Industri Depot Air Isi Ulang Terancam Akibat Pelabelan BPA
Merdeka.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana melakukan pelabelan kandungan Bisfenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang. Rencana ini akan dituangkan dalam revisi Peraturan BPOM No.31/2018 tentang Label Pangan Olahan.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdampindo), Budi Dharmawan mengatakan, pihaknya akan mendukung rencana tersebut selama kebijakan itu untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas.
Namun, pihaknya menolak jika kebijakan pelabelan itu lebih karena persaingan memperebutkan pasar air minum kemasan bermerek di kalangan masyarakat menengah ke atas yang angkanya mencapai 35 miliar liter per tahun.
-
Apa yang BPOM rencanakan untuk galon air minum guna ulang? BPOM telah merancang aturan labelisasi pada kemasan galon air minum guna ulang sebagai langkah preventif dan edukatif untuk melindungi masyarakat Indonesia.
-
Kenapa Aipda Purnomo membantu masyarakat? Setelah bertugas di kampung halamannya sendiri, Purnomo merasa perlu lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Ia kemudian giat melakukan aksi peduli sosial.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelabelan BPA di galon AMDK? Sejak 5 April 2024, semua Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang beredar di Indonesia wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2024,' katanya merujuk pada regulasi Label Pangan Olahan.
-
Bagaimana Aipda Purnomo membantu masyarakat? Polisi yang pernah menjadi Babinkamtibmas ini sering membantu ODGJ mendapat kehidupan dan perawatan yang layak. Ia juga menolong lansia terlantar serta keluarga yang kurang mampu.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Bagaimana cara BPOM mengantisipasi bahaya BPA? “Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pelaku usaha pastinya memahami rencana pelabelan ini dan kami berharap dukungan semua pemangku kepentingan“
Hal ini merujuk pada persaingan antara perusahaan-perusahaan galon isi ulang bermerek yang produknya menggunakan plastik Polikarbonat yang mengandung BPA dan telah 40 tahun lebih menguasai pasar versus sejumlah pemain baru yang produknya menggunakan plastik lebih berkelas dan bebas BPA.
"Ini sebenarnya hanya pertarungan di level dewa," kata Budi di Jakarta, Minggu (5/12).
Menurutnya, fokus bisnis industri depot air minum adalah penyediaan air bersih untuk kalangan menengah ke bawah. "Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, menyatakan menolak rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan antara lain karena bakal mematikan industri Air Minum Dalam Kemasan.
"Galon isi ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya," katanya menepis risiko kesehatan dari paparan BPA pada galon isi ulang.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, menyampaikan perkembangan rancangan kebijakan (policy brief) pencantuman label risiko BPA pada air minum kemasan. Menurut Rita, arah dari policy brief yang telah digulirkan sejak awal 2021 itu adalah pencantuman label risiko BPA pada semua produk air minum dalam kemasan.
"Redaksinya nanti bisa berupa kalimat 'mungkin/dapat mengandung BPA' untuk galon yang menggunakan plastik polikarbonat," katanya.
Pelabelan "BPA Free" (Bebas BPA) yang telah diadopsi pemerintah di sejumlah negara, termasuk di Amerika Serikat dan Perancis. BPA adalah bahan baku utama yang menjadikan Polikarbonat, jenis plastik kemasan yang jamak dijumpai pada produk galon isi ulang yang mudah dibentuk, tahan panas dan awet. Sebagai senyawa kimia, BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan memicu risiko kesehatan yang serius.
Lantaran itu lah, sejak 2019, BPOM menetapkan batas migrasi maksimal BPA sebesar 0,6 bagian per juta (mg/kg) pada semua air minum kemasan. Sekaitan itu pula, BPOM secara rutin mengecek kepatuhan industri AMDK atas batas migrasi BPA itu.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelabelan BPA sejatinya bertujuan untuk memberikan informasi yang penting dan jelas kepada konsumen mengenai kandungan dalam AMDK.
Baca SelengkapnyaEpidemiolog mendukung upaya pelabelan bahaya BPA pada galon guna ulang sebagai upaya perlindungan pada masyarakat.
Baca SelengkapnyaPada 27 negara di Uni Eropa, penggunaan BPA pada kemasan makanan dan minuman sudah dilarang.
Baca SelengkapnyaAturan ini membantu konsumen dalam membuat keputusan yang lebih bijak saat memilih produk galon air minum
Baca SelengkapnyaBPA adalah salah satu bahan baku pembentuk polikarbonat, jenis plastik keras yang di Indonesia masif digunakan industri air minum sebagai kemasan galon bermerek
Baca SelengkapnyaAcara tersebut bertepatan dengan momentum peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day 2023) setiap 5 Juni. Seperti apa?
Baca SelengkapnyaAturan baru terkait pelabelan AMDK ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari risiko paparan BPA.
Baca SelengkapnyaDi dalam peraturan tersebut, BPOM mewajibkan pencantuman potensi bahaya BPA pada kemasan polikarbonat yang biasa digunakan pada AMDK.
Baca SelengkapnyaBKPN desak BPOM segera gelar sosialisasi secara masif agar aturan bisa berjalan dengan efektif.
Baca SelengkapnyaBPOM membuat rencana untuk pelabelan risiko senyawa kimia berbahaya BPA pada galon air minum bermerek.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini resmi disahkan per 1 April 2024 yang tujuannya untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya BPA dalam jangka panjang.
Baca SelengkapnyaGuna melindungi masyarakat ini pula, BPOM pun telah melakukan beberapa tindakan.
Baca Selengkapnya