Jokowi larang rapat di hotel, pengusaha merugi miliaran Rupiah

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan komando agar seluruh instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah, mengencangkan ikat pinggang. Anggaran belanja pemerintah dihemat demi efisiensi.

Salah satu bentuknya dengan larangan menggelar rapat dan kegiatan pemerintah di hotel. Instansi pemerintah diwajibkan memanfaatkan ruangan kantor untuk rapat dan agenda kegiatan lainnya.

Kebijakan pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor perhotelan. Ketua umum Badan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani mengatakan, pendapatan anggota PHRI di beberapa daerah menurun drastis usai keluarnya instruksi tersebut. Sebab, beberapa instansi pemerintah membatalkan sewa hotel.

"Memang sekarang ini ada daerah yang langsung terkendala. Makassar dan Jawa Barat. Makanya saya bawa ketua asosiasi dari sana. Dua (daerah) ini yang terdampak paling berat ya dan mereka memang sekarang ini harus segera menyesuaikan," jelas Wiryanti di Kantor Wapres, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (6/1).

Ketua PHRI Jawa Barat, Herman Muchtar menambahkan, pembatalan sewa hotel bintang 3 sampai bintang 5 di Jawa Barat mulai terjadi November 2014. Padahal, nilai sewanya cukup signifikan.

"Itu mencapai Rp 3 miliar (per hotel) lebih kurang. Data BPS itukan pemerintah, November-Desember itu okupansi hotel 44,4 persen padahal bagi hotel target harus 80 persen minimal. Itu data BPS. Jadi dampak pembatalan pemerintah melakukan rapat di hotel itu hotel bintang 3 sampai bintang 5, itu lebih kurang Rp 3 miliar per hotel," imbuh Herman.

Ketua PHRI Sulawesi Selatan Anggiat Sinaga menambahkan, untuk wilayah Makassar, sebanyak 45 acara pemerintahan yang rencananya digelar di hotel, dibatalkan hanya dalam kurun waktu 15 hari di bulan Desember 2014.

"Kalau di Makassar hanya 15 hari saja di bulan Desember itu ada 45 even yang terbatalkan. Jadi kalau rata-rata okupansi itu bisa sekitar 65-70 persen. Sekarang ini Makassar hanya 30-35 persen. Jadi sangat signifikan pengaruhnya," keluhnya. (mdk/noe)