Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Hatta sebut tak ada diskon bea keluar untuk Freeport

Hatta sebut tak ada diskon bea keluar untuk Freeport PT Freeport. ©Reuters

Merdeka.com - Beberapa waktu lalu, petinggi Freeport mendatangani pemerintah. Santer beredar agenda yang dibicarakan adalah permintaan diskon atau kelonggaran bea keluar. Pemerintah sempat menyatakan bakal mempertimbangkan memberikan diskon jika ada kesungguhan dari perusahaan tambang untuk membangun pabrik pengolahan atau smelter.

Namun kabar tersebut dibantah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Dia menegaskan, tidak ada istilah kelonggaran ataupun diskon untuk bea keluar. Semua pengusaha tambang wajib membayar bea keluar ekspor tambang mineral jika belum melakukan pemurnian atau hilirisasi. Termasuk PT Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara yang selama ini rajin melobi pemerintah untuk memberi keringanan.

Menurut Hatta, bea keluar ekspor mineral ini memang bisa terus berkurang ataupun menjadi nol persen ketika pembangunan smelter sudah selesai. Hal ini sudah diatur dalam aturan yang jelas.

"Soal minerba yang ada itu adalah penegasan pengaturan road map tentang bea keluar dikaitkan dengan kesiapan pembangunan smleter. Jadi bea keluar itu kan tadinya 25 persen tapi kan itu bisa sampai 0 persen apabila smelternya sudah selesai," ucap Hatta di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4).

Hatta menegaskan, bea keluar yang bisa sampai nol persen tersebut tidak serta merta diartikan sebagai diskon ataupun kelonggaran. Pengurangan bea keluar sejalan dengan komitmen dan pembangunan smelter perusahaan tambang tersebut.

"Semua desain sudah membangun sekian persen siap sekian persen nah itu, secara gradual harus datur, sampai dengan smelter beroprasi ya 0 persen. Bea keluar tetap berlaku, sesuai dengan kemajuan pembangunan semleter. Engga ada diskon atau pengurangan. Kalau dia sudah selesai ya 0 persen," tutupnya.

Sebelumnya, isu mengenai pemberian diskon terlontar pertama kali oleh Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo. Diskon BK ini akan diberikan pada perusahaan manapun yang serius menunjukkan niat membangun instalasi pengolahan tambang, hingga periode 2017. Kebijakan itu berlaku untuk semua jenis perusahaan yang menggali mineral tapi belum dimurnikan.

Syarat pemberian pelonggaran itu adalah perseroan wajib menyerahkan hasil Feasibility Study (FS) dan uang jaminan. Desain kebijakan BK awalnya sangat keras bagi pengusaha tambang. Jika ada perusahaan berkeras hanya mau mengekspor konsentrat berkadar rendah, maka pada 2017, batas waktu pelaksanaan PMK tersebut, maka kerugian akan semakin besar, lantaran ongkos ekspor turut meningkat.

Petinggi Freeport langsung datang dari Amerika Januari lalu, melobi para pejabat untuk melonggarkan formal BK. Para menteri sempat ramai-ramai menyatakan permintaan perusahaan Negeri Paman Sam itu ditolak.

Dalam PMK soal pelonggaran ekspor konsentrat mineral ini, diatur batas minimal pengolahan enam komoditas utama yang memperoleh kebijakan bea keluar progresif.

Pertama, konsentrat tembaga, dengan kadar minimal 15 persen. Kedua, konsentrat besi, kadar minimal 62 persen. Ketiga, konsentrat mangan, minimal 49 persen. Keempat, konsentrat timbal minimal 57 persen. Kelima, konsentrat seng minimal 52 persen. Keenam, konsentrat besi, minimal 58 persen baik untuk ilumenit maupun titanium.

Besaran pajak ekspor progresif ini ditingkatkan saban enam bulan sekali. Sepanjang 2014, besarnya untuk konsentrat yang diatur, sebesar 25 persen. Semester pertama tahun depan, meningkat 10 persen, lalu pada semester kedua 2015, meningkat lagi menjadi 40 persen. Maksimal, pada semester II 2016, bea keluar ini mencapai 60 persen.

Kementerian Keuangan merasa belum diajak bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral soal ide pemberian diskon bea keluar ekspor konsentrat tambang. Prinsip bendahara negara tetap berpegang pada komitmen perusahaan tambang membangun instalasi pemurnian atau smelter.

"Nanti dibahas dulu (diskon), masa mereka belum bangun smelter kita sudah tunjukkan gestur (memberi keringanan)," kata Menteri Keuangan Chatib Basri di Jakarta, Kamis (27/2).

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Harga BBM SPBU Swasta Naik, Segini Harga Bensin Pertamina Per 1 Agustus 2024
Harga BBM SPBU Swasta Naik, Segini Harga Bensin Pertamina Per 1 Agustus 2024

Daftar harga BBM terbaru di SPBU Pertamina per 1 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya
Tarif PPN Bakal Naik 12 Persen di 2025, Sandiaga Uno: Tak Berdampak ke Sektor Pariwisata
Tarif PPN Bakal Naik 12 Persen di 2025, Sandiaga Uno: Tak Berdampak ke Sektor Pariwisata

Pemerintah akan mendengarkan berbagai masukan yang ada dari para pengusaha saat kenaikan tarif mulai diterapkan.

Baca Selengkapnya
Jasa Marga: Tak Ada Diskon Tarif Tol di Libur Natal dan Tahun Baru 2025
Jasa Marga: Tak Ada Diskon Tarif Tol di Libur Natal dan Tahun Baru 2025

Subakti Syukur menyampaikan bahwa untuk Lebaran Jasa Marga biasanya akan mempertimbangkan untuk berinisiatif memberikan diskon tarif tol.

Baca Selengkapnya
Info Terbaru, Tarif Listrik Non Subsidi Tidak Naik hingga September 2024
Info Terbaru, Tarif Listrik Non Subsidi Tidak Naik hingga September 2024

Tarif adjustment listrik merupakan ketentuan tarif listrik bagi pelanggan non subsidi yang dievaluasi setiap tiga bulan secara berkala.

Baca Selengkapnya
Data BPS: Minat Masyarakat Naik Pesawat Belum Tinggi
Data BPS: Minat Masyarakat Naik Pesawat Belum Tinggi

BPS menjabarkan ada dua faktor penumpang pesawat rendah, padahal maskapai tidak menaikkan harga tiket.

Baca Selengkapnya
Ramai Suarakan Kebijakan PPN 12 Persen, Kepala BKF: Dampak ke Ekonomi Tak Signifikan
Ramai Suarakan Kebijakan PPN 12 Persen, Kepala BKF: Dampak ke Ekonomi Tak Signifikan

Febrio menuturkan, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0 persen, artinya tidak ada dampak yang signifikan pada kenaikan ke PPN.

Baca Selengkapnya
Ditjen Pajak Sebut Kenaikan PPN Tak Berdampak Signifikan ke Harga Barang, Pengamat: Itu Sangat Menyesatkan
Ditjen Pajak Sebut Kenaikan PPN Tak Berdampak Signifikan ke Harga Barang, Pengamat: Itu Sangat Menyesatkan

Estimasi ini tidak mempertimbangkan efek kumulatif, di mana ketika PPN naik, maka pembentuk harga barang jasa juga akan mengalami perubahan.

Baca Selengkapnya