Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Fenomena di Tengah Pandemi, Masyarakat Simpan Ratusan Juta Hingga Borong Emas

Fenomena di Tengah Pandemi, Masyarakat Simpan Ratusan Juta Hingga Borong Emas pertumbuhan ekonomi. ©2019 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Ekonomi Indonesia kini di ambang resesi. Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 tercatat (minus) -5,32 persen secara tahunan atau year on year. Jika pertumbuhan ekonomi kembali minus pada kuartal III-2020, maka ekonomi Indonesia resmi masuk jurang resesi.

Pemerintah melakukan berbagai cara untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan meningkatkan konsumsi rumah tangga melalui penyaluran bantuan dan kredit murah. Tak hanya itu, pemerintah bahkan akan memberi subsidi gaji sebesar Rp600.000 tiap bulan selama 4 bulan ke pekerja dengan gaji di bawah Rp5 juta. Harapannya, daya beli kembali naik dan konsumsi mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Konsumsi rumah tangga selama ini memang menjadi andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun karena pandemi corona, konsumsi rumah tangga anjlok parah. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga terpukul cukup dalam hingga negatif atau minus 6,51 persen dibandingkan kuartal I-2020 atau 5,51 persen dibandingkan kuartal II 2019.

Orang lain juga bertanya?

Selama pandemi, hanya tiga sektor usaha yang mampu tumbuh di kuartal II-2020 dibandingkan kuartal I 2020, yakni pertanian sebesar 16,24 persen, informasi dan komunikasi sebesar 3,44 persen, dan pengadaan air sebesar 1,28 persen. Sementara sektor lainnya terkontraksi, dengan kontraksi paling dalam pada sektor transportasi dan pergudangan sebesar 29,22 persen, serta akomodasi dan pergudangan sebesar 22,31 persen.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa menyebut, daya beli masyarakat hilang sebesar Rp362 triliun akibat adanya pandemi Covid-19. Menurutnya, kondisi itu memberikan efek kejut luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Menurutnya, penurunan daya beli sudah terlihat sejak wabah atau virus ini masuk di Indonesia atau pada Maret 2020. Kebijakan ini membuat daya beli masyarakat turun sehingga perekonomian di kuartal I-2020 hanya mencapai 2,97 persen.

"Jadi bahwa pandemi ini akibatkan dari tanggal 30 Maret - 6 Juni, kurang lebih 10 minggu hitungan kami hilang jam kerja luar biasa, ini juga menghilangkan daya beli Rp362 triliun," ujarnya di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (22/6).

Suharso mengatakan hilangnya daya beli ini juga terjadi akibat tidak adanya perputaran ekonomi antara penjual dan pembeli di lapangan. Kondisi tersebut juga berakibat fatal terhadap penghasilan sektor UMKM yang turun secara drastis selama pandemi.

Tak hanya itu pembatasan sosial juga mengakibatkan tingkat produksi pabrik-pabrik industri manufaktur turun drastis. Di mana saat ini, tercatat tingkat utilisasi manufaktur hanya tinggal 30 persen. Kondisi itu, membuat pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung terutama daya beli masyarakat, agar UMKm dan sektor manufaktur bisa kembali berjalan.

"Kita tentu enggak akan biarkan kontraksi ini sepanjang tahun, makanya banyak hal yang kita lakukan. Pemerintah melalui Sosial Safety Net (SSN) berikan bantuan agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan kontraksi ekonomi di triwulan II bisa dijaga. Ini adalah pekerjaan rumah kita dalam rangka pemulihan ekonomi tahun 2021," jelasnya.

Masyarakat Kelas Menengah Atas Lebih Pilih Menabung

Turunnya konsumsi rumah tangga nyata adanya. Mantan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan, masyarakat berpenghasilan menengah ke atas lebih suka menyimpan dana dari pada belanja selama pandemi virus corona. Padahal belanja diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Masyarakat menengah ke atas masih pelit belanja, dia hanya belanja seperlunya baik karena takut keluar dari rumah atau hal lain. Bahan pokok dibelanjakan cukup. Menengah ke atas cukup membatasi mereka juga menjaga cadangan keuangannya," ujarnya, Kamis (13/8).

Enggar mengatakan, kecenderungan menyimpan dana tersebut terlihat dari peningkatan simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan. Beberapa bank mencatat terjadi pertumbuhan positif pada DPK selama pandemi Virus Corona.

