INDEF sebut utang pemerintah terus naik tapi penerimaan pajak cenderung turun
Merdeka.com - Bank Indonesia mencatat, utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2017 mencapai USD 341,5 miliar atau tumbuh sebesar 4,8 persen secara year on year (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan ULN didorong oleh peningkatan ULN sektor swasta dan sektor publik.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economy and Financial (INDEF) Enny Sri Hartati, menilai tambahan utang luar negeri tidak terlalu berhasil mendorong produktivitas nasional. Hal tersebut tercermin turunnya penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan.
"Yang jelas ketika Pemerintah ambil utang dan kalau utang itu efektif mendorong produktivitas nasional pasti penerimaan akan naik. Kenapa utangnya ditambah penerimaannya turun, artinya utang itu tidak produktif," ungkapnya kepada Merdeka.com, di Jakarta, Sabtu (16/12).
-
Dimana negara dengan utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Kenapa minat investor asing menurun di sektor keuangan Indonesia? Menurunnya minat investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia disebabkan oleh sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju. Akibatnya, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal,' ucap Said.
-
Bagaimana cadangan devisa Indonesia mendukung perekonomian? 'Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,' ucap Erwin.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Kenapa Indonesia menuntut pendanaan negara maju? Oleh karena itu, Legislator asal Bali ini mengatakan Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta ini menjadi momentum bagi Indonesia sebagai paru-paru dunia dan ASEAN untuk menagih komitmen negara maju terhadap pendanaan atasi perubahan iklim.
Peningkatan utang harus didukung dengan naiknya produktivitas nasional yang berdampak pada naiknya penerimaan negara. Jika utang ditambah sementara penerimaan negara menurun, maka potensi naiknya risiko fiskal akan sangat tinggi.
"Pemerintah meningkatkan utang tapi tax ratio penerimaan pajak dari pemerintah terus turun. Itu kan kayak kita berhutang tapi berpotensi tidak mampu bayar. Tidak bisa refinancing. Itu yang dalam ekonomi kita sebut memiliki risiko fiskal yang tinggi," jelas Enny.
oleh karena itu, Pemerintah harus betul-betul menjaga ratio keamanan utang terhadap perekonomian nasional. "Harus diperhatikan ratio keamanan utang terhadap perekonomian. Itu kan tak hanya diukur dari ratio terhadap GDP atau ratio terhadap ekspor," katanya.
"Ini yang sering diabaikan. Seolah-olah sebelum utang mencapai 60 persen terhadap GDP, itu menjadi aman," sambungnya.
Proyek-proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan secara masif pun masih belum memberikan sumbangan positif pada naiknya produktivitas. "Ini Infrastruktur dibangun tapi baik rumah tangga maupun industri mengalami kenaikan TDL yang terus menerus. Jadi mau bagaimana mau produktif," sambungnya.
Enny menambahkan proyek-proyek pembangunan yang sedang digalakkan Pemerintah, harus dipertajam lagi sehingga dapat mendorong produktivitas. "Memang infrastruktur, tapi infrastruktur yang mendorong confidence dunia usaha untuk berinvestasi. Yang menyebabkan peningkatan produktivitas dan daya saing nasional. Infrastruktur untuk kawasan industri, Infrastruktur untuk tersedianya energi yang murah," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani merinci, penerimaan pajak terbesar disumbang Pajak penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp593,76 triliun.
Baca SelengkapnyaSecara rinci, pembiayaan utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp70,2 triliun atau setara dengan 10,5 persen terhadap APBN.
Baca SelengkapnyaUntuk mencapai target tersebut, Prabowo harus memperhatikan kapasitas fiskal yang dimiliki Indonesia pada saat masa transisi ke pemerintahan baru.
Baca SelengkapnyaTerbatasnya pendapatan tersebut dipengaruhi masih rendahnya kekuatan pajak daerah (local taxing power) di sebagian besar daerah.
Baca SelengkapnyaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimis outlook penerimaan pajak tahun ini bisa melebihi target yang sudah ditentukan sebesar Rp1.818,2 triliun.
Baca SelengkapnyaGaji karyawan cenderung naik terlihat dari sumbangan pajak yang terus meningkat.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali karen hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang.
Baca SelengkapnyaPajak penghasilan (PPh) non migas terkontraksi sebesar 5,41 persen dengan realisasi sebesar Rp443,72 triliun, sekitar 41,73 persen dari target.
Baca SelengkapnyaDengan capaian ini, untuk keseimbangan primer mengalami surplus mencapai Rp122,1 triliun.
Baca SelengkapnyaTerdapat penurunan nilai penerimaan pajak hingga April 2024.
Baca SelengkapnyaDalam periode yang sama di tahun lalu, penarikan utang sebesar Rp480,4 triliun.
Baca SelengkapnyaRealisasi pendapatan negara pada Mei 2024 tersebut anjlok 7,1 persen secara year on year (yoy).
Baca Selengkapnya