Indonesia Getol Garap Biodiesel, Tengok Kerugian Akibat Penurunan Ekspor CPO
Merdeka.com - Pemerintah tengah menggenjot program biodiesel sebagai bahan bakar alternatif. Pemerintah beralasan, produksi biodiesel adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil.
Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB Universitas Indonesia, Alin Halimatussadiah, mengatakan kebijakan biodiesel memang dapat meningkatkan penghematan solar. Di mana, semakin tinggi blending rate-nya, maka penghematan itu semakin besar.
Namun, meskipun terjadi penghematan, sumbangan pada penurunan defisit neraca perdagangan berkisar antara 0,43 hingga 0,68 persen per tahun. "Sedangkan proporsi penghematan terhadap defisit neraca transaksi berjalan berkisar antara 0,09 - 0,18 persen per tahun," jelas Alin dalam diskusi daring - Kebijakan Biodiesel Untuk Siapa, Rabu (18/11).
-
Apa itu Biodiesel? Biodiesel adalah bahan luar biasa yang memiliki kualitas luar biasa karena dibuat dari minyak nabati dan hewani bekas. Minyak ini dibuat dengan mengolah minyak dengan alkohol untuk menghasilkan bahan bakar yang mampu membakar dan menggerakkan segala sesuatu mulai dari bus penumpang hingga unit pemanas, mengubah sisa minyak menjadi cara baru yang ampuh untuk berkeliling kota.
-
Bagaimana Pertamina menurunkan emisi melalui biodiesel? Selain itu, penjualan produk biodiesel B35 telah berhasil menurunkan emisi sekitar 28 juta ton COE per tahunnya.
-
Bagaimana cara membuat Biodiesel? Minyak ini dibuat dengan mengolah minyak dengan alkohol untuk menghasilkan bahan bakar yang mampu membakar dan menggerakkan segala sesuatu mulai dari bus penumpang hingga unit pemanas, mengubah sisa minyak menjadi cara baru yang ampuh untuk berkeliling kota.
-
Dimana Biodiesel bisa digunakan? Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti atau campuran dengan bahan bakar diesel fosil dalam berbagai aplikasi.
-
Bagaimana kelapa sawit diubah menjadi biodiesel? Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Biodiesel dapat dibuat dari minyak kelapa sawit yang dicampur dengan metanol atau etanol.
-
Apa tujuan Pertamina dalam mengembangkan bioenergi? 'Nanti energi kita akan berbasis bioenergi, karena Indonesia ada banyak sumber daya. Di India saya bertemu dengan technology liaison untuk bioethanol dan limbahnya bisa diproses di perusahaan India, ini salah satu follow up yang akan kita kerja samakan,' ujar Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina.
Sementara, apabila tambahan CPO untuk produksi biodisel dapat diekspor, maka manfaat penurunan defisit makin besar. Dalam perhitungannya, Alin menyebutkan potensi pasar CPO internasional untuk ekspor masih cukup besar.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior Faisal Basri menyebutkan pendapatan ekspor yang hilang dari pemakaian biodisel untuk kebutuhan domestik adalah Rp41,7 triliun pada 2019.
"Dengan menghitung opportunity cost yang hilang akibat tidak mengekspor CPO dan biofuel, transaksi perdagangan pada 2019 mengalami defisit sebesar Rp85,2 triliun (USD 6,1 miliar), dan tahun 2018 sebesar Rp72,1 triliun (USD 5,0 miliar)," papar dia.
Kementan Berhasil Kembangkan Bahan Bakar Biodiesel B-100
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui program penelitian berhasil mengembangkan bahan bakar Biodiesel B-100 atau 100 persen Biosolar.
Biodiesel B-100 adalah satu bahan bakar yang tidak lagi menggunakan minyak berbasis fosil tapi dari yang lebih terbarukan seperti jagung, kelapa sawit atau lainnya.
"Impian Indonesia ciptakan biodiesel B100 dari CPO (Crude Palm Oil -red) berhasil terwujud. Bahan bakar yang berasal dari 100 persen CPO dengan rendemennya 87 persen ini masih terus dikembangkan. Semua tidak ada campuran," demikian ungkap Amran saat meninjau Balai Penelitian Tanaman Industri Penyegar, Badan Litbang Pertanian Kementan, tempat pembuatan B100 di Sukabumi, Kamis (21/2).
"B100 ini inovasi dari Badan Litbang Pertanian. Ingat ini B100 bukan B20 atau B30," sambungnya.
