Dorong Pertumbuhan Kredit, Menteri Sri Mulyani Revisi PMK
Merdeka.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati berencana akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Hal ini dilakukan guna mendorong penyaluran kredit melalui program penjaminan penjaminan pemerintah. Sebab, pemerintah melihat kredit belum mengalir secara maksimal, padahal berbagai upaya relaksasi sudah dilakukan.
"Kami pun sekarang sedang akan sempurnakan lagi karena kami melihat kebutuhan industri berbeda-beda, jadi mungkin dalam waktu beberapa saat lagi kami akan melakukan revisi PMK," ujarnya dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang disiarkan lewat Youtube Kemenkeu RI, Kamis (25/3).
-
Bagaimana proses revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
-
Apa saja yang diusulkan ke Kemenpan-RB? Anas menyebut proses pengumuman sempat tertunda karena beberapa kementerian dan lembaga belum menyampaikan formasi yang diperlukan.
-
Siapa Menteri PPN saat ini? Adapun, Menteri PPN saat ini dijabat oleh Suharso Monoarfa, yang dipilih langsung oleh presiden pada tahun 2019.
-
Siapa yang mengumumkan kebijakan baru BRI? Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengungkapkan kebijakan baru ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan Perseroan kepada nasabah.
-
Bagaimana cara Bank Pemerintah mengelola keuangan negara? Bank pemerintah bertanggung jawab untuk mengelola keuangan publik, termasuk penerimaan dan pengeluaran negara. Mereka memproses transaksi keuangan pemerintah, mengelola anggaran, dan memastikan keseimbangan keuangan yang sehat.
-
Bagaimana BRI mengelola resiko di tengah pemulihan? Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko.
Bendahara Negara itu berharap lewat revisi itu maka industri bisa lebih leluasa melakukan akses kepada pembiayaan. Di sisi lain, perbankan juga berani menyalurkan pinjaman dengan suku bunga yang rasional sehingga mampu menggerakkan ekonomi.
Menurutnya, penyaluran kredit perlu didorong lantaran selama ini APBN masih menjadi instrumen dominan untuk mendorong perekonomian. "Tentu tidak bisa selamanya, harus mulai didukung oleh kegiatan masyarakat tapi tidak timbulkan risiko covid.Jadi, bisa mulai gerak melakukan konsumsi tapi tetap aman terhadap covid-19," ucapnya.
OJK Catat Kredit Bank Swasta Belum Menggeliat
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyoroti, kinerja penyaluran kredit bank asing dan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) terhadap penyaluran kredit industri yang masih minus. Seperti diketahui pertumbuhan kredit perbankan masih terkontraksi -1,92 persen (yoy) pada Januari 2021.
Dia mengatakan, penyaluran kredit untuk bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sudah positif namun bank asing dan swasta masih negatif.
"Ada beberapa catatan di sini yang kami garis bawahi, pertumbuhan kredit yang sudah positif itu Bank BUMN dan BPD. Yaitu BPD 5,6 persen dan bank BUMN sampai 1,5 persen justru bank swasta nasional dan bank asing yang kreditnya masih negatif," kata dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang disiarkan lewat Youtube Kemenkeu RI, Kamis (25/3).
Dalam paparannya, hingga Januari 2021 pertumbuhan kredit BUSN masih minus 5 persen bahkan untuk bank asing kreditnya masih minus 25 persen (yoy).
Di sisi lain OJK mencatat, kinerja kredit sektor modal kerja masih menjadi penopang pertumbuhan kredit di awal tahun 2021. "Jadi kami menaruh perhatian betul ya untuk yang swasta ini ini kenapa demikian dan ini akan kami lihat secara lebih detail bahkan debitur debiturnya kenapa," jelas Wimboh.
Meskipun begitu, Wimboh menilai permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Di mana untuk Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 24,50 persen.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Salah satunya dengan melakukan sinergi lintas kementerian/lembaga, termasuk dengan Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas.
Baca SelengkapnyaLangkah ini diharapkan dapat memberi angin segar bagi UMKM yang terdampak krisis ekonomi dan kesulitan membayar utang.
Baca SelengkapnyaRestrukturisasi anggaran itu menjadi pekerjaan rumah besar bagi K/L saat ini yang perlu diselesaikan dalam waktu singkat.
Baca SelengkapnyaMenkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Baca SelengkapnyaMelainkan hanya akan berlaku bagi UMKM yang sebelumnya pernah terdampak pandemi covid-19.
Baca SelengkapnyaDengan demikian, kebijakan tersebut akan membuat ekonomi semakin cepat pulih pascakrisis akibat pandemi.
Baca SelengkapnyaTransaksi Kartu Kredit Pemerintah di 2022 mencapai Rp753 miliar, meningkat dibanding tahun 2019 sebesar Rp243 miliar.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani kembali akan menjadi Menteri Keuangan di kabinet Prabowo.
Baca SelengkapnyaPenyusunan APBN 2025 telah dilakukan melalui konsultasi langsung dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaMenurut Gerindra, keputusan Prabowo itu sangat membantu rakyat yang terbebani akibat utang berkepanjangan dengan bank.
Baca SelengkapnyaPenetapan kriteria seperti apa yang bisa dihapus tagih dinilai paling penting untuk ditentukan agar tak menimbulkan moral hazard.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah terus memberikan support terhadap pertumbuhan kredit perbankan dan investasi.
Baca Selengkapnya