Kebijakan WFH Ditengarai Jadi Penyebab UMKM di Mal Gulung Tikar
Merdeka.com - Sekretaris Jenderal Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) Edy Misero menyampaikan, faktor utama penyebab maraknya UMKM sektor gulung tikar lantaran kebijakan work from home (WFH) akibat pandemi Covid-19. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kunjungan karyawan ke mal.
"Kalau soal UMKM kantin karyawan yang banyak tutup itu lebih diakibatkan WFH ya," ungkapnya saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Kamis (6/10).
Padahal, mayoritas pelanggan UMKM sektor kuliner di pusat perbelanjaan adalah pegawai kantoran. Sehingga, tak sedikit pelaku UMKM yang memutuskan untuk menutup bisnisnya untuk sementara waktu maupun permanen.
-
Bagaimana UMKM bisa bertahan di masa pandemi? Lewat jalur digital itu, IniTempe bertahan, bisa bertahan selama pandemi. Omzet bulanan Benny bahkan bisa mencapai puluhan juta dari dunia digital itu.
-
Di mana UMKM Bontang terdampak pandemi? Wabah Covid-19 pada awal tahun 2020 memberikan dampak besar terhadap sektor perkonomian Indonesia, termasuk pada UMKM Kota Bontang.
-
Apa itu UMKM? UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis usaha kecil yang dijalankan oleh individu atau kelompok dengan modal terbatas, tetapi memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara.
-
Dimana UMKM beroperasi? UMKM meliputi berbagai sektor ekonomi, termasuk kuliner, fashion, otomotif, dan jasa lainnya.
-
Mengapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Mengapa Kemendag fokus pada UMKM? “Pertemuan AEM-Plus Three menyoroti perkembangan implementasi Kerja Sama Ekonomi ASEAN Plus Three (APT) 2023--2024 dan laporan akhir Proyek Riset APT untuk menjembatani kesenjangan digital pada UMKM.
"Jadi, penutupan bisnis ini lebih disebabkan pelanggan utama yang didominasi karyawan tidak lagi makan di kantin karyawan mal," tekannya.
Selain itu, kenaikan harga pangan imbas lonjakan harga BBM subsidi beberapa waktu lalu juga ikut menekan daya beli masyarakat. Alhasil, tak sedikit karyawan kantoran yang memilih untuk membawa bekal dari rumah ketimbang jajan di mal.
"Ada juga ya faktor daya beli," tekannya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah dapat menjamin ketersediaan bahan pangan dengan harga terjangkau di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini untuk membantu kelangsungan bisnis UMKM di sektor kuliner.
"Harapannya itu ya, sebisa mungkin pemerintah segera mengembalikan daya beli masyarakat melalui harga pangan yang murah," pungkasnya.
Plaza Semanggi Sepi
Antrean mobil, motor, dan angkutan kota, sudah mulai terlihat pada siang itu. Hujan yang mengguyur membuat kendaraan melaju lambat, antrean kendaraan pun memanjang. Namun, keramaian di jalan, tidak berlaku di Plaza Semanggi.
Bangunan bertingkat itu tidak ramai. Hampir setiap lantai, selalu ada tenant kosong. Suasana sunyi langsung menyambut pengunjung saat memasuki lantai underground. Sekeliling kiri atau kanan, rolling door pada tenant tertutup rapat. Hanya 1-3 tenant masih buka, itu pun tenant bidang kuliner.
Sejak pagi hingga siang, tidak banyak masyarakat berkunjung untuk menyantap makan siang di waktu istirahat. Hanya sopir ojek daring saja, dengan jaket identitas mereka berwarna hijau, yang berlalu-lalang menuju ke lantai 3A, mengambil pesanan makanan konsumen.
"Stand by di sini saja kalau siang untuk layanan antar makanan. Sore, baru layanan penumpang," ucap Fahmi saat hendak menuju lantai 3A Plaza Semanggi, Kamis (6/10).
Fahmi lantas bergegas menuju kedai makanan cepat saji khas Jepang. Antrean saat itu hanya 3 orang. Dan mereka yang mengantre berprofesi sama dengan Fahmi, sopir ojek online. Selang 5-7 menit berlalu, pesanan telah siap. Pria yang berdomisili si Kayuringin, Jakarta Timur itu bergegas mengantar makanan ke konsumen.
"Enggak terlalu jauh sih cuma 2 kilometer," ujarnya.
Nuansa Plaza Semanggi siang itu seperti wujud nyata dari dampak Pandemi Covid-19 dan infiltrasi teknologi pada peradaban manusia. Tenant selain di bidang makanan-minuman memilih tidak membuka kios. Alih-alih mengundang pengunjung menghabiskan uang mereka di mall, disrupsi teknologi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa biaya besar, sekaligus efisien.
Kesunyian Plaza Semanggi terjadi sejak pandemi Covid-19 pada 2020. Krisis kesehatan saat itu merembet ke ekonomi. Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM), banyak gulung tikar, tak ada biaya lagi membayar sewa kios.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca SelengkapnyaDalam laporan keuangannya, manajemen KFC Indonesia menjelaskan kerugian tersebut dipicu oleh dua faktor utama.
Baca SelengkapnyaHiruk pikuk Pasar Tanah Abang sebagai salah satu pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara ternyata menyimpan lorong gelap dengan puluhan kios yang tutup.
Baca SelengkapnyaPenjualan Rokok Ketengan Bakal DIlarang, Pedagang Asongan Mengeluh
Baca SelengkapnyaApindo menyebut tidak semua pekerjaan bisa dilakukan dari rumah.
Baca SelengkapnyaAturan ini diklaim akan mematikan usaha jasa kurir dan logistik domestik yang berujung PHK buruh.
Baca SelengkapnyaWFH ini dilakukan dalam rangka mengatasi polusi udara di Jakarta yang kian memburuk.
Baca SelengkapnyaGunawan telah bekerja sebagai penjual di Blok M sejak tahun 2015, awalnya di lantai atas sebelum lantai itu ditutup.
Baca SelengkapnyaSkema bisnis yang dijalankan TikTok saat ini melemahkan daya saing UMKM Indonesia.
Baca SelengkapnyaASN WFH selama KTT ASEAN tidak terlalu mengurangi volume kemacetan di Ibu Kota.
Baca SelengkapnyaKawasan yang dulu ramai dan menjadi tempat favorit warga DKI Jakarta untuk belanja kini terlihat sepi.
Baca SelengkapnyaKTT ke-43 ASEAN diselenggarakan dalam format plenary maupun retreat akan diselenggarakan pada 5 September 2023.
Baca Selengkapnya