Indef: Kebijakan Diskon Rokok Sebabkan Penerimaan Negara Tak Optimal
Merdeka.com - Lembaga penelitian ekonomi dan sosial, Indef (Institute for Development of Economics and Finance) mencatatkan bahwa kebijakan diskon rokok yang diterapkan pemerintah akan menyebabkan penerimaan negara tak optimal.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, ketentuan diskon rokok diatur melalui Peraturan Dirjen Bea dan Cukai nomor 37 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Dalam aturan tersebut harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) yang tercantum dalam pita cukai.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa saja yang diatur dalam RPMK tentang kemasan rokok? Dalam RPMK tersebut, diatur kemasan rokok nantinya tanpa merek alias polos. Kebijakan ini, bagian dari aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
-
Bagaimana mekanisme penetapan harga jika Pertalite ditingkatkan oktan nya? 'Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya,' terang Nicke.
Produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari HJE asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei kantor Bea dan Cukai. "Selain bertentangan dengan tujuan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia, keberadaan diskon rokok juga turut membuat penerimaan negara tidak optimal," katanya seperti dikutip Antara.
Tauhid menyatakan, dari 1.327 merek rokok yang diteliti Indef pada April 2019 sebanyak 46,8 persen diskon terjadi pada sigaret kretek mesin yang membayar tarif cukai golongan yang rendah. "Diskon banyak dilakukan oleh pelaku dengan tingkat persaingan besar," kata Tauhid.
Dia mengatakan, jika kebijakan diskon rokok dikaji ulang pada tahun ini maka akan ada potensi optimalisasi penerimaan negara dari pajak penghasilan rokok hingga Rp1,73 triliun.
Jumlah tersebut, lanjutnya, dengan rincian pajak penghasilan dari rokok yang dijual 85 persen di bawah HJE sebesar Rp467 miliar dan pajak penghasilan dari kebijakan HTP antara 85-100 persen terhadap HJE sebesar Rp1,26 triliun.
Selain itu, temuan utama dari hasil kajian Indef terkait kebijakan cukai rokok, ujar Tauhid yakni, struktur cukai saat ini masih belum mengakomodir persaingan yang berkeadilan dan cenderung memiliki celah yang mampu dimanfaatkan.
Kemudian dari hasil penelitian sampai April 2019, pihaknya menemukan dari tujuh perusahaan rokok multinasional terdapat indikasi pelaku industri besar yang memproduksi dalam jumlah banyak membayar tarif cukai rokok pada golongan rendah.
Berdasarkan temuan di atas, Indef mengajukan tiga rekomendasi kepada pemerintah yakni, melakukan langkah korektif dengan mengkaji kembali struktur tarif cukai.
Menempatkan instrumen tegas pada produsen rokok yang memanfaatkan batasan produksi dengan cara penciptaan merek baru dan afiliasi produksi. Menerapkan kebijakan HPT sama dengan HJE atau mempersempit wilayah survey dari saat ini sebanyak 40 kota.
Jangan Lewatkan:
Ikuti Polling Setujukah Harga Rokok Naik? Klik di Sini!
Baca juga:YLKI: Pemerintah Bisa Naikkan Cukai Rokok Tutup Defisit BPJS KesehatanMengenal Produk Tembakau Alternatif Hingga Didukung PemerintahSaran untuk Pemerintah Amankan Penerimaan Cukai Industri Hasil TembakauPeneliti UI: Penyederhanaan Cukai Rokok Bisa Naikkan Penerimaan Negara Rp7 TriliunPMI: Perlu Diskusi dan Penelitian Ilmiah tentang Produk Tembakau AlternatifUI: Diskon Rokok Jadi Petaka Demografi (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaBanyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai, fenomena ini sudah menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPenurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
Baca SelengkapnyaAturan ini membuat selisih harga rokok antar golongan semakin jauh
Baca SelengkapnyaSemakin tingginya harga rokok mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaBanyak masyarakat di Indonesia beralih mengkonsumsi rokok murah.
Baca SelengkapnyaTernyata kenaikan tarif cukai rokok juga ditanggung masyarakat yang mengonsumsi rokok.
Baca SelengkapnyaSebab saat cukai naik terlalu tinggi, harga rokok pun langsung ikut meningkat.
Baca SelengkapnyaPemerintah mencatat adanya fenomena masyarakat beralih ke rokok murah.
Baca Selengkapnya