Indonesia Disebut Masih Jauh dari Resesi, Ini Indikatornya
Merdeka.com - Chief Economist PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memperkirakan ekonomi Indonesia masih relatif jauh dari resesi di tengah proyeksi krisis ekonomi akibat gelombang inflasi pasca pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik dunia akibat perang Rusia dan Ukraina.
Dia menyebut, sejumlah indikator di dalam negeri dinilai relatif cukup aman menahan angin resesi yang dipicu oleh sejumlah sentimen negatif dari sejumlah kondisi di luar Indonesia. Probabilitas Indonesia terkena resesi global adalah sebesar 5 persen. Sebagai gambaran, bersumber dari data Bloomberg, probabilitas Amerika Serikat terkena resesi adalah 40 persen.
"Artinya, Indonesia masih jauh dari resesi. (Untuk Indonesia) saya lihat ini volatility, alih-alih tsunami," ujar Budi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/7).
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2023? “Bila dibandingkan dengan triwulan II-2022 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,17 persen,“ kata Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik BPS Moh Edy Mahmud saat Konferensi Pers di Jakarta, Senin.
-
Apa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Bagaimana BRI mengelola resiko di tengah pemulihan? Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Kapan deflasi di Indonesia terjadi? Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan bahwa Indonesia mengalami deflasi lagi pada bulan September 2024.
Budi melanjutkan, saat ini, kondisi pasar modal Indonesia memasuki musim semi. Artinya ada peluang untuk bergerak membaik dan memberikan cuan.
Secara historikal, Budi menyebutkan bahwa semester kedua biasanya market memang mengalami volatilitas. Selama 15 tahun terakhir, ujarnya, ada kecenderungan pola huruf V pada triwulan ketiga tahun berjalan, serta kecenderungan pasar memerah pada November, kemudian berbalik menjadi hijau pada Desember.
Kemudian, Indonesia memiliki posisi yang cukup diuntungkan di tengah lonjakan harga komoditas global. Pasalnya, Indonesia merupakan negara produsen dari komoditas energi maupun pangan dunia yang terdampak inflasi.
"Komoditas itu ada dua jenis. Ada cost commodity seperti minyak. Ada income commodity yang menghasilkan valas, seperti coal, nikel, karet, CPO, dan gas. Sejauh ini, kita masih beruntung karena income commodity kita tumbuh lebih pesat ketimbang cost commodity," bebernya.
Meski begitu, Budi meminta pemerintah untuk tetap waspadai gelombang inflasi tinggi yang diperkirakan akan berlangsung cukup lama. Selain itu, demografi penduduk Indonesia akan mulai menua pada 2030. Hal itu akan menjadi risiko apabila masyarakat belum menyiapkan investasi sedari sekarang.
"Makanya kita persiapkan investasi dari sekarang," tutupnya.
Professional Independent, Trader, dan Investor, Ade Permana juga mengaku setuju bahwa Indonesia dikatakan masih relatif jauh dari resesi. Menurut dia, hal itu pun tergambar di performa pasar modal.
Dia menyebutkan bahwa sejak harga tertinggi pada 11 April hingga saat ini, IHSG mengalami koreksi sekitar 10 persen. Di saat yang sama, indeks Dow Jones yang menunjukkan kinerja pasar modal AS mengalami penurunan lebih dari 19 persen atau hampir 20 persen.
"Artinya dari segi ekonomi, dari segi indeks saham, kita [Indonesia] termasuk yang paling bagus di dunia untuk saat ini. Bahkan di regional pun Indonesia masih perkasa," ujarnya.
Kendati demikian, ujarnya, Dow Jones perlu terus dipantau karena Amerika menjadi salah satu barometer pelaku pasar dalam negeri. Terlebih, sebanyak 60 persen - 70 persen investor di pasar modal Indonesia merupakan investor asing.
Indeks selanjutnya yang juga terus dipantau adalah DXY atau indeks dolar serta XAU atau indeks emas. "Kenapa? Karena banyak juga emiten-emiten kita yang listing di bursa efek itu sensitif terhadap pergerakan salah satunya XAU, DXY sama Dow Jones Industrial," tutur Ade.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Artinya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi dan angka inflasi relatif bagus dan rendah.
Baca SelengkapnyaDalam menghadapi ketidakpastian global, Jokowi menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Baca SelengkapnyaAirlangga menyatakan, peluang Indonesia masuk ke jurang resesi sangatlah kecil.
Baca SelengkapnyaIndeks kinerja manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terkontraksi di level 49,3.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan masih di atas 5 persen
Baca SelengkapnyaPertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi capai 5,1 persen tahun ini.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani berharap, dengan pemangkasan suku bunga yang dilakukan The Fed Fund Rate akan terus memberikan momentum positif bagi perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif meski perekonomian dunia melambat.
Baca SelengkapnyaJokowi mengimbau untuk tetap berhati-hati terhadap ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tak mencapai target pemerintah karena dipengaruhi gejolak ekonomi global.
Baca SelengkapnyaBNI Investor Daily Summit 2023 diresmikan secara langsung dengan pemukulan gong oleh Presiden Joko Widodo.
Baca Selengkapnya