Kecaman Fitra ke Menteri Rini, jual BUMN sampai asal pilih komisaris
Merdeka.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno kembali mencuri perhatian publik. Kecaman datang salah satunya lantaran Menteri Rini menerima utang dari Bank Pembangunan China. Nilainya tidak main-main, USD 3 miliar atau setara Rp 42 triliun.
Menteri Rini sendiri pernah menuturkan, pinjaman itu bakal dibagi rata ke tiga bank BUMN yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI masing-masing akan mendapat USD 1 miliar.
Alasannya, sektor perbankan nasional membutuhkan pengembangan untuk bisa bersaing ketika pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai diterapkan. Salah satu pengembangan yang dimaksud adalah ekspansi ke luar negeri. Seperti dilakukan Bank Mandiri yang sudah membuka kantornya di China.
-
Siapa yang mengkritik rencana BPN? Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto menilai masalah yang sering terjadi di dalam pemerintahan yakni pembentukan lembaga baru.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Kenapa Rizal Ramli suka mengkritik pemerintah? Masyarakat Indonesia pasti mengenal Rizal Ramli sebagai Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Namun, banyak juga yang mengenal Rizal Ramli sebagai sosok yang kritis terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak berpihak pada kepentingan bangsa dan negara, sehingga dia mendapat julukan baru 'Rajawali Ngepret'.
-
Siapa yang bisa dikritik pakai sindiran? Berikut ini kumpulan kata kata singgung pacar yang bisa membuatnya lebih peka:
-
Siapa saja menteri Soekarno? Presiden Soekarno memimpin sendiri kabinet yang beranggotakan 21 orang menteri,' tulis Wahjudi Djaja dalam Kabinet-Kabinet di Indonesia.
-
Bagaimana Menteri Keuangan bisa dibenci? 'Itu untuk memastikan. Makanya siap-siap dibenci oleh banyak orang, banyak teman-temannya sebagai Menteri 'Oh itu nggak bisa, nggak bisa, potong, potong', gitu,' kata Faisal.
Sejumlah politisi mengkritik habis-habisan kebijakan Menteri Rini. Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu yang dikenal kerap mengkritik Rini Soemarno makin berang. Dia menilai, perjanjian utang antara Menteri Rini dengan pihak China menyalahi aturan lantaran tak lebih dahulu berkoordinasi dengan DPR.
"Hal ini akan membahayakan, kalau sampai utang terus, maka rakyat yang menanggung utang tersebut. Kalau gagal bayar utang maka akan diserahkan ke negara, suntikan dari APBN sedangkan APBN berasal dari pajak rakyat," kata Masinton ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Rabu (23/9).
Tidak hanya politisi, LSM juga ikut mengkritik keras langkah Menteri Rini. Salah satunya Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Merdeka.com mencatat tudingan-tudingan Fitra pada Menteri Rini. Berikut paparannya.
Kelola BUMN demi kepentingan asing
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Menteri BUMN Rini Soemarno. Rini dinilai tidak becus dan gagal mengelola perusahaan BUMN seperti amanat konstitusi sebagai tiang peyangga ekonomi nasional.
Sekjen Fitra Yenny Sucipto mengatakan saat ini pengelolaan perusahaan BUMN tidak sesuai dengan amanat pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Perusahaan BUMN dikelola demi kepentingan kelompok dan golongan tertentu.
"Pengelolaan BUMN tidak berdasarkan konstitusi namun untuk kepentingan asing," ujar dia di kantornya, Jakarta, Rabu (23/9).
Privatisasi BUMN ke asing
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai, pengelolaan perusahaan BUMN di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Rini Soemarno tidak transparan dan akuntabel.
Sekjen Fitra Yenny Sucipto membeberkan skenario Menteri Rini terhadap perusahaan BUMN.
"Ada skenario PMN ditingkatkan, lalu modal meningkat dan diprivatisasi oleh asing. Skenario lainnya, privatisasi dengan cara utang luar negeri," jelas dia.
Kunjungan ke China demi utang Rp 42 triliun
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencium aroma tak sedap dari kunjungan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno bersama bos Bank Mandiri, BRI, dan BNI ke China. Fitra menuding pelesiran Menteri Rini dan bos-bos BUMN itu bertujuan mencari utang dari Bank Pembangunan China sebesar USD 3 miliar atau setara Rp 42 triliun.
