Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ini tantangan dan saran LPEM UI untuk genjot inklusi keuangan Indonesia

Ini tantangan dan saran LPEM UI untuk genjot inklusi keuangan Indonesia Peneliti Senior LPEM UI Chaikal Nuryakin. ©2018 Merdeka.com/Anggun P Situmorang

Merdeka.com - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat adanya pertumbuhan signifikan terkait akses masyarakat terhadap layanan inklusi keuangan, baik melalui Laku Pandai maupun Layanan Keuangan Digital (LKD). Berdasarkan hasil penelitian terbaru LPEM UI periode Oktober 2017-Januari 2018, diketahui bahwa tingkat inklusi layanan Laku Pandai mencapai 43 persen dan LKD mencapai 28 persen.

Peneliti Senior dari LPEM UI, Chaikal Nuryakin, mengatakan biaya akses yang lebih rendah dibandingkan dengan layanan keuangan bank dan non-bank menjadi alasan mengapa masyarakat mengakses Laku Pandai. Kualitas layanan Laku Pandai juga dinilai lebih baik dibandingkan layanan keuangan non-bank dan non-formal.

Sementara itu, LKD dinilai unggul soal pelayanan dan keberhasilan transaksi dibandingkan dengan lembaga non-formal. "Akses terhadap Laku Pandai tersebut mendorong pertumbuhan kepemilikan rekening menjadi 25 persen dan LKD sekitar 5 persen. Agen Laku Pandai sebaiknya dibekali dengan sarana dan sistem pembukaan rekening yang sederhana, dan masyarakat harus terus menerus diimbau untuk membuka rekening sehingga pertumbuhan akses layanan inklusi keuangan itu sejalan dengan pertumbuhan pembukaan rekening baru," ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (10/4).

Orang lain juga bertanya?

Anggota Tim Peneliti LPEM Universitas Indonesia, Prani Sastiono, menjelaskan beberapa hal yang masih menjadi hambatan pertumbuhan inklusi keuangan melalui Laku Pandai dan LKD, antara lain sebagian responden masih belum mengetahui adanya Laku Pandai dan LKD, sedangkan sebagian lainnya menyatakan tidak membutuhkan layanan tersebut.

Indikasi lain adalah biaya yang lebih tinggi terutama untuk penarikan dan pembayaran menyebabkan Laku Pandai kehilangan keunggulan dalam hal biaya dibandingkan dengan layanan keuangan lain yang disediakan lembaga non-bank dan non-formal. Layanan Laku Pandai dan LKD dinilai masih tidak mudah untuk melakukan transaksi dibandingkan layanan keuangan non-formal.

"Hal lain yang diungkapkan adalah cukup banyak responden yang tidak memiliki akses layanan keuangan formal tidak mampu memenuhi saldo minimal rekening Laku Pandai sebesar Rp 20.000 dan tidak bersedia membeli kartu LKD sebesar Rp 50.000. Rata-rata willingnes to pay (wtp) dari kartu LKD untuk bukan pengguna hanya berkisar Rp 5000 sampai Rp 8000 dengan saldo minimal pertama antara Rp 10000 sampai Rp 28000. Biaya top up sebesar Rp 2000 hingga Rp 2.500," katanya.

Prani menegaskan, perlu dilakukan pemetaan lokasi dan sosialisasi di wilayah masyarakat yang belum banyak memiliki rekening bank. Daerah-daerah dengan jumlah kantor cabang bank, ATM, dan koperasi simpan pinjam dengan jumlah rekening yang masih rendah sangat potensial untuk menjadi lokasi sasaran agen Laku Pandai dan LKD.

Dengan berbagai kendala yang masih dialami di daerah, perlu kehadiran Jaringan Agen Manager (Agent Network Managemen) dari setiap bank di setiap kecamatan untuk meningkatkan kemampuan literasi keuangan sehingga semakin banyak bertumbuh agen-agen dan pengguna layanan inklusi keuangan.

"Agen perlu diberi insentif bila berhasil meningkatkan jumlah pemilik rekening masyarakat, sementara biaya dari berbagai layanan dibuka secara transparan kepada masyarakat sehingga tidak ada biaya-biaya tambahan yang memberatkan. Masyarakat juga diberi kesempatan mencoba menggunakan layanan Laku Pandai dan LKD melalui sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan ketertarikan untuk menggunakan layanan inklusi keuangan dan membuka rekening," jelasnya.

