Inflasi Tinggi Hambat Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Merdeka.com - Menteri Pengembangan dan Perencanaan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menilai, penyaluran dana untuk investasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development, SDGs) akan sulit, sebab inflasi 2022 yang cukup tinggi.
"Tingginya inflasi juga akan mempersulit kita untuk menyalurkan lebih banyak investasi demi pencapaian SDGs," ucap Suharso saat menyampaikan sambutan di hadapan para delegasi dalam Development Ministerial Meeting (DMM) G20 di Belitung, Kamis (8/9).
Dia merujuk proyeksi international monetary fund (IMF), terjadi peningkatan inflasi pada 2022 yaitu hampir 6 persen di negara ekonomi maju. Angka tersebut merupakan proyeksi tertinggi dalam empat dekade terakhir.
-
Siapa yang merasa sulit mengimbangi inflasi? Sayangnya, inflasi tinggi membuat uang yang mereka miliki saat ini seperti tidak berarti. Sekitar 67 responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka tidak mampu mengimbangi inflasi.
-
Mengapa realisasi perlinsos Kemensos tahun 2023 rendah? 'Ini yang menjelaskan pada saat kami menjelaskan kenaikan 2 bulan pada bansos Kemensos mencapai cukup tinggi adalah akibat baseline 2023 dari bansos Kemensos pada bulan Januari—Februari yang memang waktu itu rendah akibat masih adanya penataan kembali kerja sama antara Kemensos dan perbankan,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Apa yang diminta Mendagri kepada Pemda terkait inflasi? Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) agar terus memonitor perkembangan inflasi di wilayahnya masing-masing.
-
Bagaimana cara Gubernur Sumatra mengatasi inflasi? Gubernur Sumatra saat itu, Mr. Teuku Muhammad Hasan telah memberlakukan ORI sebagai alat tukar dengan kurs satu rupiah dengan seratus rupiah uang Jepang.
-
Apa yang menyebabkan permasalahan keuangan di Sumatera? Masalah Keuangan Melonjaknya inflasi ini membuat Pemerintah Provinsi Sumatra harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sedangkan di negara berkembang, tingkat inflasi mencapai sekitar 9 persen atau yang tertinggi sejak periode resesi terbesar. "Hal-hal tersebut memiliki dampak pada progres pembangunan di negara berkembang. Misalnya, meroketnya harga pangan dan energi," ungkapnya.
Meski demikian, hampir satu dekade yang lalu, pasca krisis finansial global, adanya harapan baru yaitu terbentuknya G20 Development Working Group. Melalui forum ini, diharapkan setiap delegasi negara G20 berkomitmen untuk menutup kesenjangan pembangunan dan membantu negara berkembang.
Suharso pun mengatakan, hanya dengan USD3,7 triliun, negara berkembang dengan kesulitan ekonomi dapat terbantu untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
"Hanya dengan mengalihkan 3,7 persen dari USD100 triliun total aset investor institusional yang tersedia di tingkat global, kita dapat menutup kebutuhan pembiayaan kita," ujarnya.
Di hadapan para delegasi, Suharso menuturkan, negara G20 harus menyadari bahwa banyak negara berkembang yang tidak memiliki sumber dana yang cukup untuk meningkatkan upaya mencapai agenda 2030. Agenda 2030 yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang disepakati oleh negara-negara G20.
Menurutnya, perlambatan ekonom serta dampak jangka panjang Covid-19 mengharuskan negara-negara untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dari sumber-sumber inovatif. Dia mengingatkan kembali, kerangka pembiayaan pembangunan berkelanjutan G20 yang telah disepakati saat Presidensi Saudi Arabia 2020, tidak lain untuk meningkatkan komitmen politik mengenai isu pembiayaan pembangunan.
"Dari sinilah, Presidensi G20 Indonesia mengusung isu blended finance sebagai mekanisme pembiayaan inovatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan SDGs," ungkapnya.
Suharso juga menyampaikan, pengusungan blended finance dilakukan dengan merumuskan prinsip-prinsip yang merefleksikan perspektif dan konteks penerima, yaitu negara berkembang, LDCs (least development countries) dan SIDS (small island developing state).
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pergerakan inflasi pangan dapat memberi tekanan besar terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani bilang, kehilangan 10 persen PDB akan memberikan konsekuensi yang tidak hanya mempengaruhi ekonomi.
Baca SelengkapnyaMacetnya pertumbuhan ekonomi karena selalu bergantung pada konsumsi domestik.
Baca SelengkapnyaSaid Abdullah, mengatakan setiap tahun Indonesia menghadapi masalah karena menurunnya lifting minyak dan gas bumi.
Baca SelengkapnyaLonjakan inflasi yang dirasakan oleh sejumlah negara mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat, termasuk di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSelain daya beli masyarakat, masih ada tiga tantangan yang akan dihadapi usai kenaikan suku bunga acuan.
Baca SelengkapnyaIndonesia berupaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaKenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca SelengkapnyaSaid mencontohkan saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus melemah.
Baca SelengkapnyaPT Mandiri Sekuritas memperkirakan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akan tetap stabil di sekitar 5,1 persen pada tahun 2025.
Baca SelengkapnyaPelemahan daya beli masyarakat kelas menengah karena kebijakan struktural pemerintah.
Baca SelengkapnyaMengingat, Indonesia dinilai sudah terlalu lama memperalat SDA sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.
Baca Selengkapnya