Manajer Advokasi Fitra Apung Widadi menilai, utang yang dialokasikan untuk 3 bank BUMN besar itu aneh dan terkesan dipaksakan. Semua demi kerja sama proyek kereta super cepat dengan China.
"Kalau kita bisa melihat neraca keuangan tiga perbankan itu, tidak defisit dan kemudian tiap tahun mendapat dana dari APBN. Nilai aset Bank Mandiri pun hampir Rp 1.000 triliun. Kemudian, BRI dan BNI juga sangat kuat di daerah-daerah Indonesia," ujar dia di kantornya, Jakarta, Rabu (23/9).
Asal tunjuk komisaris BUMN
Kursi empuk jajaran komisaris perusahaan BUMN kini banyak diisi politisi, pengamat politik, hingga mantan aktivis. Terbaru, mantan aktivis Muhammad Fadjroel Rachman masuk ke dalam Komisaris Utama PT Adhi Karya menggantikan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU-Pera Imam Santoso Ernawi.
Politisi, pengamat dan mantan aktivis yang diberi jatah kursi komisaris kebanyakan tidak memiliki rekam jejak di bidang yang jadi perhatian perusahaan BUMN. Penempatan mereka melahirkan kontroversi.
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mempertanyakan dipilihnya Fadjroel Rachman sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero). Sekjen Fitra Yenny Sucipto menuding Menteri BUMN Rini Soemarno selalu menunjuk secara asal dalam pemilihan komisaris perusahaan BUMN.
"Orang ditunjuk komisaris bukan kemudian siapa dekat atau back up. Mencoba lebih profesional bagaimana independensi dan kapabilitasnya, pakai logika apakah orang itu punya kemampuan. Jadi jangan asal menunjuk orang," ujarnya di Kantor Fitra, Jakarta, Rabu (23/9).
Jual tiga bank BUMN ke asing
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno berencana menggadaikan perusahaan pelat merah besar bidang perbankan kepada China. Indikasinya ialah ditandatanganinya perjanjian utang senilai USD 3 miliar, atau sekitar Rp 42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengungkapkan ada potensi di masa depan ketergantungan utang BUMN akan diubah menjadi share swap atau tukar guling saham kepada China di perbankan Indonesia.
"Ini masalah menjual BUMN ke asing. Presiden Jokowi harus mengevaluasi Menteri BUMN dan perlu menggantinya karena kinerja pengelolaan BUMN tidak berdasarkan konstitusi namun untuk kepentingan asing," tulisnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/9).
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mufti Anam mencecar keras Menteri BUMN Erick Thohir terkait kinerja banyak perusahaan pelat merah
Baca SelengkapnyaDalam rapat, Dirut PT Timah, Ahmad Dani Virsal, menjadi bulan-bulan anggota DPR.
Baca SelengkapnyaErick berencana jumlah BUMN akan dipangkas, menyisakan 40 perusahaan saja di tahun ini.
Baca SelengkapnyaDewan Pertimbangan Timnas AMIN, Awalil Rizky menyebut Anies-Cak Imin justru bakal membenahi tata kelola BUMN
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi VI, Andre Rosiade mengkritik, pembangunan kereta cepat yang membuat keuangan WIKA berdarah-darah.
Baca SelengkapnyaMasalah tersebut muncul, karena perusahaan mengalami kerugian mencapai Rp459 miliar.
Baca SelengkapnyaKalau ada komisaris BUMN yang bergabung dengan tim pemenangan harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Baca SelengkapnyaPembubaran terhadap tujuh perusahaan BUMN tersebut lantaran secara bisnis sudah tidak mampu lagi bersaing.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Fraksi PDIP Deddy Sitorus menyinggung banyaknya koboi bermunculan jelang pergantian pemerintahan ini.
Baca SelengkapnyaAndre Rosiade mengkritik, pembangunan kereta cepat yang membuat keuangan WIKA berdarah-darah.
Baca SelengkapnyaRyan menyampaikan, Kementerian BUMN yang sudah melakukan sejumlah terobosan besar melalui transformasi saja masih dihadapkan pada sejumlah persoalan.
Baca SelengkapnyaPembubaran 7 perusahaan BUMN merupakan bagian dari program transformasi yang diusung sejak 2019 lalu.
Baca Selengkapnya