 persen sesuai Pasal 31E UU PPh. Dukungan perpajakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha UMKM di Indonesia.
UU HPP juga memperbaiki progresivitas tarif PPh OP. Hal ini dilakukan dengan memperlebar rentang lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) untuk tarif PPh OP terendah yaitu 5 persen dan menambah lapisan tarif PPh OP tertinggi yaitu 35 persen.
PKP OP yang dikenai tarif terendah berubah dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta. Di sisi lain, tarif PPh OP tertinggi ditujukan untuk PKP di atas Rp5 miliar.
Sementara itu, pemerintah tetap memberikan batasan PTKP bagi WP OP yang saat ini ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk OP lajang. Lalu tambahan sebesar Rp4,5 juta setahun diberikan untuk WP kawin, dan tambahan sebesar Rp4,5 juta setahun untuk setiap tanggungan dengan maksimal 3 orang.
"Dengan demikian, masyarakat dengan penghasilan sampai dengan Rp4,5 juta per bulan tetap tidak terbebani dengan PPh," kata dia.
Pengaturan Ulang
Selain itu, UU HPP memberikan pengaturan ulang perlakuan perpajakan atas pemberian natura agar sistem PPh semakin adil. Untuk pegawai atau kalangan tertentu, pemberian natura menjadi objek pajak bagi penerima. Namun di sisi lain, pemberian natura dapat menjadi biaya dalam penghitungan pajak bagi perusahaan yang memberikan.
Beberapa jenis natura tidak dikenakan pajak meliputi penyediaan makanan atau minuman bagi seluruh pegawai, pemberian natura di daerah tertentu dan penyediaan natura karena keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan. lalu ada juga aturan yang bersumber dari dana APBN atau APBD, dan natura dengan jenis dan batasan tertentu.
Selain reformasi PPh OP, UU HPP juga mengatur ulang tarif PPh Badan menjadi 22 persen. Tarif ini masih kompetitif serta kondusif dalam menjaga iklim investasi di Indonesia, khususnya apabila dibandingkan dengan tarif PPh negara lain seperti rata-rata negara ASEAN (22,17 persen ), OECD (22,81 persen), Amerika (27,16 persen), dan G20 (24,17 persen).
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kebijakan ini diusulkan pemerintahan Jokowi lewat UU HPP yang disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 7 Oktober 2021.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Mohamad Guntur Romli membongkar bukti PPN 12 persen merupakan inisiatif Jokowi.
Baca SelengkapnyaPemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto disebutnya terus menunjukkan komitmennya untuk mendukung UMKM.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus menghadapi tantangan mengamankan sektor ekonomi riil masyarakat sambil menjaga stabilitas keuangan negara.
Baca SelengkapnyaGus Yahya berharap, dengan penjelasan pemerintah tersebut maka masyarakat bisa memahami kebijakan pemerintah terkait kenaikan pajak 12 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah tetap menaikkan PPN menjadi 12 persen, demi menjaga daya beli masyarakat, pemerintah akan menanggung 1 persen untuk beberapa komoditas.
Baca SelengkapnyaKenaikan ini mencerminkan optimisme pemerintah terhadap potensi penerimaan dari sektor pajak karyawan.
Baca SelengkapnyaSelain itu, pemerintah juga mendorong Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2024.
Baca SelengkapnyaPemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan keringan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Baca SelengkapnyaPemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat.
Baca SelengkapnyaRealisasi kenaikan PPN sebesar 12 persen pun pernah diungkap oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal.
Baca SelengkapnyaPemerintah menerbitkan aturan baru tentang pengupahan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023.
Baca Selengkapnya