Ini Saran untuk Pemerintah yang Ingin Buat Harga Acuan Sawit Indonesia
Merdeka.com - Program Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dalam membentuk indeks/bursa harga acuan sawit mendapat dukungan dari Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga.
Sahat mendukung keras rencana tersebut, dengan catatan pengelola bursa komoditi itu berasal dari pihak independen yang tidak menggeluti bisnis sawit.
"Saya sangat setuju. Itu perlu didukung. Yang persoalannya adalah kalau ada bursa komoditi ini, itu pengelolanya jangan ikut campur yang berbisnis sawit. Jadi harus ada independent part," kata Sahat saat ditemui di kantor KPPU, Jakarta, Jumat (20/11).
-
Siapa yang membawa kelapa sawit ke Indonesia? Tanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.
-
Siapa yang mendukung penuh Kementan? Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendukung penuh gebrakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam mewujudkan swasembada pangan melalui solusi cepat pompanisasi dan optimalisasi.
-
Bagaimana kelapa sawit menjadi komoditas ekspor? Pada 1919, komoditas kelapa sawit telah diekspor melalui perkebunan yang berada di pesisir Timur Sumatra.
-
Apa itu Minyak Inti Sawit? Minyak inti sawit atau yang juga dikenal dengan sebutan palm kernel oil adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji (inti) buah kelapa sawit (Elaeis guineensis).
-
Siapa pengusaha kaya yang membangun pabrik kelapa sawit di Sumatera? Tahun 1991, Wilmar berhasil membangun pabrik pengolahan minyak sawit pertama sekaligus membeli kebun kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Pulau Sumatra.
-
Siapa yang membutuhkan Minyak Inti Sawit? Seseorang yang memiliki penyakit jantung dan kolestrol tinggi bisa menggunakan minyak inti sawit yang sehat ini tanpa rasa was-was.
"Kalau tidak (dikelola oleh pengusaha non-sawit), ya itu udah tidak benar. Itu yang perlu dicegah," tegas dia.
Selain itu, Sahat menambahkan, bursa acuan sawit juga harus ikut menyimpan stok fisik, baik untuk minyak sawit mentah (CPO) maupun produk turunannya.
"Badannya itu fisik stok. Jadi tidak hanya kertas, tapi juga aktivitas dalam hal physical transaction. Nah itu baru bisa jalan," ungkap dia.
Sehingga, Sahat menekankan, stok simpanan tersebut bisa menjaga harga acuan sawit ketika harga CPO di pasar internasional yang mengacu kepada Malaysia (MDEX) dan Rotterdam bergejolak.
"Simpan stok enggak harus nasional, tapi ada beberapa lokasi tertentu di mana dia punya tangki-tangki untuk tempat penyimpanan. Untuk jaga ketahanan harga," ujar Sahat.
Indonesia Berdaulat
Menurut dia, pembentukan bursa acuan sawit bakal membuat Indonesia berdaulat tentukan harga komoditas tersebut. Namun, pemerintah dinilainya perlu membuat kebijakan yang membatasi porsi penjualan yang masih berorientasi pada pasar ekspor.
"Pola bisnis sawit kita itu 40 persen domestik, 60 persen ekspor. Kalau saya sarankan, selama kita tergantung pada volume ekspor, itu akan sulit berjalan," ujar Sahat.
Oleh karena itu, dia mendorong Kementerian Perindustrian dan Kementerian Investasi/BKPM untuk membuat regulasi supaya pelaku industri sawit bisa fokus pada pasar domestik, dan membatasi kuota ekspor.
Berdasarkan catatannya, harga sawit di dalam negeri berkisar USD 200-700 per ton lebih murah dari harga ekspor. Sahat lantas membuat pengibaratan, keuntungan yang didapat dari penjualan di pasar domestik dan ekspor sebenarnya sama, tapi bisa lebih cuan di dalam negeri karena bisa menjual dengan volume lebih besar.
"Anggap rata-rata (keuntungan) USD 400 (per ton). Jadi kalau harga di luar negeri USD 1.100 per ton, harga dalam negeri USD 700. Biaya memproduksi produk A katakanlah USD 300. Berarti kalau di dalam negeri saya beli USD 800, harga saya jual USD 1.100," paparnya.
"Sedangkan kalau di luar negeri USD 1.100 jadi USD 1.400, mana lebih menguntungkan? Yang di dalam negeri kan," kata dia.
Sehingga, dia meminta agar kuota penjualan sawit diubah menjadi 60 persen dalam negeri, 40 persen ekspor. "Atau kalau bisa 65:35," desaknya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adanya bursa ini diharapkan dapat mendukung transparansi dan efektivitas dalam perdagangan komoditi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKinerja industri kelapa sawit di Indonesia tak sebaik dari tahun kemarin.
Baca SelengkapnyaMenkop Teten optimis kerja sama dengan RSPO akan memperkuat korporatisasi petani sawit sekaligus memperkuat produksi kelapa sawit dari hulu hingga hilir.
Baca SelengkapnyaSelain Bursa CPO, akan ada komoditas lain untuk masuk ke perdagangan di antaranya, nikel, kakao, karet hingga kopi.
Baca SelengkapnyaKebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaDalam waktu dekat para pengusaha tersebut akan menyetor Rp189 triliun untuk tahap pertama.
Baca SelengkapnyaLuhut mempersilakan investor asing masuk Indonesia untuk terlibat dalam program transisi energi.
Baca SelengkapnyaRPP Kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdiri dari 1.166 pasal. Dari 26 pasal yang ada, cenderung melarang terhadap IHT.
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar-Mahfud menilai perlu banyak keterlibatan pelaku industri dalam program hilirisasi
Baca SelengkapnyaPenyelesaian masalah terhadap 537 perusahaan kelapa sawit yang tidak memiliki hak guna usaha (HGU) tuntas pada Desember.
Baca SelengkapnyaSalah satu tugas BPDPKS yaitu menghimpun dan mengembangkan dana perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dari pelaku usaha.
Baca Selengkapnya