Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi, Alasan Kenaikan Tarif PPN Dilakukan Bertahap
Merdeka.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah mengusulkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Usulan tersebut banyak mendapatkan berbagai pertimbangan, sehingga akhirnya disepakati kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap.
"Tarif PPN yang tadinya diusulkan pemerintah naik langsung ke 12 persen, DPR setelah dengar dan pertimbangkan pandangan-pandangan masyarakat, akhirnya pemerintah sepakat bahwa kenaikan dilakukan bertahap," kata Menteri Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta Kamis (7/10).
Pada tahap pertama kenaikan PPN akan naik 1 persen dari yang saat ini 10 persen. Kenaikan ini akan berlaku pada 1 April 2021. Alasannya agar kenaikan tarif PPN ini tidak mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional setelah terdampak pandemi Covid-19.
-
Apa itu PPN 12%? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2025.
-
Kapan PPN 12% mulai berlaku? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2025.
-
Apa yang dikenakan PPN 12%? Airlangga menyatakan PPN hanya dikenakan pada barang yang dijual, bukan pada sistem transaksinya.
-
Kapan PPN 12% berlaku? Transaksi Uang Elektronik Sebelumnya, terdapat isu di masyarakat yang menyatakan bahwa transaksi uang elektronik akan dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025.
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
-
Kenapa banyak orang menolak kenaikan PPN? Keputusan untuk menaikkan harga ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan publik, terutama terkait dampaknya terhadap barang-barang kebutuhan sehari-hari.
"Karena kita ingin menjaga momentum pemulihan ekonomi, sehingga kenaikannya tarifnya bertahap, dari 10 persen saat ini di UU PPN akan jadi 11 persen baru pada bulan April 2022," kata Menteri Sri Mulyani.
Kenaikan tarif selanjutnya akan dilakukan pada 1 Januari 2025 1 persen. Sehingga tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025. "Paling lambat 1 Januari 2025 akan naik lagi 1 persen ke 12 persen," kata dia.
Jenis Produk yang Masih Bebas PPN
Meski begitu, pemerintah akan memberikan fasilitas pembebasan PPN kepada barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, dan beberapa jenis jasa lain. Menteri Sri Mulyani mengatakan masyarakat berpenghasilan menengah kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok tersebut.
"Dalam hal ini, seperti kemarin bicara soal sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial, DPR dan pemerintah sepakat mereka tidak dikenakan PPN," kata Menteri Sri Mulyani.
Dia melanjutkan pengurangan atau pengecualian fasilitas PPN ini diberikan untuk mencerminkan keadilan. Sebab, jenis sembako ini berbeda mengacu tingkat ekonomi konsumen. "Sehingga kita harus bedakan, ini yang disebut asas keadilan," kata dia.
Begitu juga dengan jasa kesehatan dan pendidikan. Ada yang kebutuhan masyarakat banyak dan tidak dikenakan PPN. Namun bagi jasa kesehatan dan pendidikan yang sangat rumit akan dikenakan PPN.
Perluasan basis PPN, dilakukan dengan tetap pertimbangkan asas keadilan tersebut yaitu masyarakat kelas menengah bawah. Dari sisi konsumsi, juga harus dilihat barang dan jasa dikenakan PPN pengecualian atau fasilitas PPN.
"Sedangkan mereka yang sudah memiliki daya beli yang sangat beli dan memang selera konsumsinya pada level yang tinggi, mereka tentu bayar PPN. Ini yang disebut asas keadilan dari sisi PPN," kata dia.
Kenaikan tarif PPN tersebut telah disepakati dalam Undang-Undang Harmonisasi Pengaturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan DPR pada 7 Oktober 2021. Dalam UU tersebut juga terdapat tarif khusus untuk kemudahan di dalam pemungutan PPN ini seperti jenis barang jasa tertentu atau sektor tertentu
"Ini semacam GST yang ditetapkan dengan tarif final, misalnya 1,2 atau 3 persen dari peredaran usaha dan ini hanya diperlukan PMK untuk mengaturnya. Ini terutama karena berbagai aspirasi untuk gunakan seperti GST type yang dilakukan oleh beberapa negara," kata dia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Realisasi kenaikan PPN sebesar 12 persen pun pernah diungkap oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal.
Baca SelengkapnyaMenkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Baca SelengkapnyaAda beberapa hal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih dikoordinasikan dengan tim presiden terpilih.
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan PPN 12 persen sebelumnya telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Baca SelengkapnyaAjib Hamdani menilai, opsi menaikkan tarif PPN ini menjadi sebuah dilema dalam konteks perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini diusulkan pemerintahan Jokowi lewat UU HPP yang disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 7 Oktober 2021.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani anggap kenaikan PPN menjadi 12 persen cenderung lebih rendah.
Baca SelengkapnyaSikap bungkam Sri Mulyani terkait isu kenaikan PPN 12 persen bukan hal yang baru. Sejak isu ini mencuat, ia cenderung memilih diam ketika ditanya.
Baca SelengkapnyaSementara negara-negara lain di kawasan ini menerapkan tarif yang lebih rendah, Indonesia dan Filipina akan berbagi posisi puncak dalam hal tarif PPN.
Baca SelengkapnyaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai masyarakat selama ini hanya fokus pada kenaikan tarif PPN.
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan salah satu rencana penyesuaian pajak pemerintah.
Baca SelengkapnyaNamun dia mengatakan penerapan PPN 12 persen masih sekadar rencana yang perlu dibahas lebih lanjut.
Baca Selengkapnya