"Ini tercermin peningkatan dana pihak ketiga yang tumbuh secara positif di perbankan karena mereka berpikir lebih baik menyimpan dana yang dimiliki ke sana," paparnya.

Selain itu, peningkatan simpanan juga terlihat dari kenaikan harga emas dalam beberapa waktu terakhir. Pemilik dana cenderung menyimpan emas untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Emas juga dianggap sebagai simpanan yang tahan banting dalam segala kondisi.

"Bagaimana peningkatan harga emas. Emas ini adalah investasi cadangan likuid dan terjamin. Harusnya property lebih bagus tapi ternyata lebih memegang emas. Kemudian didorong lagi dengan hal-hal spekulatif, begitu emas meningkat harganya berspekulasi makanya penjualan online emas meningkat tajam," kata Enggar.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah membuat suatu kajian dan kebijakan bagaimana agar masyarakat mau membelanjakan uangnya. Dengan demikian akan terjadi perputaran uang di masyarakat."Ini PR bagaimana mendorong masyarakat mengeluarkan uang," katanya.

Deposito di Atas Rp200 Juta Meningkat

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, simpanan deposito di atas Rp200 juta meningkat selama pandemi Virus Corona. Hal tersebut menandakan masyarakat menahan diri belanja dalam beberapa bulan terakhir.

"Mereka yang mempunyai deposito di atas Rp200 juta sebagian meningkatkan depositonya, tetapi tidak membelanjakannya," ujar Menko Airlangga dalam pembukaan Rakornas Apindo, Jakarta, Rabu (12/8).

Dia mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan sejumlah stimulus agar pemilik dana mau membelanjakan uangnya. Dengan demikian, roda perekonomian diharapkan bisa bergerak kembali. "Ini pemerintah sedang mendorong stimulan agar masyarakat mulai membelanjakan uangnya," katanya.

Mantan Menteri Perindustrian tersebut, meminta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) turut serta memberikan kontribusi gagasan untuk mendorong belanja masyarakat. Terutama untuk sektor perhotelan dan restoran.

"Proyeksi 2021 berbagai institusi memprediksi Indonesia berada dalam jalur hijau. Ini memerlukan dukungan dari Apindo karena dari data yang ada masalah salah satunya adalah dari segi demand side," paparnya.

Pilkada Serentak dan Gaji ke-13 PNS Jadi Andalan

Mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, penyelenggaraan pilkada serentak tahun ini dan penyaluran gaji ke-13 PNS menjadi harapan untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Untuk pilkada serentak, meskipun tidak seramai biasanya tetapi diprediksi tetap akan ada permintaan untuk berbagai jenis atribut kampanye.

"Kebetulan di 2020 ini ada pilkada serentak yang cukup banyak sehingga ini uang beredar ini membantu untuk belanja. Karena mau bicara apapun apakah itu money politik atau apapun tapi nyablon atau kegiatan yang dibatasi masih berjalan," ujar Enggar, Jakarta, Kamis (13/8).

Sementara itu, penyaluran gaji ke-13 kepada PNS, TNI/Polri pada bulan ini juga akan mendongkrak daya beli masyarakat. Paling tidak, para penerima insentif tambahan tersebut akan mengalokasikan uangnya minimal untuk membeli bahan pokok.

"Kalau bicara apa yang dibeli pasti bahan pokok apalagi kita bersyukur gaji ke-13 bulan Agustus disalurkan dan ditambah BLT itu diberikan. Meski ini masih menyisakan beberapa masalah sebenarnya masalah data, ketepatan dan berbagai hal lainnya. Dan itu yang akan terjadi bahan pokok akan menjadi andalan," paparnya.

Enggar menambahkan, pada masa sekarang ini sangat sulit untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi di luar peningkatan konsumsi. Sebab, dua sisi lainnya seperti ekspor dan investasi masih lesu akibat pandemi Virus Corona.

"Persoalannya adalah investasi yang besar besar itu sulit sekali, hampir tidak mungkin, atau kecil sekali mereka yang mau masuk. Kalau toh mau masuk case by case yang harus dituntun dan digarap. Dengan hubungan khusus dan berbagai hal lainnya," jelasnya.

