Industri hulu petrokimia tak siap hadapi revolusi industri k-4, ini sebabnya
Merdeka.com - Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengakui bahwa industri sektor Petrokimia, terutama di hulu tidak bisa dipaksakan atau belum siap masuk dan menghadapi revolusi industri ke-4 atau era industri 4.0.
Alasannya, investasi di sektor hulu Petrokimia sangat minim. Bahkan, investasi di Industri hulu Petrokimia dilakukan 15 sampai 20 tahun lalu.
"Jadi hampir 15 tahun lebih tidak ada investasi baru di industri Petrokimia sehingga untuk Petrokimia yang hulu kesiapannya kita lakukan secara bertahap," ungkapnya ketika ditemui, di JCC, Jakarta, Kamis (5/4).
-
Kenapa Revolusi Industri menyebabkan kerusakan lingkungan? Semenjak 1760 ketika Revolusi Industri meletus dan polusi menyebar, manusia adalah penyebab utama dari kerusakan lingkungan yang ada di planet ini.
-
Bagaimana teknologi industri membantu manusia? Teknologi industri adalah ilmu teknik dan teknologi manufaktur yang dirancang untuk melakukan proses produksi lebih cepat, lebih sederhana dan efisien.
-
Gimana pengaruh teknologi ke tenaga kerja? Kondisi ini ditambah efisiensi penggunaan tenaga kerja sebagai akibat inovasi teknologi
-
Kenapa Pertamina melakukan revitalisasi kilang? Tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk kilang tetapi juga memproduksi produk green energy seperti petrokimia, gas dan turunannya.
-
Bagaimana Pertamina mendorong pertumbuhan ekonomi? 'Karena inilah kekuatan Indonesia,'ujar Nicke.
-
Bagaimana PIDI 4.0 membantu industri? PIDI 4.0 dapat menjadi jembatan untuk mengakselerasi transformasi tersebut,“ kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin Masrokhan di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Menurutnya, jika industri hulu petrokimia ini dipaksakan menghadap revolusi industri ke-4 atau memaksa menggunakan teknologi canggih, maka akan merugikan industri itu sendiri.
Meski demikian, peralihan industri Petrokimia ke era industri 4.0 dapat dilakukan di bagian hilirnya, yang cukup banyak menyerap investasi baru. "Tapi kalau hilir ada investasi baru, kita dorong untuk lakukan optimasi dan efisiensi melalui pemakaian infrastruktur yang sudah kita sediakan di sektor industri 4.0," jelas dia.
Selain itu, kapasitas produksi industri petrokimia masih sangat minim. Untuk etilen cracker misalnya, hanya diproduksi oleh PT Chandra Asri. Kapasitasnya pun hanya 800.000 ton. Padahal kebutuhan dalam negeri sebesar 6 juta ton.
Sigit mengakui, integrasi antara hulu dan hilir industri petrokimia saat ini belum terjalin dengan baik. Ini juga menjadi salah satu alasan impor di industri petrokimia menjadi tinggi. Saat ini impor untuk industri petrokimia saja bernilai USD 20 miliar. "Memang belum teringrasi. Terpaksa industri hilir memakai intermediate yang diimpor. Ini yang membebani balance of payment kita," katanya.
Untuk itu, pemerintah terus berupaya menggaet investasi di industri petrokimia, seperti Chandra Asri, Lotte Chemical Titan, dan Siam Cement Group (SCG) yang akan menggarap proyek peningkatan kapasitas industri Petrokimia.
"Diharapkan 2023 sudah ada etilen cracker dari Chandra Asri, kemudian Lotte Chemical dari Korea akan lakukan investasi di etilen cracker sejumlah 1 juta ton. Ada genting oil (Genting Oil Natuna Pte Ltd) dan Huayi (Shanghai Huayi Group) akan kerjakan metanol 1,8 juta di Papua," jelas Sigit.
"Pupuk Indonesia kerja sama dengan Ferrostaal dari Jerman juga akan kerjakan di Papua. Kalau ini bisa kita dapatkan, 2025 bisa mensubsidi seluruh importasi yang sekarang ini nilainya USD 20 miliar," lanjut dia.
Dengan begitu diharapkan pada tahun 2025, jumlah importasi industri petrokimia dapat turun berkurang hingga 50 persen. "Sekarang USD 20 miliar per tahun. At least 50 persen. Karena 2025 tambahan kapasitas kita kira-kira 4 juta ton. Kebutuhan kita saat ini 6 juta ton. 2025 kalau pertumbuhan 5 persen, berarti kurang lebih kebutuhan kita naik manjadi 8 juta sampai 9 juta ton," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Industri petrokimia dalam negeri juga semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik.
Baca SelengkapnyaSubsidi seharusnya hanya diberikan kepada kelompok afirmasi atau masyarakat tidak mampu.
Baca SelengkapnyaHal ini menjadi sebuah semangat untuk memenuhi industri dalam negeri dengan material yang diproduksi secara lokal
Baca SelengkapnyaDana segar tersebut akan disalurkan untuk 6 proyek yang akan digarap di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaKenaikan cukai sejak 2022 sampai 2024 masih dirasakan dampaknya sampai sekarang
Baca SelengkapnyaKementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa 46.240 pekerja di Indonesia mengalami PHK selama periode Januari hingga Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaTantangan kedua, yaitu tidak jelasnya kepastian hukum dan kepastian berusaha.
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif cukai rokok bakal menjadi beban tambahan Industri Hasil Tembakau.
Baca SelengkapnyaDari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaKapasitas produksi lima pabrik milik Kimia Farma yang akan ditutup tersebut tidak pernah mencapai target.
Baca SelengkapnyaData BPS menunjukkan kinerja industri tekstil menurun seiring dengan adanya PHK massal sektor tersebut.
Baca SelengkapnyaPengusaha berharap agar kenaikan cukai didasarkan pada tingkat inflasi yang berada di bawah 10 persen.
Baca Selengkapnya