Amran menjelaskan bahan bakar B100 ini memiliki keunggulan jika diproduksi nantinya yakni lebih efisien 40 persen dibanding bahan bakar fosil. Dengan menggunakan bahan bakar fosil seperti solar, 1 liternya hanya dapat menempuh jarak 9,4 kilometer, sedangkan dengan menggunakan B-100 dimungkinkan menempuh jarak hingga 13 kilometer per liter.
Selain itu, penggunaan B100 diyakini akan lebih murah, ramah lingkungan, dan dapat mensejahterakan petani sawit, serta tentunya menghemat devisa. Karenanya, adanya B100 ini dipastikan dapat memperkuat ketahanan energi nasional.
"Kita punya CPO 38 juta ton. Kita ekspor 34 juta ton. Bisa bayangkan kita bisa menghemat berapa triliun. Ini adalah energi masa depan indonesia," terang Amran.
Ke depan, lanjut Amran, B100 ini mungkin akan diproduksi untuk digunakan masyarakat umum. Namun demikian, hal ini membutuhkan waktu dan kerja keras dan bersama semua pihak. "Kita optimalkan CPO. Produksi CPO kita 46 juta per tahun. Kita yang mensuplai dunia," terang Amran.
Pada kunjungan ini, Peneliti Utama Bidang Ekofisiologi Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Kementerian Pertanian, Prof. Dr. Dibyo Pranowo mengatakan dari seluruh analisis, hanya satu determinan yang perlu di kaji kembali, yaitu karbon residu yang dihasilkan dari B100 CPO Sawit. Sedangkan 19 determinan lainnya sudah lolos uji.
"Sampai sekarang ini sudah memproduksi hampir 2 Ton dengan menggunakan Reaktor Biodiesel ciptaan sendiri. Produksi ini merupakan penyempurnaan parameter dengan metode Dry Oil," jelasnya. "Dalam 1 bulan ini, percobaan telah dilakukan dengan pengaplikasian B100 CPO Sawit untuk bahan bakar kendaraan. Kendaraan yang dipergunakan adalah Hilux," tambahnya.
Dibyo menyebutkan kendaraan Double Cabin yang sudah menempuh jarak 1.600 km menggunakan bahan bakar B100 CPO Sawit. Tidak lama lagi, setelah 2.000 km akan membongkar mesin kendaraan tersebut untuk meneliti karbon residu yang ditimbulkan. "Ada beberapa bahan Biodiesel, misalkan dari kemiri sunan, nyampulung, pongamia, kelapa, kemiri sayur, termasuk dari biji karet," sebutnya.
Saat di tanya kenapa CPO Sawit menjadi yang utama, Dibyo menjelaskan penggunaan CPO Sawit merupakan yang terbaik sampai saat ini. Pasalnya, di lihat dari skala jumlah industri sawit yang sudah siap dan juga pasokan yang melimpah.
"Teknologi B100 menjadi teknologi bahan bakar terbaru yang akan menjadi alternatif untuk Indonesia di masa depan. Pemerintah berusaha mendorong hal ini melalui Kementerian Pertanian," pungkasnya.
Reporter: Pipit Ika Ramadhani
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Implementasi B50 peluang baik bagi Indonesia, namun memiliki konsekuensi ekonomi yang juga besar.
Baca SelengkapnyaKedepan, diyakini kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, khususnya untuk konsumsi dalam negeri.
Baca SelengkapnyaRencana penyetopan ekspor CPO dan produk turunannya dikarenakan polemik yang tak kunjung usai antara Indonesia dan Uni Eropa.
Baca SelengkapnyaTantangan pengembangan biodiesel B50 kedepan bukan hanya pada pemenuhan bahan baku dari CPO tetapi di aspek hilir.
Baca SelengkapnyaSebagai informasi, B40 merupakan bahan bakar campuran solar sebanyak 60 persen dan bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit sebesar 40 persen.
Baca SelengkapnyaMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan kerugian negara akibat impor gas lLPG yang terlalu banyak.
Baca SelengkapnyaSetidaknya ada 7 negara dengan pemberian subsidi bahan bakar fosil terbesar di tahun 2021, termasuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana mengurangi konsumsi batubara secara bertahap dan mengalihkan penggunaan batubara menjadi produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Baca SelengkapnyaPemerintah terus berupaya menciptakan produk alternatif BBM yang lebih ramah lingkungan, semisal bahan campuran untuk bahan bakar nabati (BBN).
Baca SelengkapnyaPertamina memaparkan roadmap bisnis perusahaan di bidang bisnis biofuels dan dekarbonisasi kepada pebisnis dan praktisi di Singapura.
Baca SelengkapnyaTarget bauran EBT sebesar 17-19 persen bisa tercapai jika negara konsisten menyuntik mati PLTU batu bara
Baca SelengkapnyaPemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca Selengkapnya