Industri Keramik Dalam Negeri Keluhkan Tingginya Harga Gas
Merdeka.com - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meminta pemerintah untuk mengevaluasi harga gas yang digunakan industri untuk produksi keramik. Saat ini, harga gas yang disalurkan ke industri keramik dinilai masih mahal dan bervariasi antara satu daerah dan daerah yang lain.
"Harga gas di Jawa Timur USD 7,98 per MMBTU, di Jawa Barat USD 9,1 di Sumatera Utara USD 9,3. Komponen gas kurang lebih 30-35 persen di produksi, jadi sangat material," kata Ketua Umum Asaki, Edy Susanto di sela-sela Pameran Keramika, di JCC, Jakarta, Kamis (14/3).
Harga gas yang tinggi dan tidak merata menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi. Tinggi biaya operasional menyebabkan industri sulit melakukan ekspansi bisnis."Sumatera Utara dengan USD 9, untuk produksi, mereka tidak berani set up investasi yang besar karena hanya mencocokkan sesuai permintaan pasar di situ," urai Edy.
-
Apa kendala pengembangan migas di Indonesia Timur? Namun, untuk kembangkan Indonesia timur perlu banyak inisiatif. Salah satunya dari sisi penyediaan infrastruktur. “Akses market juga penting, infrastruktur di timur berbeda dengan di Indonesia bagian barat. Kalau di barat sudah ada bahkan tersambung ke Singapura, ada juga ke Pulau Jawa. Sementara di timur sedikit infrastruktur, hanya dihubungkan oleh LNG. Sementara market juga belum ada, belum banyak industri di sana (Indonesia timur),“ paparnya.
-
Mengapa pengusaha rela mengeluarkan biaya besar? 'Setiap kalori harus berjuang untuk hidupnya,' kata Jhonson.
-
Bagaimana BPH Migas tingkatkan konsumsi gas bumi? BPH Migas terus mendorong peningkatan konsumsi gas dalam negeri serta memberikan dukungan penyediaan energi bersih lewat penetapan harga gas bumi melalui pipa.
-
Mengapa BPH Migas dorong pemanfaatan gas bumi? Dalam rangka turut menjaga lingkungan, mengurangi emisi karbon, dan mengatasi perubahan iklim, BPH Migas terus mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi melalui pipa,' imbuhnya.
-
Kenapa biaya variabel penting untuk bisnis? Dalam aktivitas bisnis, biaya variabel adalah biaya yang harus benar-benar diperhitungkan sebab biaya ini digunakan untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran yang sehat.
-
Siapa yang merasa sulit mengimbangi inflasi? Sayangnya, inflasi tinggi membuat uang yang mereka miliki saat ini seperti tidak berarti. Sekitar 67 responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka tidak mampu mengimbangi inflasi.
Selain itu, disparitas harga antara wilayah membuat industri keramik untuk meluaskan pangsa pasar ke daerah lain. "Dari Sumatera tidak berani ekspor ke Jawa yang lebih murah gasnya. Otomatis dia tidak berkembang. Akhirnya kapasitasnya bisa berkembang."
Hal tersebut berbuntut panjang, hingga memengaruhi kinerja ekspor industri keramik Indonesia. Saat ini ekspor produk keramik Indonesia hanya berkisar 10 persen dari total produksi. "Karena kami tidak bisa dipaksa untuk terlalu agresif keluar," jelas dia.
Produk keramik Indonesia kemudian kalah bersaing dengan produk dari China, India, dan Vietnam, yang menggunakan coal gas sebagai sumber energi. Indonesia juga kalah bersaing dengan Malaysia yang harga gasnya lebih rendah, yakni USD 7,5 per MMBTU.
Karena itu, pelaku industri keramik berharap agar pemerintah dapat menerapkan harga gas yang cocok bagi industri tanpa harus menggerus keuntungan PGN, sebagai perusahaan penyalur gas. "Kami tidak minta sesuai apa yang jadu janji pemerintah dulu, yaitu USD 6. Kami juga tidak mau, intinya PGN bisa sustain. Yang penting penyalur gas dan kami bisa tumbuh bersama sehingga harus punya harga gas yang win-win," kata Edy.
"Harapan kami, paling tidak harga gas di Surabaya, Jabar, itu disamakan. Kami tidak minta sesuatu di luar kemampuan pemerintah. Kalau bisa disamakan saja USD 7,98," imbuhnya.
Dia pun memastikan kinerja ekspor industri keramik Indonesia akan lebih moncer dari sebelumnya, bahkan porsi ekspor akan lebih besar sehingga Indonesia dapat meluaskan penetrasi ke pasar regional. "Kalau itu bisa realisasi, kami yakin itu bisa tembus di atas 30 persen. Saya yakin yang namanya Malaysia, Singapura, Myanmar, Laos, Filipina, itu bisa kita dapatkan," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui bahwa harga gas di Indonesia memang masih tinggi. "Tentu harga gas menjadi tantangan bukan hanya industri keramik tapi seluruh industri secara keseluruhan," kata dia.
Airlangga berharap penyelesaian terkait harga gas ini, dapat dilakukan secara business to business (B2B) antara pelaku usaha dan PGN. "Tadi ada direktur PGN, kami minta bisa diselesaikan secara B2B," tandas Airlangga.
"Jadi kalau diberi kesempatan dengan harga gas yang lebih berdaya saing, saya yakin kita bisa genjot ekspor. Secara teknologi kita lebih advance, bagus, dibanding tetangga. Raw material juga kita lebih lengkap," tandasnya. (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Produk ubin keramik dari China sendiri diberikan insentif tax refund sebesar 14 persen oleh pemerintahnya.
Baca Selengkapnyadampak dari meningkatnya harga gas dan derasnya impor dari China.
Baca SelengkapnyaPotensi investasi senilai Rp437 triliun di sektor petrokimia juga terancam mandek akibat kekacauan pasar domestik.
Baca SelengkapnyaTerdapat 7 sektor industri yang dikenai patokan harga gas di bawah harga keekonomian, senilai USD 6 per mmBtu.
Baca SelengkapnyaPermasalahan itu bermula ketika harga gas mulai naik pada tahun 2015.
Baca SelengkapnyaKondisi ini dipicu lesunya industri keramik Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaPemerintah diminta lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan, agar tidak memicu permasalahan baru.
Baca SelengkapnyaSKK Migas berjanji akan menyeimbangkan semua proses harga gas melalui evaluasi penerapan HGBT.
Baca Selengkapnya"Ketika nilai Rupiah melemah, harga bahan baku impor seperti besi, baja, semen, dan alat-alat berat yang diimpor akan meningkat," ucap Andi.
Baca SelengkapnyaInvestor makin kurang menaruh minat pada sektor minyak.
Baca SelengkapnyaAkibat harga gas bumi murah atau harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada tujuh sektor industri tellah berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.
Baca SelengkapnyaMelansir laman MODI Kementerian ESDM, per 4 Oktober 2024, produksi batu bara mencapai 601,69 juta ton atau mencapai 84,75 persen dari target tahun ini.
Baca Selengkapnya