Ekonomi China Hingga Jepang Tertekan Imbas Kenaikan Suku Bunga The Fed
Merdeka.com - Dunia saat ini sedang mengalami ketidakpastian global yang menghantui perekonomian setiap negara. Ancaman resesi ekonomi global sudah menghantui di mana banyak negara-negara yang inflasinya sangat meningkat tajam.
Inflasi di negara-negara maju yang sebelumnya selalu single digit atau mendekati 0 persen dalam 40 tahun terakhir, sekarang melonjak mencapai double digit. Bahkan inflasi di Turki mencapai 80,2 persen dan di Argentina mencapai 78,5 persen.
Dikutip CNN, dalam sebuah laporan dari sebuah badan PBB memperingatkan bahwa tindakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuan kemudian disambut dengan kenaikan bank sentral lainnya, itu akan berisiko mendorong ekonomi global ke dalam resesi.
-
Mengapa banyak perusahaan global terancam bangkrut? Banyak tanda menunjukkan ancaman kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan global, terutama karena krisis utang dan kenaikan biaya pinjaman yang menjadi isyarat 'kiamat' baru bagi korporasi di seluruh dunia.
-
Kenapa negara-negara takut dengan bunga pinjaman? Karena begitu bunga pinjaman naik sedikit saja, beban fiskal itu akan sangat, sangat besar,' jelasnya.
-
Apa yang membuat semua negara takut? 'Pertama harga minyak, kedua masalah bunga pinjaman. Semua pada takut masalah itu,' kata Jokowi dalam sambutannya di acara Musrenbangnas di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (6/5).
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Siapa yang merasa sulit mengimbangi inflasi? Sayangnya, inflasi tinggi membuat uang yang mereka miliki saat ini seperti tidak berarti. Sekitar 67 responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka tidak mampu mengimbangi inflasi.
-
Apa yang menjadi tantangan ekonomi global bagi BRI? Tantangan Perlambatan Ekonomi Global Sejak Tahun Lalu Berbagai tantangan ketidakpastian ekonomi, seperti kondisi perekonomian yang dihantui resesi dan perlambatan ekonomi global sejak tahun lalu.
China, merupakan negara kedua dengan ekonomi terbesar di dunia, terlihat nilai tukar mata uang yuan terhadap dollar yakni USD 0,14 atau setara dengan Rp 2133,41. Ini merupakan rekor terendah bagi China dalam perdagangan internasional.
Sedangkan Jepang, yang merupakan ekonomi terbesar ketiga di dunia, juga mengalami nasib yang lebih buruk. Nilai tukar mata uang Yen telah jatuh tahun ini sebesar 26 persen, yakni penurunan terbesar di antara semua mata uang asia. Sementara di Asia Selatan, Rupee India juga merosot ke rekor terendah.
Beberapa analis keuangan khawatir akan situasi yang tidak terkendali ketika tekanan kuat pada mata uang utama Asia berlanjut itu dapat menyebabkan krisis keuangan di kawasan asia.
"Lingkungan dolar yang kuat telah menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Asia akan terpengaruh dan apakah ini akan memicu krisis keuangan lain," ujar kepala ekonom Asia Morgan Stanley Chetan Ahya, dikutip dari CNN, Kamis (6/10).
Kementerian Keuangan Jepang mengungkapkan pekan lalu bahwa mereka menghabiskan hampir USD20 miliar pada bulan September untuk memperlambat penurunan yen dalam intervensi pertama untuk menopang mata uang sejak 1998.
Bank sentral India sejauh ini telah menggunakan hampir USD75 miliar untuk mengurangi volatilitas rupee ke dolar, Menteri keuangan India Nirmala Sitharaman mengatakan pada sebuah acara pekan lalu.
Sementara China belum mengungkapkan angka apa pun, People's Bank of China memperingatkan pedagang yuan pekan lalu bahwa mereka akan kehilangan uang dalam jangka panjang jika mereka bertaruh melawan mata uang.
Pada tahun 1997 krisis ekonomi pernah dipicu di kawasan Asia yakni disebabkan oleh devaluasi mata uang Thailand yaitu baht. krisis yang terjadi menyebabkan pelarian modal besar-besaran dan turbulensi pasar saham. Kekacauan itu menyebabkan resesi mendalam di kawasan itu membuat perusahaan bangkrut dan menggulingkan pemerintah,
Namun, walaupun investor saat ini masih mengkhawatirkan hal tersebut terulang kembali di tahun ini, mereka tidak begitu panik, karena ekonomi Asia walaupun melemah namun dalam posisi yang jauh lebih baik untuk mempertahankan mata uang mereka dari pada saat itu.
Tekanan pada mata uang begitu kuat sehingga Thailand akhirnya kehabisan cadangannya untuk mempertahankan patok dolarnya. Thailand menyerahkan nilai tukar tetapnya dan mendevaluasi baht relatif terhadap dolar, memicu serangkaian devaluasi mata uang di wilayah tersebut.
Saat ini, ketika dunia menuju resesi global, beberapa faktor yang sama muncul lagi, termasuk pengetatan Fed yang agresif untuk menahan inflasi. "Lingkungan eksternal untuk Asia telah menjadi lebih menantang dalam konteks tantangan inflasi yang meluas dan laju pengetatan moneter yang hampir sinkron dan tajam," kata analis Morgan Stanley.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tiga negara besar yakni Amerika Serikat, China dan Eropa dalam situasi mengendalikan dan mengelola ekonomi yang tidak mudah.
Baca SelengkapnyaEkonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.
Baca SelengkapnyaTekanan yang dialami negara-negara maju itu dipengaruhi kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi yang terjadi di berbagai negara.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mengatakan perekonomian global masih melemah saat ini
Baca SelengkapnyaPadahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaRamalan IMF menyebut kondisi ekonomi dunia masih terpuruk.
Baca SelengkapnyaEkonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melambat di semester II-2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.
Baca SelengkapnyaBI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 tetap sebesar 2,7 persen (yoy), yang disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan.
Baca SelengkapnyaBank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan IMF karena kekhawatiran meningkat menjelang kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dalam Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaRupiah diprediksi akan terus melemah hingga beberapa bulan ke depan
Baca Selengkapnya