Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Harga 4 Komoditas Ini Diprediksi Bakal Melambpertung Hingga Akhir Tahun

Harga 4 Komoditas Ini Diprediksi Bakal Melambpertung Hingga Akhir Tahun baja. shutterstock

Merdeka.com - Tren harga komoditas dunia menunjukkan pemulihan sejak semester II-2020 di tengah berakhirnya karantina wilayah (lockdown) fase awal oleh sejumlah negara akibat pandemi Covid-19. DBS Bank Ltd., (Bank DBS) memperkirakan kenaikan harga dan inflasi komoditas akan terus berlanjut di tahun 2021 dan memengaruhi margin produsen sektor hulu maupun industri hilir.

DBS Group Research dalam laporan Regional Industry Focus bertajuk Commodity Inflation Analysis memaparkan, sebagian besar komoditas seperti, logam, energi, dan pertanian mengalami masa sulit pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini mengakibatkan penurunan aktivitas perekonomian.

Meski begitu, tanda-tanda pemulihan dan kenaikan tajam mulai terlihat sejak akhir 2020 dan diperkirakan terus berlanjut hingga 2021. Bank DBS mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi penguatan ini, seperti pemulihan global yang sedang berlangsung sehingga mendorong naiknya permintaan komoditas secara tajam dan kembali pada kondisi sebelum Covid-19.

Peningkatan permintaan ini terutama dipicu oleh pemulihan awal ekonomi China dan rencana belanja infrastruktur Amerika Serikat (AS). Kemudian, kebijakan moneter ekspansif dan stimulus fiskal oleh pemerintah di seluruh dunia, khususnya AS sehingga mendorong ekspektasi inflasi dan pelemahan dolar.

Faktor lain yang menyebabkan lonjakan harga yaitu adanya hambatan rantai pasok komoditas tertentu seiring pembatasan mobilitas selama pandemi Covid-19 serta cuaca ekstrem di wilayah tertentu.

"Meskipun ada moderasi harga komoditas pada paruh kedua 2021 setelah kenaikan akhir-akhir ini, harga rata-rata komoditas pada 2021 akan lebih tinggi dibandingkan 2020," tulis DBS Group Research dalam laporannya ditulis Senin (13/9).

Tingginya harga komoditas, diperkirakan bakal menguntungkan produsen komoditas hulu. Sementara sektor hilir, prospek margin mungkin tidak seburuk yang diperkirakan, karena dengan permintaan yang lebih tinggi pada produk akhir, sebagian biaya produksi bahan baku ini dapat dialihkan ke pelanggan.

"Industri hilir kami percaya sektor penerbangan, konstruksi, semen, kilang akan sulit meneruskan kenaikan biaya. Sementara sektor otomotif, perangkat keras teknologi, galangan kapal, konsumsi makanan minuman (Food & Beverage) akan lebih mengelola margin di tengah meningkatnya permintaan konsumen akhir," tulis laporan tersebut.

Bank DBS memberikan pandangan mengenai beberapa komoditas yang akan mengalami pergerakan signifikan di tahun 2021 ini. Di antaranya sebagai berikut:

1. Baja

Harga patokan HRC (Hot Rolled Coil) dunia dan Tiongkok (tidak termasuk PPN) masing-masing naik 59 persen dan 35 persen menjadi USD 1.069/ton dan USD 785/ton pada awal tahun hingga 19 Mei 2021. Harga baja akan terus didukung oleh kenaikan permintaan baja global sebesar 6,2 persen pada tahun ini yang terdorong oleh Rancangan Undang-undang (RUU) infrastruktur AS dan pemulihan ekonomi.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah Tiongkok dapat menyebabkan persaingan pasokan di pasar menjadi lebih ketat. "Kami perkirakan harga baja akan melemah di semester kedua 2021 di mana bijih besi harganya akan turun karena peningkatan pasokan dari pertambangan. Rata-rata harga patokan HRC dunia dan harga HRC domestik Tiongkok masih diproyeksikan naik 47 persen dan 37 persen secara tahunan (year on year) pada 2021," tulis analis DBS Group Research, Lee Eun Young dalam laporannya.

Baja dan aluminium merupakan komponen utama pembuatan kendaraan. Selain baja, pabrikan (Original Equipment Manufacturer/OEM) kendaraan akhir-akhir ini banyak menggunakan aluminium dalam produksi kendaraan guna mengurangi berat kendaraan sekaligus menurunkan emisi CO2.

Bahan baku baja diperkirakan menyumbang sekitar 75 persen terhadap total biaya produksi kendaraan. Oleh sebab itu, Bank DBS percaya OEM mobil mungkin tidak dapat meneruskan kenaikan biaya produksi secara penuh kepada konsumen.

2. Tembaga

Harga tembaga meningkat 28 persen menjadi USD10.115/ton per 19 Mei 2021 atau meningkat lebih dari dua kali lipat dari titik terendahnya di level USD4.618/ton pada 23 Maret 2020. Pasar tembaga diperkirakan tetap defisit 248 ribu ton dan 206 ribu ton pada tahun 2021 dan 2022. Angka ini menyusut dari defisit 2020 sebesar 420 ribu ton.

