Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Harga rumah semakin tak ramah

Harga rumah semakin tak ramah Pembangun rumah KPR. ©2012 Merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Setiap tahun, kebutuhan akan rumah tinggal selalu mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah penduduk. Selain itu, meningkatnya daya beli masyarakat juga menjadi faktor pendorong bertumbuhnya permintaan akan rumah tinggal.

Tetapi, kedua fakta tersebut ternyata mendapat respons yang berkebalikan. Memiliki rumah seperti hanya mimpi. Harga rumah cenderung naik, baik pada level rumah kelas menengah dan atas dengan luasan mulai 70 meter persegi (m2) ke atas maupun kelas bawah mulai luasan 21 m2 hingga 42 m2. Kondisi ini membuat masyarakat mengubur dalam-dalam mimpinya memiliki rumah idaman.

"Harga perumahan di daerah Jabotabek di beberapa tahun belakang telah meningkat tajam. Di tahun 2012, harga properti telah meningkat sebesar 30 persen," ujar Chief Executive iProperty Group Shaun Di Gregorio beberapa waktu lalu.

Menurut dia, kenaikan harga rumah telah mendorong meningkatnya investasi di sektor properti. Setidaknya iProperty telah menanamkan investasi sebesar USD 10 juta.

Penanaman investasi di sektor properti ternyata juga dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari pengembang hingga konsumen. Hal ini ternyata dimanfaatkan oleh sejumlah spekulan untuk mengeruk keuntungan dari sektor properti.

Akibatnya, harga rumah lambat laun meningkat hingga setinggi langit. Terutama untuk rumah apartemen kelas menengah dan atas, kenaikan harga yang terjadi sudah sangat tidak masuk akal.

EVP Coordinator Consumer Finance Bank Mandiri Tardi menyebutkan, kenaikan harga rumah bisa mencapai 20 kali lipat per tahun. Dia menyatakan kenaikan ini sudah masuk kategori bubble yang dapat berbahaya pada perekonomian nasional jika tidak dapat ditangani.

"Sekarang kan irasional, beberapa tempat sudah irasional. Kalau harga rumah atau apartemen melebihi dari 20-25 kali sewa rumah atau apartemen per tahun, itu sudah gak rasional," terang Tardi.

Tetapi, Tardi menerangkan, bubble hanya terjadi pada rumah yang masuk kategori menengah atas. Hal ini diperparah dengan semakin banyaknya pengembang yang lebih suka membangun rumah kategori menengah dan atas.

"Developer yang segmen menengah/atas sebagai media spekulasi itu sebagian besar dibeli dengan cara cash, yang pakai KPR 20 persen, cash bertahap 40 persen, 40 persen cash keras," terang dia.

Bank Indonesia (BI) pun merespon kondisi ini dengan mengeluarkan kebijakan berupa larangan pemberian dana Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk kepemilikan rumah kedua, ketiga dan seterusnya. Kebijakan ini didasarkan pada survei yang menyebutkan sebanyak 42,2 persen responden lebih memilih berinvestasi dalam bentuk rumah tinggal.

"Angka ini lebih tinggi dibandingkan pilihan investasi lain seperti deposito, reksadana, dan emas," ujar Asisten Gubernur BI Mulya E. Siregar .

Mulya mengatakan, banyak orang yang beranggapan berinvestasi dalam bentuk rumah lebih menjanjikan daripada yang lain. Ini karena harga rumah selalu stabil dan cenderung naik dan tidak pernah terjadi penurunan.

Hal itu memicu banyak orang untuk membeli rumah kedua, ketiga, dan seterusnya. Mereka kemudian mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Akibatnya, jumlah permintaan KPR membengkak dan semakin banyak orang yang kesulitan memiliki rumah.

"Ada sebanyak 13 persen kredit pemilikan apartemen dan rumah digunakan untuk investasi dan disewakan. Intinya semakin banyak rumah yang dimiliki semakin besar kemungkinan rumah tersebut tidak ditinggali," terang Mulya.

Jika dibiarkan, potensi munculnya bubble tidak dapat dihindari. Atas dasar itulah larangan BI dikeluarkan. Dengan alasan, mencegah terjadinya bubble sekaligus memberikan kesempatan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah bisa memiliki rumah.

Ekonom Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI) Wahyoe Soedarmono mengingatkan, investasi sektor properti harus terus mendapat pengawasan. Sebab, menurut dia, sektor ini mengandung potensi kredit macet tinggi, yang dapat memunculkan dampak sistemik pada sektor lain.

