DPR sebut kampanye anti tembakau ditunggangi kepentingan asing
Merdeka.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo mengkritik kelompok anti tembakau yang secara sistemik membuat gerakan untuk mematikan industri pertembakauan nasional. Dengan dalih hasil riset, kampanye negatif kemudian dipublikasikan secara massif.
Menurut Firman, apa yang dilakukan kelompok anti tembakau yang notabene disponsori oleh dana-dana asing, sudah pada taraf meresahkan petani dan industri. "Mereka selalu negatif dan tidak mau melihat dari sisi lain," tegas Firman di Jakarta, Rabu (8/3).
Sikap tidak proporsional dan negatif itu seperti tudingan seakan perokok membebani program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga tidak boleh mendapat fasilitas JKN. Sikap itu menurutnya, membuktikan kelompok anti tembakau tidak paham undang-undang bahwa JKN bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. JKN diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Kenapa Kemendag perlu berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau? Lebih lanjut Mendag menjelaskan, Kemendag juga akan berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau agar industri tembakau melakukan program kemitraan dengan petani.
-
Siapa yang terdampak zat berbahaya rokok? Rokok telah lama dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, dan bukan tanpa alasan.
-
Mengapa merokok membahayakan sistem pernapasan? Jika Anda memiliki kebiasaan merokok maka sistem pernapasan sangat rentan akan kerusakan. Rokok mengandung ribuan bahan kimia dan jika Anda merokok, efisiensi sistem pernapasan dapat berkurang.
Peserta JKN, termasuk perokok, berhak mendapat layanan kesehatan JKN, bukan sebagai beban, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada Pasal 16.
Dalam pandangan Firman, munculnya penyakit seperti paru, stroke, impotensi, jantung, kanker, dan bronchitis disebabkan kompleksitas sistem tubuh dan kondisi antar individu unik. Artinya banyak faktor lain.
"Tembakau memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara dari cukai rokok yang hampir mencapai Rp 150 triliun per tahun. Belum lagi dari sisi pajak yang nilainya juga mencapai triliunan."
"Ada strategi menghancurkan tembakau secara sistemik. Kolaborasi ilmuwan kesehatan, LSM, media, dan elit, yang sudah tidak proporsional dengan target menghancurkan industri nasional, dan mereka bagian dari kepentingan asing," tandas Firman.
Apa yang dilakukan kelompok anti tembakau menurutnya ditunggangi kepentingan dagang dalam hal ini industri farmasi. Kalau kemudian rokok kretek mati, maka rokok asing akan mudah masuk. Industri farmasi juga memainkan isu bahaya berlebihan nikotin agar kretek dibenci untuk kemudian diganti dengan rokok putih yang sekarang dikuasai Philip Morris. Atau, diganti dengan rokok sintesis yang notabene dibuat oleh farmasi.
Belum lagi, mekanisasi yang dilakukan korporasi asing setelah masuk ke Indonesia. Pada akhirnya, kemudian membuat jutaan tenaga kerja di industri tembakau nasional menjadi pengangguran karena produksi digantikan mesin. Jika itu terjadi, negara kehilangan cukai Rp 150 triliun per tahun dan jutaan pekerja menjadi pengangguran.
"Ujungnya negara akan defisit, dan paling pahit dipaksa untuk utang , Indonesia dibuat ketergantungan," tandasnya.
Merujuk data Kementerian Perindustrian, industri rokok melibatkan tenaga kerja hingga 6,1 juta orang. Kretek juga telah menjadi sejarah dan budaya masyarakat.
"Mindset mereka sudah terbawa kepentingan transaksi, dengan dalih riset penelitian tapi memojokkan. Justru dana risetnya dari Bloomberg. Lebih ironi lagi, mereka ini tidak pernah mau ke lapangan dan melihat realitas industri dan petani," tegasnya.
Firman mengaku heran, meski industri tembakau memberi kontribusi ekonomi di tengah perlambatan ekonomi dan di tengah sulitnya mencari pekerjaan, namun ketika industri menyediakan tenaga kerja malah dihajar digebuk dengan tidak fair.
Temuan positif tembakau seperti dihasilkan Prof Sutiman Bambang Sumitro MS DSc, guru besar Universitas Brawijaya (UB) yang menemukan Divine cigarette sehingga mampu menjinakkan radikal bebas, juga tidak diendorse karena berbeda kepentingan dengan industri farmasi.
"Setiap konsumsi berlebihan, apapun itu, tidak melulu tembakau, pasti merusak. Namun, mereka tidak pernah mau tahu. Tidak ada riset bahaya asap polusi kendaraan, bahaya junk food, karena tidak ada modali, bandari, berbeda dengan tembakau. Saya mengecam jika hanya melihat tembakau dari satu sisi," tandas Firman.
Dalam setiap pengambilan keputusan terkait tembakau, kata dia, harus ada pertimbangan rasional. Suka atau tidak, industri tembakau memberi kontribusi ekonomi besar pada Indonesia. "Kalau itu dimatikan hanya karena desakan golongan anti tembakau jelas tidak fair. Tembakau bukan penyebab penyakit hingga menyebabkan kematian. Ingat, pabrik senjata juga menimbulkan kematian, kenapa tidak minta Amerika atau Rusia menutup pabrik senjata mereka."
Salah satu alasan penjajah datang karena tembakau lokal Indonesia yang kemudian dibawa ke Belanda untuk dijadikan bahan cerutu. Nah, seharusnya, tembakau sebagai karunia Tuhan di sektor pertanian dilindungi dan tidak bisa diabaikan begitu saja di tengah perlambatan ekonomi dan defisit anggaran mencapai Rp 300 triliun.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengaturan sepihak tersebut seakan hanya memandang pengaturan tembakau dari pertimbangan isu kesehatan semata.
Baca SelengkapnyaAturan ini dianggap diskriminatif terhadap produk tembakau.
Baca SelengkapnyaSejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.
Baca SelengkapnyaKebijakan kemasan rokok polos mengabaikan hak-hak hidup masyarakat yang bergantung pada industri tembakau.
Baca SelengkapnyaAndry mengungkapkan, dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun.
Baca SelengkapnyaJanoe juga memperkirakan adanya potensi penurunan yang dapat terjadi jika pembatasan dan penyempitan iklan rokok diberlakukan.
Baca SelengkapnyaUsai menuai polemik, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku akan mengkaji ulang aturan tersebut.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana melarang penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaAturan kemasan rokok polos tanpa merek menjadi polemik baru bagi perusahaan yang menjalankan usahanya secara legal.
Baca SelengkapnyaDia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan maupun industri kreatif
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaPMK dan PP 28/2024 tidak hanya mempengaruhi industri tembakau, tetapi juga berdampak besar pada mata rantai produksi dan distribusi.
Baca Selengkapnya