HIPMI keberatan Kemenkeu periksa transaksi kartu kredit

Merdeka.com - Ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia menilai pemerintah tak punya dasar hukum untuk mewajibkan bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit melaporkan data transaksi nasabah setiap bulan.

"‎Tanya menteri keuangan, undang-undang apa yang ‎dia bilang boleh. Kalau revisi undang-undang perbankan, Oke. Tapi tanya Menkeu sekarang undang-undang mana yang perbolehkan itu," katanya di Jakarta, Sabtu (2/4)

Menurutnya, data transaksi nasabah itu bersifat rahasia.

Hal senada diungkapkan Ekonom Didik J. Rachbini. Dia meminta pemerintah berhati-hati menjalankan kebijakan tersebut.

"‎Saya kira pemerintah itu harus hati-hati. Transaksi itu kan sifatnya lebih privat, pribadi, nggak bisa negara itu masuk ke seluruh kegiatan pribadi orang," katanya.

"Dan kalau transaksi itu kan sudah ada pajak. Misalnya saya beli kerudung, sudah ada pajaknya. Jadi saran saya, negara jangan masuk terlalu jauh ke pribadi orang."

Pada 22 Maret lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meneken PMK Nomor 39/ PMK.03/2016 yang memuat rincian jenis data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Salah satunya bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit wajib melaporkan data transaksi yang bersumber dari lembar penagihan bulanan setiap nasabah kartu kredit.

Adapun data minimal memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, dan alamatnya. Selain itu, data Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau paspor, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), bukti tagihan, rincian transkasi, dan pagu kredit nasabahnya. (mdk/yud)