"Ini perlu mendapat perhatian khusus. Sejak Juni 2013 sektor konstruksi adalah sektor dengan rasio kredit macet paling besar di antara sektor-sektor ekonomi lainnya," ungkap Wahyoe.

Sektor properti dapat menjadi salah satu instrumen terciptanya kesenjangan antar kelas. Meski kondisi perekonomian nasional membaik dan jumlah kelas menengah masyarakat Indonesia semakin meningkat, namun ketersediaan rumah hanya dapat dimiliki oleh sekelompok masyarakat yang masuk kategori ekonomi atas.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
60,66 Persen Masyarakat Tempati Rumah Tak Layak Huni, Ini Sebabnya
60,66 Persen Masyarakat Tempati Rumah Tak Layak Huni, Ini Sebabnya

Berdasarkan data BPS mencatat di 2022 baru 60,66 persen rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah yang layak.

Baca Selengkapnya
Ternyata Rumah Tak Layak Huni Bisa Naikkan Tingkat Stunting, Ini Alasannya
Ternyata Rumah Tak Layak Huni Bisa Naikkan Tingkat Stunting, Ini Alasannya

Salah satunya, karena rumah tak layak huni tidak memiliki air yang bersih.

Baca Selengkapnya
Sewa Rumah Banyak Jadi Pilihan Generasi Kekinian, Apa Saja Plus Minusnya?
Sewa Rumah Banyak Jadi Pilihan Generasi Kekinian, Apa Saja Plus Minusnya?

Apa saja sih plus dan minus dari sewa rumah yang banyak jadi pilihan milenial?

Baca Selengkapnya
Fakta dan Sejarah Kelam Rumah Peti Mati di Hong Kong
Fakta dan Sejarah Kelam Rumah Peti Mati di Hong Kong

Rata-rata warga Hong Kong perlu menabung lebih dari 18 tahun gaji tanpa ada pengeluaran, untuk mendapatkan rumah.

Baca Selengkapnya
Ternyata ini Alasan Gen Z Susah Punya Rumah Sendiri
Ternyata ini Alasan Gen Z Susah Punya Rumah Sendiri

Alhasil mereka merasa membeli rumah adalah hal yang paling sulit.

Baca Selengkapnya
Ada Fenomena ‘Makan Tabungan’ di Masyarakat, Ini Penjelasan dan Faktor Penyebabnya
Ada Fenomena ‘Makan Tabungan’ di Masyarakat, Ini Penjelasan dan Faktor Penyebabnya

Tekanan yang dihadapi masyarakat kelas menengah juga tercermin dari indikator penduduk berdasarkan golongan pendapatan.

Baca Selengkapnya
Harga Rumah di Jakarta 19 Kali Lipat Pendapatan Tahunan
Harga Rumah di Jakarta 19 Kali Lipat Pendapatan Tahunan

Pengadaan lahan, biaya konstruksi, hingga pembiayaan yang dianggap belum optimal, jadi kontribusi tingginya harga rumah.

Baca Selengkapnya
FOTO: Penampakan Deretan Bangunan Kumuh Memadati Bantaran Kali Ciliwung di Tengah Kemiskinan yang Semakin Bertambah
FOTO: Penampakan Deretan Bangunan Kumuh Memadati Bantaran Kali Ciliwung di Tengah Kemiskinan yang Semakin Bertambah

Bangunan kumuh yang berdiri sepanjang bantaran Kali Ciliwung di Jakarta semakin mencolok.

Baca Selengkapnya
FOTO: Suramnya Rumah Subsidi Jokowi yang Terbengkalai di Cikarang, Bangunan Rusak dan Dipenuhi Semak Belukar
FOTO: Suramnya Rumah Subsidi Jokowi yang Terbengkalai di Cikarang, Bangunan Rusak dan Dipenuhi Semak Belukar

Banyak rumah di kompleks tersebut sangat tidak terurus. Tak sedikit bangunan yang hancur karena tidak berpenghuni.

Baca Selengkapnya
Kaum Ekonomi Kelas Menengah, Jangan Lakukan Ini Jika Ingin Kaya
Kaum Ekonomi Kelas Menengah, Jangan Lakukan Ini Jika Ingin Kaya

Menghabiskan uang demi penampilan akan menjadi kehancuran terbesar.

Baca Selengkapnya
Curhat Buruh di Yogyakarta saat May Day: Susah dengan Gaji Kecil Bisa Beli Rumah
Curhat Buruh di Yogyakarta saat May Day: Susah dengan Gaji Kecil Bisa Beli Rumah

Sejumlah serikat buruh di Yogyakarta memperingati Hari Buruh atau May Day

Baca Selengkapnya