Bank DBS memperkirakan harga tembaga akan melemah di semester kedua tahun ini akibat peningkatan produksi untuk proyek-proyek baru dengan banyak kapasitas peleburan di Tiongkok dan memperlambat spekulasi investasi karena tingkat bunga yang lebih tinggi. Dengan begitu, harga tembaga rata-rata diperkirakan naik 26,2 persen secara tahunan (year on year) di level USD7.800/ton pada tahun 2021 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

3. Minyak

Pemulihan tajam permintaan minyak global pasca pembatasan mobilitas yang dikombinasikan dengan pemangkasan produksi OPEC, menyebabkan ketatnya pasar di awal tahun. Persediaan minyak global pun menyusut hingga di bawah tingkat rata-rata. Bank DBS memperkirakan harga rata-rata minyak mentah Brent akan tetap meningkat di rentang USD 65-70/bbl hingga 2022, seiring pemulihan permintaan menuju ke level sebelum pandemi Covid-19.

 

4. CPO

Harga minyak sawit mentah (CPO) Malaysia naik 250 persen dari titik terendah pada saat pandemi Maret 2020 dan saat ini menyentuh level tertinggi di level RM4.500 per metrik ton (MT). Harga tinggi ini kemungkinan bisa bertahan sementara waktu dengan pasokan dan permintaan yang ketat.

Harga minyak kedelai dan minyak nabati lainnya juga membuat harga CPO menguat. Meskipun terjadi reli, harga CPO masih USD300 per ton di bawah minyak kedelai. "Asumsi kami harga CPO 2021 berada di USD617 per MT," ujar analis DBS Group Research.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Harga Batu Bara Diprediksi Tetap Loyo di 2024, Ini Faktor Pemicunya
Harga Batu Bara Diprediksi Tetap Loyo di 2024, Ini Faktor Pemicunya

Program transisi energi sepertinya baru akan terasa dampaknya setelah 2025.

Baca Selengkapnya
BPS Bantah Deflasi 4 Bulan Berturut-turut Bukan Akibat Daya Beli Kelas Menengah Lemah
BPS Bantah Deflasi 4 Bulan Berturut-turut Bukan Akibat Daya Beli Kelas Menengah Lemah

Dalam catatan BPS, pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia Indonesia mengalami pernah deflasi selama 7 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen

Dua faktor ini menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi global terganggu, bahkan lebih rendah dari proyeksi tahun lalu.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Melambat, Triwulan III-2024 Hanya Tumbuh 4,95 Persen
Ekonomi Melambat, Triwulan III-2024 Hanya Tumbuh 4,95 Persen

Tren perlambatan ini menjadi perhatian mengingat kondisi ekonomi global yang masih penuh tantangan, seperti ketidakpastian pasar dan perlambatan.

Baca Selengkapnya
Politikus Golkar: Tren Pemulihan Ekonomi Indonesia Semakin Solid
Politikus Golkar: Tren Pemulihan Ekonomi Indonesia Semakin Solid

Pertumbuhan ekonomi cukup impresif, yakni 5,11 persen di kuartal I-2024

Baca Selengkapnya
Dalam 5 Tahun Tiap Bulan Agustus Indonesia Selalu Alami Deflasi, Ternyata Ini Biang Keroknya
Dalam 5 Tahun Tiap Bulan Agustus Indonesia Selalu Alami Deflasi, Ternyata Ini Biang Keroknya

Deflasi rutin terjadi di Indonesia selama 5 tahun terakhir pada setiap bulan Agustus.

Baca Selengkapnya
Proyeksi 2024: Waspada Lonjakan Harga Pangan, Terutama Beras dan Cabai
Proyeksi 2024: Waspada Lonjakan Harga Pangan, Terutama Beras dan Cabai

Pemerintah diminta serius dalam menjaga pasokan beras di Tanah Air.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, ADB Proyeksi Pertumbuhan di Asia Pasifik Bisa Tumbuh 5 Persen di 2024
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, ADB Proyeksi Pertumbuhan di Asia Pasifik Bisa Tumbuh 5 Persen di 2024

ADB merilis proyeksi perekonomian di kawasan Asia-Pasifik pada tahun 2024.

Baca Selengkapnya
Untung Rugi Indonesia Alami Deflasi 4 Bulan Berturut-turut
Untung Rugi Indonesia Alami Deflasi 4 Bulan Berturut-turut

Deflasi berturut-turut terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS mencatat deflasi 0,03 persen.

Baca Selengkapnya
Harga Gula Dunia Merangkak Naik, Begini Kondisi Stok Gula dalam Negeri
Harga Gula Dunia Merangkak Naik, Begini Kondisi Stok Gula dalam Negeri

Harga gula dunia terus mengalami peningkatan yang disebabkan beberapa faktor.

Baca Selengkapnya
Kredit Korporasi Tumbuh 18 Persen Hingga April 2024, OJK: Tunjukkan Pemulihan Setelah Pemilu 2024
Kredit Korporasi Tumbuh 18 Persen Hingga April 2024, OJK: Tunjukkan Pemulihan Setelah Pemilu 2024

pertumbuhan kredit korporasi yang sebesar 18,45 persen ini lebih besar dibanding pencapaian pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang sebesar 13,09 persen.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Indonesia di Semester II Diproyeksikan Cuma Tumbuh 4,9 Persen
Ekonomi Indonesia di Semester II Diproyeksikan Cuma Tumbuh 4,9 Persen

Sektor konsumsi dan sektor perdagangan jadi faktor lambatnya pertumbuhan ekonomi di semester II tahun 2024.

Baca Selengkapnya