Imbas Perang Dagang, Ekonomi Asia Diprediksi Melambat di 2019
Merdeka.com - Asian Development Bank (ADB) prediksi pertumbuhan ekonomi Asia melambat pada 2019, kemudian kehilangan momentum pada 2020. Hal ini karena risiko ekonomi meningkat seiring perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta ketidakpastian Brexit.
ADB prediksi ekonomi Asia tumbuh 5,7 persen pada 2019. Pertumbuhan ekonomi itu melambat dari proyeksi 5,9 persen pada 2018 dan pertumbuhan 6,2 persen pada 2017.
Perkiraan 2019 itu mewakili sedikit penurunan dari perkiraan Desember sebesar 5,8 persen. Pada 2020, ekonomi Asia diperkirakan tumbuh 5,6 persen. Pertumbuhan ekonomi itu paling lambat sejak 2001.
-
Dimana negara berkembang di benua Asia? Negara Berkembang di Benua Asia Bhutan, Kazakstan, Mongolia, Armenia, Afghanistan, Bangladesh, Brunei, Kamboja, China, India, Korea Utara, Indonesia, Myanmar, Nepal, Papua Nugini, Palestina.
-
Mengapa banyak perusahaan global terancam bangkrut? Banyak tanda menunjukkan ancaman kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan global, terutama karena krisis utang dan kenaikan biaya pinjaman yang menjadi isyarat 'kiamat' baru bagi korporasi di seluruh dunia.
-
Apa yang dilarang AS investasikan ke China? AS akan melarang investasi perusahaan Amerika Serikat (AS) di beberapa bidang sektor teknologi tinggi ke China, termasuk kecerdasan buatan.
-
Kenapa minat investor asing menurun di sektor keuangan Indonesia? Menurunnya minat investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia disebabkan oleh sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju. Akibatnya, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal,' ucap Said.
-
Kenapa AS melarang investasi teknologi di China? AS mengatakan tindakan tersebut akan ditargetkan secara sempit. Namun, hal ini akan semakin memperburuk hubungan ekonomi antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
-
Kenapa AS khawatir dengan dominasi teknologi China? “Penelitian kami mengungkapkan bahwa China telah membangun fondasi untuk memposisikan dirinya sebagai negara adidaya sains dan teknologi terdepan di dunia.
"Perang dagang yang terjadi antara China dan AS dapat merusak investasi dan pertumbuhan di negara berkembang Asia," ujar Ekonom ADB, Yasuyuki Sawada, seperti dikutip dari laman the Australian.com, Kamis (4/4).
ADB juga melihat ketidakpastian yang berasal dari kebijakan fiskal AS dan Brexit sebagai risiko ke depan. Sentimen itu dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi negara maju dan prospek ekonomi China.
"Meski pun kenaikan tiba-tiba dalam suku bunga AS tampaknya telah berhenti untuk saat ini. Namun pembuat kebijakan harus tetap waspada di masa yang tidak pasti ini," ujar Sawada.
ADB juga proyeksikan, ekonomi China akan tumbuh 6,3 persen pada 2019. Proyeksi itu tidak berubah dari proyeksi Desember. Akan tetapi, ekonomi China lebih lambat dari ekspansi negara itu 6,6 persen pada 2018. Kemudian ekonomi China akan tumbuh 6,1 persen pada 2020.
Ekonomi China akan didukung dari pemangkasan pajak dan peningkatan pengeluaran negara untuk infrastruktur. Di luar risiko perdagangan, ADB mengatakan, pertumbuhan China juga dibayangi pembatasan shadow banking, yang diperkirakan membatasi ekspansi kredit.
"Saya harus menekankan walaupun pemerintah ingin menstabilkan pertumbuhan, pemerintah tidak ingin menaikkan tingkat pertumbuhan seperti tahun-tahun sebelumnya ketika Anda melihat paket stimulus besar, seperti pada periode 2008-2009," ujar Ekonom Senior ADB, Jian Zhuang.
Bank-bank China dinilai mungkin masih tetap enggan untuk menurunkan biaya pinjaman bagi sebagian perusahaan. Ini karena kekhawatiran akan meningkatnya risiko gagal bayar korporasi seiring ekonomi yang melambat.
"Bank sentral dapat mengambil tindakan lebih lanjut, seperti memangkas suku bunga pinjaman satu tahun dan suku bunga deposit," tulis ADB.
Berdasarkan wilayah, ekonomi Asia Selatan akan tetap tumbuh tercepat di Asia Pasifik, diperkirakan tumbuh 6,8 persen pada 2019. Angka ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 7,1 persen. Kemudian proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 sebesar 6,9 persen.
Dari perkiraan pertumbuhan 7 persen pada 2018, ekonomi India diproyeksikan tumbuh lebih cepat yaitu sebesar 7,2 persen pada 2019 dan 7,3 persen pada 2020. Ini karena suku bunga lebih rendah dan dukungan terhadap petani seiring meningkatnya permintaan domestik.
Sedangkan pertumbuhan di Asia Tenggara pada 2019 dipangkas menjadi 4,9 persen pada 2019 dari perkiraan sebelumnya 5,1 persen. Ini karena ADB melihat Malaysia, Filipina, dan Thailand tumbuh melambat dari yang diperkirakan sebelumnya. Ekonomi Asia Tenggara diperkirakan tumbuh lima persen pada 2020.
Selain itu, harga komoditas yang stabil, ADB turunkan perkiraan rata-rata inflasi untuk negara berkembang di Asia menjadi 2,5 persen pada 2019 dari perkiraan sebelumnya 2,7 persen. Kemudian pada 2020 diproyeksikan 2,5 persen.
Reporter: Agustina Melani
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melambat di semester II-2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.
Baca SelengkapnyaEkonomi kawasan Asia Tenggara diramal turun karena kinerja eskpor tergangggu.
Baca SelengkapnyaEkonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan IMF karena kekhawatiran meningkat menjelang kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dalam Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaADB merilis proyeksi perekonomian di kawasan Asia-Pasifik pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaPadahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.
Baca SelengkapnyaBank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Baca SelengkapnyaAS dan China tengah terlibat dalam persaingan menjadi raksasa ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca SelengkapnyaSituasi global yang tidak berjalan baik saat ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang semakin merosot.
Baca SelengkapnyaLoyonya perekonomian China dipengaruhi oleh terus melemahnya permintaan domestik. Kondisi ini diperparah oleh kinerja properti yang masih belum menggembirakan.
Baca SelengkapnyaProyeksi ini sejalan dengan berbagai rilis lembaga internasional yang menyebutkan hal serupa.
Baca Selengkapnya