Indef sebut kenaikan suku bunga BI tak ampuh dongkrak Rupiah, ini sebabnya
Merdeka.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) belum efektif mendongkrak kembali Rupiah yang melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Indef, Enny Sri Hartati menyebutkan penyebab Rupiah melemah bukan dari sektor moneter melainkan dari sektor riil. Sehingga langkah menaikkan suku bunga acuan bukan merupakan jurus utama mengembalikan posisi Rupiah yang tengah terdepresiasi.
"Kalau kita lihat tekanan neraca perdagangan 6 bulan ini 4 bulan defisit, 2 bulan surplus. Sampai Juni masih defisit 1,1 miliar dolar AS, itu yang menjadi problem utama. Kenaikan suku bunga 50 bps sekalipun enggak nendang untuk mengerem depresiasi Rupiah," kata Enny dalam diskusi di Jakarta, Selasa (7/8).
-
Kenapa rupiah Indonesia hiperinflasi pada tahun 1963-1965? Di awal kemerdekaan Indonesia, sistem nilai tukar rupiah yang diterapkan yaitu kurs tetap. Artinya, sebuah negara harus ada cadangan devisa yang terkontrol. Akan tetapi sebagai negara baru Indonesia hanya punya sedikit cadangan devisa. Ekonomi Indonesia kemudian diperburuk saat bergulirnya agresi militer Belanda II.
-
Kenapa BRI menilai kenaikan BI Rate tidak berdampak signifikan? Dirut BRI menilai kenaikan BI Rate dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap likuiditas BRI secara umum.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah diusulkan? Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.
-
Apa Redenominasi Rupiah itu? Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan.
-
Apa itu Redenominasi Rupiah? Redenominasi adalah proses penyederhanaan mata uang. Redenominasi menghapuskan angka nol (0) dari nominal mata uang yang ada.
-
Kenapa minat investor asing menurun di sektor keuangan Indonesia? Menurunnya minat investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia disebabkan oleh sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju. Akibatnya, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal,' ucap Said.
Enny menjelaskan, Rupiah juga melemah bukan karena Dolar yang menguat seperti yang selama ini selalu digadang-gadang oleh pemerintah dan BI. "Karena secara logika, kalau semua negara ini Dolar menguat di mana-mana, terus Amerika mau dagang sama siapa? Enggak mungkin juga gitu kan," ujarnya.
Kendati demikian, Enny menjelaskan bahwa beberapa kebijakan di AS memang memengaruhi nilai tukar mata uang di beberapa negara. Namun, pelemahan di masing-masing negara relatif, bergantung dengan kesiapan yang dilakukan negara tersebut.
"Artinya memang ada dampak dari normalisasi dari kebijakan AS. Tetapi ketika negara-negara ini sudah well prepare untuk mengantisipasi, gak semuanya juga (melemah)," ujarnya.
"Ini juga datanya dari BI, kita coba cek bersama apakah yang selama ini wajar ada pelemahan Rupiah karena bukan rupiahnya yang melemah tapi penguatan dollar. Kita cek, apakah dolar seperkasa itu? enggak. Ini semua kita lihat ini kan perubahan dari 2017 ke 2018 itu tidak ada di negara-negara yang kita cantumkan ini tidak ada yang dolarnya menguat," sambungnya.
Enny mengungkapkan, Indonesia dan Filipina menjadi negara yang nilai tukar mata uangnya melemah terhadap Dolar dibanding negara lain di Asia. Artinya, dolar positif menguat di Indonesia dan Filiphina dengan presentasi cukup besar yaitu 3,81 persen dan 2,32 persen.
"Negara-negara seperti Malaysia, Singapura itu cuma 2 persen, kalau China bahkan 1 persen. Jepang tidak termasuk Dolar menguat. Tetapi Indonesia ini 3,81 persen dan Filipina 2,32 persen. Keperkasaan Dolar hanya terjadi di Filiphina dan Indonesia karena keduanya terjadi defisit neraca perdagangan. Persoalannya memang bukan di moneter, tapi di sektor riil," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Melansir laman Bloomberg, nilai Tukar Rupiah melemah 46,5 poin atau 0,28 persen dari level sebelumnya pada pada pembukaan perdagangan Jumat (21/6) pagi.
Baca SelengkapnyaPasca serangan Iran ke Israel nilai tukar rupiah terus melemah, namun Ekonom BCA mengungkap fakta lain penyebab mata uang garuda anjlok.
Baca SelengkapnyaHal ini membuat nilai tukar mata uang dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaJika dibandingkan dengan demo besar-besaran zaman dulu, rupiah saat ini tidak seanjlok dulu.
Baca SelengkapnyaPada Jumat (8/9), nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.327 per USD.
Baca SelengkapnyaDari sisi eksternal, penguatan mata uang dolar AS di dekat level tertinggi selama satu bulan terakhir dipicu oleh kebijakan The Fed selaku Bank Sentral AS.
Baca SelengkapnyaMenaikkan suku bunga tinggi pun tidak cukup membantu pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani dipanggil Kepala Negara di tengah kursi Rupiah yang anjlok hingga menyentuh level Rp16.420 per USD.
Baca SelengkapnyaKondisi ini menyebabkan penguatan mata uang dolar AS terhadap mata uang dunia lainnya hingga Rupiah.
Baca SelengkapnyaPelemahan rupiah terjadi karena pelaku pasar masih terpengaruh dengan sikap bank sentral yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
Baca SelengkapnyaKondisi ini diperparah dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed yang diperkirakan akan kembali menahan suku bunga untuk memperkuat ekonomi AS.
Baca SelengkapnyaDPR mencermati dinamika dan dampak dari konflik geopolitik
Baca Selengkapnya