Ganggu pasar modal, suku bunga BI dikhawatirkan naik lagi
Merdeka.com - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengaku khawatir bahwa suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) dapat naik kembali. Menurutnya, hal itu mengganggu proyek pemerintah serta pasar modal di Indonesia.
"Musuh terbesar di pasar modal ya memang tingkat suku bunga dan kenaikan suku bunga ini mau tidak mau cukup mengganggu," tutur dia di Bank Indonesia, Jakarta (22/6).
Dia menambahkan, dari pihak otoritas sendiri mengharapkan agar kenaikan suku bunga ini dapat terus ditekan atau tidak mengalami kenaikan secara konsisten. "Evaluasinya adalah memang kalau bursa ditanya kalau bisa ya suku bunga jangan naik, itu saja," imbuhnya.
-
Kenapa BRI menargetkan harga sahamnya naik? 'Target harga kami mengasumsikan tingkat bebas risiko sebesar 7,25% (tidak berubah), tanggal batas akhir September 2024 (mulai Maret 2024), RoE berkelanjutan sebesar 20,5% (tidak berubah), dan pertumbuhan berkelanjutan sebesar 9% (tidak berubah). Pada target harga kami, saham akan diperdagangkan pada 3,0x PB 2024,' jelas PT UBS Sekuritas Indonesia.
-
Mengapa saham BRI diproyeksikan terus naik? Kinerja positif dan berkelanjutan terus ditunjukkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Hal ini bisa dilihat di sepanjang semester I 2023 yang dinilai analis pasar modal akan menjadi katalis utama dalam pertumbuhan bank dengan portofolio kredit ESG terbesar di Indonesia.
-
Kenapa kebutuhan uang Bank Indonesia meningkat? 'Jumlah tersebut meningkat 12,5 persen, jika dibandingkan dengan kebutuhan uang dalam periode yang sama menjelang nataru di akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,4 triliun rupiah,' kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12).
-
Mengapa target harga saham BBRI tinggi? Dalam konsensus tersebut target harga untuk saham BBRI untuk 12 bulan depan masih tinggi di angka Rp6.653.
-
Bagaimana BRI menjaga likuiditas di tengah kenaikan BI Rate? 'Saat ini kami tidak memiliki isu likuiditas karena masih longgar. Kami akan terus mempertahankan likuiditas tersebut secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit double digit,' tambahnya.
-
Kenapa negara-negara takut dengan bunga pinjaman? Karena begitu bunga pinjaman naik sedikit saja, beban fiskal itu akan sangat, sangat besar,' jelasnya.
Menurut Tito salah satu dampak kenaikan suku bunga ini nantinya akan memperlambat rencana pemerintah dalam menggenjot sarana infrastruktur. Ini disebabkan pihak perbankan dan pasar modal cenderung sulit untuk memberikan pinjaman.
"Karena kenaikan suku bunga, kalau bisa memang priority-nya adalah kita ini perlu dana infrastruktur untuk membangun. Faktanya perbankan tahun lalu Rp 240 Triliun, sedangkan pasar modal Rp 802 triliun," ujarnya.
Meski begitu, dia sepenuhnya menyerahkan kebijakan tersebut pada pemerintah selaku pemegang otoritas.
"Kalau tingkat suku bunga naik bank juga susah pinjamin duit, pasar modal juga susah. Mungkin ada satu trade off yg benar sehingga walaupun bank LDR-nya (loan to deposit ratio) tinggi, pasar modal tetap bisa memiliki raising dana. Satu trade off yang benar, pada tingkat suku bunga tepat, dan itu saya lepaskan kepada otoritas pemerintah," tandas dia.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 30 Mei 2018 menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps juga menjadi 5,50 persen.
Kebijakan ini, dinyatakan Bank Indonesia sebagai bagian senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah.
Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang. "Kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, Selasa (19/6).
Reporter: Bawono Yadika
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaSelain daya beli masyarakat, masih ada tiga tantangan yang akan dihadapi usai kenaikan suku bunga acuan.
Baca SelengkapnyaPenurunan suku bunga AS umumnya digunakan untuk merangsang ekonomi ketika ada ancaman resesi.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga oleh BI akan memberikan sederet dampak rambatan terhadap pelaku usaha ritel.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia melihat inflasi di Amerika Serikat mendekati inflasi jangka menengah.
Baca SelengkapnyaKebijakan suku bunga BI akan terus mempertimbangkan sejumlah faktor, terutama pergerakan nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaTigor mengingatkan penting juga untuk waspada. Sebab, perekonomian global masih dihadapkan dengan ketidakpastian.
Baca SelengkapnyaDirut BRI tegaskan bankir perlu memiliki risk awareness yang baik dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Baca SelengkapnyaMenaikkan suku bunga tinggi pun tidak cukup membantu pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaRupiah diprediksi akan terus melemah hingga beberapa bulan ke depan
Baca SelengkapnyaSektor properi didorong pelonggaran rasio LTV/FTV Kredit/Pembiayaan Properti menjadi maksimal 100 persen untuk semua jenis properti.
Baca Selengkapnya