Jokowi Soal Defisit Sektor Pangan: Hati-Hati, FAO Sudah Ingatkan Potensi Krisis
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta beberapa sektor yang alami penurunan kontribusi terhadap pertumbuhan kuartal I 2020 mulai diperhatikan. Terutama kata Mantan Gubernur DKI Jakarta pada sektor pangan yang berkontribusi negatif yaitu -0,31.
"Pangan, tanaman pangan -0,31, hati-hati dengan angka ini. Sekali lagi hati-hati dengan angka-angka ini. Pangan -0,31. Apalagi sudah beberapa kali saya sampaikan FAO peringatkan potensi krisis pangan," kata Presiden Jokowi membuka Pagu Indikatif RAPBN Tahun Anggaran 2021 melalui siaran telekonferensi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (6/5).
Sebab itu, Presiden Jokowi meminta pada menteri terkait untuk terus menggenjot sektor pertanian agar tetap berproduksi. Namun, tetap dengan protokol kesehatan. "Sektor pertanian harus digenjot agar berproduksi," jelas Jokowi.
-
Apa fokus kebijakan pangan Jokowi? Kebijakan pangan dan pertanian pada era Jokowi secara umum sudah relatif bagus. Dari sisi produksi juga sudah dilakukan diversifikasi sumber, termasuk food estate dan pemberdayaan lahan rawa.
-
Apa yang Jokowi ajak untuk ditanggulangi? 'Selain itu kejahatan maritim juga harus kita tanggulangi seperti perompakan, penyelundupan manusia, narkotika, dan juga ilegal unregulated unreported IUU Fishing,'
-
Bagaimana Jokowi menjaga pasokan pangan jangka pendek? Kalau fokusnya menjaga inflasi di sisi konsumen, maka impor adalah solusinya.
-
Apa yang menjadi fokus Jokowi dalam masalah kesehatan di Indonesia? Jokowi tak mau peralatan kesehatan yang sudah ada seperti, MRI, USG hingga mamogram tak digunakan karena tak ada dokter spesialis.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Bagaimana Jokowi mendorong investasi di IKN? Jokowi juga menegaskan pentingnya dukungan investasi saat ini untuk mewujudkan visi pembangunan Ibu Kota Nusantara.'Jadi kalau mau investasi, sekali lagi, sekarang,' tegasnya.
Tidak hanya dari pertanian, menurut Presiden Jokowi, sektor angkutan udara, pertambangan minyak, gas panas bumi serta industri logam juga penyumbang kontribusi negatif. Terlihat pada data angkutan udara -0,08, pertambangan minyak gas panas bumi -0,08, industri barang logam komputer -0,07, penyediaan akomodasi -0,03, industri mesin dan perlengkapan -0,03
"Begitu juga dengan angka dari sisi demand. Sisi permintaan. Angka inflasi pada April 2020 tercatat 0,08 persen. Sangat rendah bila dibandingkan pada periode bulan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya," ungkap Presiden Jokowi.
Tidak hanya itu, dari sisi pengeluaran juga dia mencatat konsumsi rumah tangga mencapai 2,84 persen dan pengeluaran pemerintah yaitu 3,74 persen jadi lokomotif pertumbuhan. Tetapi dia meminta untuk para menteri melihat lembaga nonprofit yang menangani rumah tangga (LNPRT) yang mengalami kontraksi sampai -4,91 persen.
"Ini betul-betul dilihat secara detail yang konsumsi lembaga non profit yang menangani rumah tangga ini. Dilihat, karena itu, penyaluran bansos dari pemerintah pusat, bansos dari pemda, maupun dari dana desa, dan program padat karya tunai dalam minggu-minggu ini harus dipastikan sudah jalan di lapangan. Bansosnya sudah diterima masyarakat, program padat karya juga sudah jalan di lapangan," tegas Presiden Jokowi.
Jokowi Sebut Defisit Pangan Bukan Potret Nasional
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyayangkan adanya pemberitaan yang menyebutkan terjadi defisit pangan nasional di tengah wabah virus corona atau covid-19. Faktanya, kata Jokowi, secara nasional produksi pangan surplus, hanya saja yang terjadi adalah defisit pangan di provinsi atau wilayah tertentu.
"Ramainya di media mengenai defisit pangan kita, bahwa yang dibicarakan itu adalah defisit pangan di provinsi, defisit di wilayah. Itu bisa ditutup dari surplus di provinsi lain," kata Jokowi melalui siaran pers, Selasa (5/5).
Tentang hal ini, pria yang pernah menjabat walikota Solo pun mengapresiasi kerja keras Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang terus meningkatkan produksi pangan di tengah meluasnya wabah corona di Indonesia.
"Jadi jangan ditulis-tulis Menteri Pertanian bohong. Nanti repot Pak Menteri Pertanian. Lha kita bicara bukan defisit pangan nasional kok, tapi provinsi," sambung Jokowi.
Senada dengan hal ini, Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB, Prof Muhammad Firdaus menegaskan bahwa kondisi ketersediaan pangan pokok nasional secara kumulatif mencukupi, meskipun belum merata sebarannya. Sebab urusan surplus atau defisit dalam sistem penyediaan pangan antar-wilayah itu sudah menjadi hal yang biasa terjadi.
"Di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun distribusi pangannya belum merata. Apalagi kita negara kepulauan terbesar di dunia, tidak mungkin produksi merata sama di seluruh wilayah. Sistem distribusinya yang perlu ditata lebih baik," jelasnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi meminta TNI memiliki kepekaan terhadap dunia yang sedang mengalami krisis.
Baca SelengkapnyaJokowi mengungkapkan, riset-riset pangan dan holtikultura di Indonesia sendiri masih tertinggal dengan negara lain.
Baca SelengkapnyaApabila inflasi naik, lanjut Ferry, maka akan berdampak buruk dan negatif bagi perekonomian RI.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi terus memantau realisasi belanja pemerintah pusat maupun daerah.
Baca SelengkapnyaPMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi atau berada di zona negatif.
Baca SelengkapnyaKestabilan ekonomi akan sulit dikembalikan jika sudah terganggu.
Baca SelengkapnyaDalam sambutannya, Presiden Jokowi mengaku telah bisik-bisik ke Ganjar Pranowo jika terpilih sebagai Presiden periode 2024-2029 mendatang.
Baca SelengkapnyaJokowi juga mengingatkan agar penyaluran bansos dipantau ketat supaya tepat sasaran.
Baca SelengkapnyaJokowi tetap mewanti-wanti keamanan stok beras dalam negeri, meski inflasi masih cenderung terjaga.
Baca SelengkapnyaJika tidak diantisipasi, tren gelombang panas ini dapat mendorong inflasi. Ini karena kelangkaan bahan pangan akibat turunnya produksi.
Baca SelengkapnyaPerum Bulog ditugaskan untuk mengatur beras, jagung, dan kedelai.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca Selengkapnya