Hingga Akhir Maret 2020, Defisit APBN Naik Capai Rp76,4 Triliun
Merdeka.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, hingga Maret, APBN mengalami defisit Rp76,4 triliun atau sekitar 0,45 persen PDB. Defisit tersebut berasal dari pendapatan negara yang hanya tumbuh sebesar 7,7 persen atau sekitar Rp375,9 triliun. Sementara belanja negara lebih besar yaitu sekitar Rp452,4 triliun atau sekitar 17,8 persen dari APBN.
"Posisi sampai 31 Maret pendapatan negara tumbuh 7,7 persen. Namun ini catatannya langsung saya sampaikan ini tidak berasal dari kegiatan ekonomi," ujarnya melalui Video Conference, Jakarta, Jumat (17/4).
Sri Mulyani mengatakan, pendapatan negara pada Maret sebagian besar disumbang oleh dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di mana, banyak perbankan BUMN yang mempercepat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
-
Apa yang disampaikan Sri Mulyani tentang anggaran perlinsos Kemensos? 'Apabila dilihat pada chart tersebut, realisasi anggaran perlinsos dan bansos dari Kemensos 6 tahun terakhir, 2019—2024 periode yang sama Januari—Februari, tidak terdapat perbedaan pola realisasi belanja perlinsos kecuali pada tahun 2023,' ucap Sri Mulyani di Mahkamah Konstitusi RI, Jumat (5/4).
-
Apa yang diungkapkan Sri Mulyani tentang bukber Kabinet Jokowi? Sangat terbatas, tidak semua menteri hadir termasuk dari PDIP, PKB dan NasDem.
-
Kapan deflasi di Indonesia terjadi? Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan bahwa Indonesia mengalami deflasi lagi pada bulan September 2024.
-
Apa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2023? “Bila dibandingkan dengan triwulan II-2022 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,17 persen,“ kata Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik BPS Moh Edy Mahmud saat Konferensi Pers di Jakarta, Senin.
"Pendapatan ini karena adanya pergeseran pembayaran dari dividen BUMN kita. Sehingga ini muncul dalam bentuk PNBP kita melonjak. Ini karena bank-bank BUMN kita melakukan RUPS lebih awal dan mereka membayarkan dividennya pada Maret ini," jelasnya.
Dari sisi belanja, terlihat hanya tumbuh 0,1 persen. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal di antaranya belanja Kementerian dan Lembaga yang mengalami kenaikan cukup tajam Rp143 triliun atau sekitar 11 persen.
"Namun dibandingkan tahun lalu sebetulnya tidak banyak berbeda. Untuk non KL tumbuh 2,2 persen atau Rp134,9 triliun. Sehingga pada Maret kita membelanjakan Rp143 triliun untuk KL dan Rp134,9 triliun untuk non KL. Dua-duanya tumbuh positif," tandasnya.
Belanja Negara
Sri Mulyani menjelaskan, belanja pemerintah pusat tercatat tumbuh 6,6 persen yang sebesar Rp277,9 triliun. Di mana belanja untuk pegawai sebesar Rp48,6 triliun, belanja barang Rp35,2 triliun, belanja modal Rp12 triliun dan belanja bansos Rp47,2 triliun.
Belanja modal, lanjutnya, sebesar Rp12 triliun dan naik 32 persen dari tahun lalu. Kenaikan tersebut memang direncanakan untuk belanja modal yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya Rp189,3 triliun. Sementara transfer ke daerah dan dana desa terealisasi sebesar Rp174,5 triliun atau tumbuh 8,8 persen.
"Pada bulan Maret ini kita sudah membelanjakan Rp143 triliun untuk Kementerian lembaga dan 134,9 triliun untuk non kementerian lembaga. Dua-duanya tumbuh positif 11 persen dan 2,2 persen. Dengan demikian, belanja pemerintah pusat tumbuh 6,6 persen," jelasnya.
Dia menjelaskan, untuk belanja ke daerah terjadi kontraksi dari belanja Rp174,5 triliun. Ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu yang pada bulan Maret belanja mencapai Rp191,3 triliun atau terjadi kontraksi 8,8 persen.
Dengan demikian, posisi pada Maret ini, keseimbangan primer tercatat negatif Rp2,6 triliun. Dibandingkan Maret tahun lalu sebesar negatif Rp32,5 triliun, masih jauh lebih kecil.
Reporter: Pipit Ika Ramadhani
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada APBN 2019, defisit sebesar Rp348,7 triliun atau 2,20 persen terhadap PDB.
Baca SelengkapnyaBendahara negara ini juga melaporkan, kinerja APBN sampai dengan akhir Juli masih tetap terjaga positif.
Baca SelengkapnyaMeski mengalami defisit, kinerja APBN selama Agustus diklaim mengalami perbaikan.
Baca SelengkapnyaAPBN pada Juli mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaDengan capaian ini, untuk keseimbangan primer mengalami surplus mencapai Rp122,1 triliun.
Baca SelengkapnyaPendapatan negara sampai 12 Desember 2023 tercatat mencapai Rp2.553,2 triliun.
Baca SelengkapnyaAngka tersebut sudah melebihi target Undang Undang (UU) APBN untuk tahun 2023 yang hanya Rp2.463,2 triliun.
Baca SelengkapnyaAPBN pada bulan Oktober mengalami defisit Rp700 miliar atau 0,003 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca SelengkapnyaRealisasi pendapatan negara pada Mei 2024 tersebut anjlok 7,1 persen secara year on year (yoy).
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mencatat APBN Surplus Rp67,7 Triliun per Kuartal II-2023
Baca SelengkapnyaNamun demikian, pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 5, 4 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Baca SelengkapnyaRealisasi ini setara dengan 0,71 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Baca Selengkapnya