Ekspor menurun, pemerintah Jokowi waspadai pergerakan neraca perdagangan
Merdeka.com - Pemerintah Jokowi-JK terus mewaspadai pergerakan neraca perdagangan Indonesia. Penyebabnya, kinerja ekspor terus mengalami penurunan sebagai dampak dari kondisi ekonomi global.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, salah satu komoditas yang tengah menurun ekspornya yaitu minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Yang perlu diwaspadai neraca perdagangan, kalau defisit transaksi berjalan sudah biasa. Akibat volume perdagangan menurun, ekspor kita menurun meski. Contohnya ekspor CPO, sampai Juli mengalami penurunan, padahal itu sumber (ekspor) utama kita," ujar dia dalam Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (10/9).
-
Apa itu Minyak Inti Sawit? Minyak inti sawit atau yang juga dikenal dengan sebutan palm kernel oil adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji (inti) buah kelapa sawit (Elaeis guineensis).
-
Bagaimana kelapa sawit menjadi komoditas ekspor? Pada 1919, komoditas kelapa sawit telah diekspor melalui perkebunan yang berada di pesisir Timur Sumatra.
-
Kenapa kelapa sawit penting untuk perekonomian Indonesia? Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang penting untuk perekonomian Indonesia dan juga memiliki banyak kegunaan praktis dan kesehatan.
-
Apa yang Kemendag lepas ekspornya? Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi melepas ekspor kosmetik dari Sidoarjo ke Malaysia senilai 7 juta Ringgit Malaysia (RM) atau lebih dari Rp20 miliar, pada Senin.
-
Siapa yang membawa kelapa sawit ke Indonesia? Tanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.
-
Dimana Minyak Inti Sawit digunakan? Minyak inti sawit banyak digunakan dalam industri makanan untuk pembuatan margarin, cokelat, dan berbagai produk olahan lainnya.
Di waktu bersamaan, impor justru mengalami kenaikan. Namun demikian, dia menyatakan kenaikan impor tersebut merupakan konsekuensi ekonomi yang terus tumbuh.
"Memang betul kalau pertumbuhan ekonomi tinggi akan mendorong impor tinggi. Tapi karena ekonomi global penuh ketidakpastian, ini mempengaruhi ke kita. Ini mengakibatkan nilai tukar kita mengalami tekanan," kata dia.
Meski demikian, Iskandar tetap mengajak masyarakat untuk tetap optimis terhadap ekonomi Indonesia. Dengan demikian, investor akan lebih percaya terhadap ekonomi Indonesia sehingga banyak modal yang masuk ke dalam negeri.
"Ini karena Amerika Seikat (AS) menaikkan suku bunga, maka dana balik ke AS dan mata uang negara lain juga mengalami pelemahan. Tapi investasi tetap kita dorong dengan memberikan insentif fiskal," tandas dia.
Reporter: Septian Deny
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja industri kelapa sawit di Indonesia tak sebaik dari tahun kemarin.
Baca SelengkapnyaMeskipun terjaga positif selama 38 bulan beruntun, Sri Mulyani melihat tren ekspor dan impor mulai terjadi pelemahan.
Baca SelengkapnyaRencana penyetopan ekspor CPO dan produk turunannya dikarenakan polemik yang tak kunjung usai antara Indonesia dan Uni Eropa.
Baca SelengkapnyaKetidakpastian global memberikan pengaruh terhadap industri sawit di Indonesia.
Baca SelengkapnyaJokowi minta semua menteri mencari tahu penyebab PMI Indonesia terkontraksi setelah 34 bulan berturut-turut mengalami trens ekspansi.
Baca SelengkapnyaPMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi atau berada di zona negatif.
Baca SelengkapnyaImplementasi B50 peluang baik bagi Indonesia, namun memiliki konsekuensi ekonomi yang juga besar.
Baca SelengkapnyaPenurunan impor non migas disebabkan oleh beberapa komoditas, di antaranya, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya
Baca SelengkapnyaTren harga sejumlah komoditas di pasar internasional mengalami kemerosotan.
Baca SelengkapnyaSelain Bursa CPO, akan ada komoditas lain untuk masuk ke perdagangan di antaranya, nikel, kakao, karet hingga kopi.
Baca SelengkapnyaKinerja ekspor Juni 2023 anjlok, hanya Rp302,33 triliun.
Baca SelengkapnyaKejadian serupa juga terjadi pada tahun 1970 dan 1980, saat komoditas yang dimiliki banyak oleh Indonesia tidak memberikan nilai tambah bagi penerimaan negara.
Baca Selengkapnya