Gizi buruk masih mewabah, paradigma ketahanan pangan kudu diubah
Merdeka.com - Pemerintah dinilai perlu mengubah paradigma ketahanan pangan yang sudah digenggam menahun. Sebab, paradigma lama hanya fokus pada swasembada beras ternyata tak berhasil menekan jumlah penderita gizi buruk di Tanah Air.
"Kita lihat hambatan ketahanan pangan ada pada masalah distribusi dan daya beli. Capaian ketahanan pangan selama ini belum berdampak pada kondisi ketahanan jasmani masyarakat," kata Peneliti Utama Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Kementerian Pertanian Achmad Suryana dalam seminar "Refleksi 12 Tahun Ketahanan Pangan Indonesia", Jakarta, Kamis (2/10).
Menurut Achmad, pemerintah berhasil menggenjot produksi beras mengimbangi pertumbuhan jumlah penduduk. Sayang, keberhasilan itu tak menular ke produksi tanaman pangan lainnya.
-
Kenapa Kementan fokus pada swasembada beras? 'Kondisi dunia sekarang sedang menghadapi krisis pangan. Bahkan sudah ada negara yang kelaparan dan beberapa negera menyetop ekspor karena perubahan cuaca. Jadi mau tidak mau kita harus menuju swasembada dan harus berdiri di kaki sendiri.
-
Kenapa beras jadi langka? 'Satgas berdalih salah satu penyebab beras gagal panen imbas cuaca tidak menentu di beberapa daerah. Namun begitu, ketersediaan beras saat ini terbilang masih aman meski harganya mengalami perbedaan sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).'
-
Kenapa Kementan fokus pada beras? “Lahan itu akan kita sentuh dengan teknologi untuk selanjutnya bisa menjadi lumbung bagi Sumatera Selatan,“ kata SYL. Secara nasional, kata SYL, kondisi pangan Indonesia berdasarkan neraca yang ada berada pada posisi aman.
-
Apa yang dilakukan Kementan untuk swasembada pangan? Kapolri mengaku optimis langkah tersebut dapat terealisasi mengingat Amran merupakan pakar yang mengerti dan tahu cara mewujudkannya.
-
Apa target Kementan terkait beras? Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan kebutuhan beras pada bulan Maret, April dan Mei mendatang dalam kondisi aman.
-
Kenapa konsumsi beras di Indonesia turun? Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengatakan jika diselisik lebih jauh, data konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia mengalami penurunan.
"Tapi keberhasilan di padi tidak tertolong dengan penaikan produksi tanaman pangan sekunder, kecuali jagung," ujarnya.
Achmad mengungkapkan data historis yang menunjukkan kesuksesan pemerintah meningkatkan produksi beras. Dimulai pada masa kolonial Belanda, tepatnya1931, produksi beras nasional 3,5 juta ton. Itu mencakup ketersediaan beras 58,4 kilogram per kapita.
Pada Orde Lama, kecukupan beras naik menjadi 12 kilogram per kapita ketika penduduk sudah berjumlah 77 juta jiwa. Pemerintah Orde Baru melanjutkan keberhasilan dengan meningkatkan kecukupan beras menjadi sebesar 164 kilogram per kapita.
Belum selesai sampai disitu. Ketersedian beras terus melonjak hingga mencapai 285 kilogram per kapita dalam 12 tahun terakhir pascareformasi.
Kecuali jagung, fenomena peningkatan produksi tak terjadi pada komoditas pangan pokok lain. Dalam 12 tahun terakhir, produksi jagung meningkat dari 9,6 juta ton menjadi 18 juta ton.
"Tapi kita lihat kedelai anjlok menjadi 3,1 kilogram per kapita, produksi cuma 780 ribu ton. Demikian pula ubi tanah dan ubi kayu," ungkap Achmad.
Dampaknya, program ketahanan pangan yang dicanangkan sejak 2002 tidak menghasilkan perbaikan gizi masyarakat. Data 2011-2013 menunjukkan jumlah penderita gizi buruk dan kurang gizi masih di level 5 persen dan 11,9 persen.
Kemudian, 35 persen anak di bawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Rendahnya kualitas gizi masyarakat pada gilirannya bakal menyulitkan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan.
Staf Ahli Menteri Pertanian Pantjar Simatupang menambahkan, total surplus beras 2011-2013 mencapai 26 juta ton. Namun, itu tak berhasil mengurangi jumlah penderita gizi buruk.
"Kita terperangkap paradoks. Melimpah, tapi ada kelaparan tersembunyi, konsumsi energi dan protein tidak mencukupi," cetusnya.
Untuk itu, perlu ada perubahan paradigma ketahanan pangan. pemerintah harus memikirkan diversifikasi dan kemudahan akses pangan.
"Agendanya bagaimana kita fokus membuka akses pangan kepada yang berhak dan produksi bisa berimbang," kata Pantjar. (mdk/yud)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Salah satu tantangan paling mendesak bagi produksi beras adalah perubahan iklim
Baca SelengkapnyaApakah Indonesia termasuk yang dilanda kerawanan pangan?
Baca SelengkapnyaFood estate sejatinya bukan program baru yang dilakukan pemerintah untuk menjamin ketahan pangan.
Baca SelengkapnyaDaud juga mengingatkan bahwa 7-16 persen penduduk Indonesia masih rentan terhadap masalah kelaparan, meski sudah ada penurunan.
Baca SelengkapnyaAtas situasi tersebut, Badan Pangan Nasional telah meminta Bulog untuk terus menerus melakukan optimalisasi serapan produksi dalam negeri selama 2 bulan ini.
Baca SelengkapnyaOpsi itu digaungkan Bapanas merespons data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut 30% total pangan terbuang.
Baca SelengkapnyaAncaman masalah ganda nutrisi bisa dialami Indonesia akibat stunting di anak dan obesitas di orang dewasa.
Baca SelengkapnyaBerbagai faktor memperburuk jumlah produksi beras Indonesia yang selalu turun.
Baca SelengkapnyaMasalah kekurangan gizi termasuk salah satu masalah atau penyakit besar di Indonesia, disamping beberapa penyakit lainnya.
Baca SelengkapnyaMasalah malnutrisi masih mengancam masa depan Indonesia. Penting untuk mengetahui cara pencegahan dan penanganannya.
Baca SelengkapnyaDirektur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku belum bisa menurunkannya karena ada tiga faktor besar yang membuat harga beras mahal.
Baca SelengkapnyaJumlah panen raya saat ini sangat melimpah, namun karena cuaca yang tidak mendukung menyebabkan waktu panen yang singkat.
Baca Selengkapnya