"Kedua mendorong ekspor, pasar kecil sekali karena dunia semua mengalami. Tapi apakah sama sekali tidak ada peluang oleh ekspor? Ada. Beberapa komoditi unggulan kita berdasarkan SDA, CPO, andalannya hanya itu ditambah hal-hal khusus, ditambah dengan pola semacam barter," tandasnya. (mdk/idr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ekonomi Kuartal III-2023 Turun, Masyarakat Lebih Banyak Bayar Cicilan Dibanding Belanja
Ekonomi Kuartal III-2023 Turun, Masyarakat Lebih Banyak Bayar Cicilan Dibanding Belanja

Indef menilai, ada perubahan pola konsumsi masyarakat yang mempengaruhi ekonomi.

Baca Selengkapnya
Ada Fenomena ‘Makan Tabungan’ di Masyarakat, Ini Penjelasan dan Faktor Penyebabnya
Ada Fenomena ‘Makan Tabungan’ di Masyarakat, Ini Penjelasan dan Faktor Penyebabnya

Tekanan yang dihadapi masyarakat kelas menengah juga tercermin dari indikator penduduk berdasarkan golongan pendapatan.

Baca Selengkapnya
Wajib Dicoba, Sederet Cara Pemerintah Atasi Penurunan Kelas Menengah
Wajib Dicoba, Sederet Cara Pemerintah Atasi Penurunan Kelas Menengah

Dia menilai, saat ini, inflasi pangan masih terlampau tinggi yang berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah.

Baca Selengkapnya
Sederet Bukti dan Fakta Jumlah Kelas Menengah Turun
Sederet Bukti dan Fakta Jumlah Kelas Menengah Turun

Jumlah kelas menengah ini turun menjadi kelompok menuju ke kelas menengah

Baca Selengkapnya
Kelas Menengah RI Turun, Jokowi: Imbas Pandemi Covid-19
Kelas Menengah RI Turun, Jokowi: Imbas Pandemi Covid-19

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.

Baca Selengkapnya
Airlangga Ungkap Rahasia Ekonomi RI Kuartal II-2023 Tumbuh di Atas 5 Persen
Airlangga Ungkap Rahasia Ekonomi RI Kuartal II-2023 Tumbuh di Atas 5 Persen

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.

Baca Selengkapnya
Jokowi Rajin Bagi-Bagi Bansos, Tapi Ekonomi Indoensia Diramal Hanya Tumbuh 5,04 Persen Sepanjang 2023
Jokowi Rajin Bagi-Bagi Bansos, Tapi Ekonomi Indoensia Diramal Hanya Tumbuh 5,04 Persen Sepanjang 2023

Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).

Baca Selengkapnya
Kelas Menengah Banyak yang Turun Kasta, Pemerintah Wajib Waspada
Kelas Menengah Banyak yang Turun Kasta, Pemerintah Wajib Waspada

Kebijakan pemerintah membuat daya beli masyarakat semakin amburadul.

Baca Selengkapnya
Tren Deflasi Berakhir, BPS Catat Terjadi Inflasi 1,71 Persen di Oktober 2024
Tren Deflasi Berakhir, BPS Catat Terjadi Inflasi 1,71 Persen di Oktober 2024

Inflasi pada Oktober 2024 mengakhiri tren deflasi yang terjadi sejak Mei 2024 hingga September 2024.

Baca Selengkapnya
Untung Rugi Indonesia Alami Deflasi 4 Bulan Berturut-turut
Untung Rugi Indonesia Alami Deflasi 4 Bulan Berturut-turut

Deflasi berturut-turut terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS mencatat deflasi 0,03 persen.

Baca Selengkapnya
Wamenkeu Thomas: Fenomena Penurunan Kelas Menengah Jadi PR Baru Prabowo
Wamenkeu Thomas: Fenomena Penurunan Kelas Menengah Jadi PR Baru Prabowo

Thomas mengakui, fenomena penurunan kelas menengah ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya
Warning Buat Gen Z & Milenial Diprediksi Makin Miskin Dibanding Generasi Sebelumnya Gara-Gara Jebakan 'Doom Spending'
Warning Buat Gen Z & Milenial Diprediksi Makin Miskin Dibanding Generasi Sebelumnya Gara-Gara Jebakan 'Doom Spending'

Generasi milenial dan Gen Z diprediksi justru bisa semakin miskin daripada generasi sebelumnya. Ini alasannya.

Baca Selengkapnya