Jokowi dikritik, belanja yang menonjol cuma buat bayar bunga utang & bansos
Merdeka.com - Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Akhmad Akbar Susanto mengkritik kinerja belanja dan kebijakan fiskal pemerintah selama kuartal 1/2018 ini. Menurutnya, realisasi belanja pemerintah yang paling tinggi adalah untuk pembayaran bunga utang.
"Di antara semua belanja yang pemerintah lakukan itu, kinerja yang menonjol hanya bayar bunga utang. Secara persentase realisasi belanja pemerintah bayar bunga utang selama kuartal 1/2018 sudah mencapai 28-an persen dari target setahun. Itu paling tinggi. Bukan bayar pokok (utang)-nya, (bayar) bunganya," ungkapnya dalam diskusi di Hong Kong Cafe, Jakarta, Selasa (24/4).
Selanjutnya, realisasi belanja untuk bansos menempati posisi kedua dengan realisasi 23,2 persen dari target seluruh tahun 2018. Namun kata dia, jika menilik pertumbuhan, maka pertumbuhan belanja untuk bansos sangat mencolok yakni mencapai 88 persen.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Apa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Siapa yang ditetapkan tersangka dalam korupsi Bansos Jokowi? Pada kasus ini, satu orang telah ditetapkan menjadi tersangka yakni Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020, Ivo Wongkaren, alias IW.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2023? “Bila dibandingkan dengan triwulan II-2022 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,17 persen,“ kata Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik BPS Moh Edy Mahmud saat Konferensi Pers di Jakarta, Senin.
-
Kenapa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023 lebih tinggi? “Pertumbuhan ekonomi kita secara kuartal (q-to-q) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan triwulan II selalu lebih tinggi dibandingkan di triwulan I,“ terang Edy.
"Tumbuh 88 persen. Sangat mencolok. Tahun lalu (pertumbuhan) cuma 3 persen, 2016 (pertumbuhan) negatif 38 persen. (Pertumbuhan belanja untuk bansos). Hanya kalah dari realisasi bayar bunga utang," kata dia.
Tingginya pertumbuhan belanja untuk bansos ini dinilai tidak di jelek. Namun, menurut dia, fenomena ini tidak elok digemborkan menjelang tahun politik.
"Tapi nggak bagus kalau semata-mata untuk tujuan politik. Dilakukan sporadis karena mendekati tahun politik. Sambil jalan ketemu orang di jalan, dikasih," ujar dia.
"Karena bantuan sosial itu mesti terencana siapa yang dikasih, kenapa dikasih, dan kalau dikasih dia jadi seperti apa. Bukan sambil jalan-jalan kasih uang. Paket sembako, kuponnya dibagikan Presiden sambil jalan dibagi-bagi. Bukan seperti itu kita mengelola sebuah anggaran," tegasnya.
Selanjutnya, realisasi belanja non modal tercatat baru 13,3 persen dari target, tumbuh 6 persen. Sayangnya belanja modal justru melambat dengan realisasi sekitar 4,8 persen, pertumbuhannya pun minus 18 persen.
Sementara itu, realisasi penerimaan negara malah tumbuh melambat. Realisasi penerimaan pajak pada kuartal 1/2018 sebesar 16,19 persen atau tumbuh 11 persen. Namun lebih rendah jika dibandingkan tahun lalu yang meskipun realisasi cuma 15,60 persen, tapi tumbuh 16 persen.
Demikian halnya dengan penerimaan negara dari non pajak. Realisasi penerimaan non pajak sebesar 25,81 persen atau tumbuh 24 persen, tapi pertumbuhan lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 34 persen meski realisasi penerimaan non pajak hanya 22,90 persen.
Meski demikian, dia mengakui ada perbaikan dalam belanja pemerintah pusat. Realisasi belanja pegawai sebesar 17,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 17,61 persen.
Realisasi belanja barang 10,38 persen, periode yang sama tahun lalu sebesar 10,71 persen. Belanja sosial 23,16 persen, periode yang sama tahun lalu 17,46 persen. Sementara realisasi belanja pemerintah pusat 16,08 persen, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu, 14,98 persen.
Secara umum, share belanja pemerintah pusat pada kuartal 1/2018 antara lain untuk membayar bunga utang 29 persen, belanja pegawai 17 persen, belanja barang 15 persen, belanja untuk subsidi 11 persen, belanja modal 4 persen, belanja lain, 0 persen.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Angka tersebut baru 81,9 persen dari pagu anggaran Rp2.246,5 triliun.
Baca SelengkapnyaBelaja Pemerintah pusat periode Januari hingga Agustus 2023 terpantau mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sama tahun 2022.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi terus memantau realisasi belanja pemerintah pusat maupun daerah.
Baca SelengkapnyaNamun demikian, pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 5, 4 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Baca SelengkapnyaRealisasi belanja ini dalam bentuk distribusi jaminan sosial, hingga bantuan sosial.
Baca SelengkapnyaDalam catatan Menteri Keuangan (Menkeu) posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024.
Baca SelengkapnyaPendapatan negara sampai 12 Desember 2023 tercatat mencapai Rp2.553,2 triliun.
Baca SelengkapnyaHasil survei menjelaskan 76,5 persen masyarakat mengaku puas dengan kinerja Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaAnggaran belanja pemerintah dinilai belum berkualitas.
Baca SelengkapnyaErick mempertanyakan apa yang salah dari penyaluran bansos dan BLT.
Baca SelengkapnyaDalam periode yang sama di tahun lalu, penarikan utang sebesar Rp480,4 triliun.
Baca SelengkapnyaProyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca Selengkapnya