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Begini Dampak dari Masyarakat Minim Literasi Keuangan
Begini Dampak dari Masyarakat Minim Literasi Keuangan

Pihaknya memberikan edukasi finansial kepada masyarakat termasuk pengenalan produk keuangan, dan manajemen keuangan dalam kehidupan setelah pernikahan.

Baca Selengkapnya
Survei BPS 2024: Indeks Literasi Keuangan 65,43 Persen dan Inklusi Keuangan 75,02 Persen
Survei BPS 2024: Indeks Literasi Keuangan 65,43 Persen dan Inklusi Keuangan 75,02 Persen

Sedangkan indeks literasi keuangan syariah tercatat lebih rendah mencapai 39,11 persen dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen.

Baca Selengkapnya
Kemudahan Layanan Kredit Diharapkan Bisa Genjot Inklusi Keuangan di Indonesia
Kemudahan Layanan Kredit Diharapkan Bisa Genjot Inklusi Keuangan di Indonesia

OJK mencatat, tingkat inklusi keuangan di Indonesia masih rendah.

Baca Selengkapnya
Data APKLI: Ada 65,4 Juta Pelaku Ekonomi Rakyat, Lebih 50 Persen Belum Melek Digitalisasi Keuangan
Data APKLI: Ada 65,4 Juta Pelaku Ekonomi Rakyat, Lebih 50 Persen Belum Melek Digitalisasi Keuangan

BI mencatat transaksi quick response code Indonesia standard alias QRIS pada April 2024 tumbuh 175,44 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Baca Selengkapnya
Pembiayaan Fintech ke UMKM di Indonesia Masih Rendah, Ini Strategi OJK
Pembiayaan Fintech ke UMKM di Indonesia Masih Rendah, Ini Strategi OJK

OJK mencatat, industri fintech menunjukkan kinerja yang baik.

Baca Selengkapnya
Survei: Emak-Emak Lebih Melek Keuangan Dibandingkan Laki-Laki
Survei: Emak-Emak Lebih Melek Keuangan Dibandingkan Laki-Laki

Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen. Sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.

Baca Selengkapnya
Survei OJK: Literasi Keuangan di Indonesia Sangat Jomplang
Survei OJK: Literasi Keuangan di Indonesia Sangat Jomplang

OJK berkomitmen akan terus mengedukasi masyarakat mengenai sektor jasa keuangan pada berbagai aspek.

Baca Selengkapnya
Lawan Rentenir hingga Pinjol Ilegal, OJK Genjot Inklusi Keuangan di Pedesaan
Lawan Rentenir hingga Pinjol Ilegal, OJK Genjot Inklusi Keuangan di Pedesaan

Peningkatan inklusi keuangan penting untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar tidakmengakses aktivitas ilegal di sektor jasa keuangan.

Baca Selengkapnya
Literasi Keuangan Rendah, Kesenjangan Kredit Fintech Masih Tinggi
Literasi Keuangan Rendah, Kesenjangan Kredit Fintech Masih Tinggi

Kesenjangan antara kebutuhan kredit masyarakat dan penyaluran dana dari institusi keuangan masih tinggi.

Baca Selengkapnya
Beri Dampak Nyata, Holding Ultra Mikro Berhasil Tingkatkan Inklusi dan Literasi Keuangan Nasional
Beri Dampak Nyata, Holding Ultra Mikro Berhasil Tingkatkan Inklusi dan Literasi Keuangan Nasional

Kehadiran Holding Ultra Mikro (UMi) antara BRI sebagai induk bersama PT PNM dan PT Pegadaian memberikan dampak nyata.

Baca Selengkapnya
Digitalisasi Financial ASEAN di Ambang Revolusi, Inklusi Keuangan Jadi Tantangan
Digitalisasi Financial ASEAN di Ambang Revolusi, Inklusi Keuangan Jadi Tantangan

Sektor keuangan digital ASEAN berada di ambang revolusi.

Baca Selengkapnya
Mengejutkan, Ternyata 23,7 Persen Orang Dewasa di Indonesia Belum Punya Rekening Bank
Mengejutkan, Ternyata 23,7 Persen Orang Dewasa di Indonesia Belum Punya Rekening Bank

Pada tahun 2023, tingkat inklusi keuangan di Indonesia tercatat sebesar 88,7 persen, atau lebih tinggi dari tahun 2022 yang sebesar 85,1 persen.

Baca Selengkapnya