Kebijakan kemasan polos bikin ekspor tembakau RI lesu

Merdeka.com - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengaku prihatin atas menurunnya nilai ekspor tembakau dan produk tembakau Indonesia untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, penurunannya tercatat sebesar 4 persen dari USD 1,025 miliar pada 2014 menjadi USD 981 juta pada 2015. Salah satu pemicu penurunan ini adalah melambatnya perdagangan dunia.
Ketua Gaprindo Muhaimin Moeftie khawatir penurunan ini akan semakin tajam mengingat pemberlakuan kebijakan eksperimental kemasan polos tanpa merek di Australia yang berpotensi menggerus daya saing industri hasil tembakau (IHT) Indonesia.
Moeftie mengatakan kebijakan kemasan polos yang diberlakukan di Australia akan diikuti oleh negara-negara lain. Pada 2016, sejumlah negara menyatakan akan turut menerapkan kebijakan serupa, antara lain Irlandia, Inggris Raya, dan Perancis.
Saat ini, lebih dari 10 negara sedang mempertimbangkan kebijakan kemasan polos, termasuk negara tetangga di Asia seperti Singapura dan Thailand.
"Hal ini dipastikan akan semakin menutup akses pasar ekspor produk tembakau Indonesia, yang merupakan produsen dan eksportir produk tembakau pabrikan terbesar kedua di dunia," jelas dia.
Pemerintah Singapura baru-baru ini telah mengadakan konsultasi publik terkait wacana penerapan kebijakan kemasan polos. Moeftie mengatakan, Gaprindo sebagai perwakilan salah satu unsur pemangku kepentingan IHT di Indonesia, turut berpartisipasi dengan menyampaikan surat keberatannya atas kebijakan eksesif tersebut.
Dia berharap pemerintah Singapura sungguh-sungguh mempertimbangkan masukan dari Indonesia dan tidak mengulangi kesalahan pemerintah Australia.
Moeftie pun memuji sikap Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang juga menentang kebijakan kemasan polos. Thomas menilai penerapan kebijakan kemasan polos untuk industri rokok yang diusung Australia sangat tidak tepat.
Salah satu keberatan adalah dampak kebijakan tersebut terhadap petani tembakau, cengkeh, dan industri produk tembakau. Pada 2013, pemerintah Indonesia telah mengadukan kebijakan kemasan polos tanpa merek Australia ke Organisasi Perdagangan Internasional atau WTO. Kasus sengketa dagang tersebut akan memasuki tahap penentuan, yaitu putusan dari panel penyelesaian sengketa WTO pada medio 2016.
"Kami menghargai dan mendukung penuh upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam melindungi dan mengembangkan potensi ekspor industri tembakau Indonesia tanpa mengesampingkan kepentingan kesehatan. Kemenangan Indonesia dalam kasus sengketa dagang di WTO akan menjadi kunci yang paling penting dalam menghentikan laju bola salju kebijakan kemasan polos di negara-negara lain, tidak hanya untuk produk tembakau, namun berpotensi melebar pada produk-produk lainnya," kata Moeftie.
Moeftie optimis pemerintah Indonesia akan kembali memenangkan kasus melawan Australia, seperti halnya kemenangan Indonesia atas kasus pelarangan rokok cengkeh di Amerika Serikat. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia dapat meminta Pemerintah Australia dan negara-negara terkait lainnya untuk membatalkan kebijakan kemasan polos.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan kebijakan kemasan polos mencederai hak negara anggota WTO di bawah perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), dimana konsumen memiliki hak untuk mengetahui produk yang akan dikonsumsinya, dan produsen juga memiliki hak untuk menggunakan merek dagangnya secara bebas tanpa hambatan-hambatan yang tidak berdasar. Kebijakan kemasan polos tanpa merek juga menyakiti kehidupan 6,1 juta masyarakat Indonesia yang menggantungkan penghidupannya pada keberlangsungan industri tembakau.
Kemasan polos produk tembakau merupakan salah satu bentuk dari pedoman atau guidelines yang diformulasikan dalam Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diusung oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya