Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kemenkeu disarankan tak pajaki laba ditahan, ini sebabnya

Kemenkeu disarankan tak pajaki laba ditahan, ini sebabnya Pajak. ©2013 Merdeka.com/Ditjen Pajak

Merdeka.com - Kementerian Keuangan berencana memajaki laba ditahan (retained earnings) perusahaan. Tak hanya itu, Kemenkeu juga akan mengenakan pajak bagi warisan. Rencana ini kemudian dinilai akan menjadi disinsentif dan melemahkan dunia usaha.

"Kalau kita lihat rencana ini malah sebaliknya akan melemahkan perusahaan," ujar Juru Bicara PSI Bidang Ekonomi, Industri, dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo dalam keterangannya, Minggu (9/7).

Rizal mengatakan, justru untuk memperkuat permodalan, perusahaan selama ini banyak mengandalkan laba di tahan, di tengah tingginya bunga dari perbankan.

"Manfaat laba ditahan ini juga untuk keleluasaan dana bagi expansi ke depan bila mana di perlukan. Kalau terpaksa tidak ada laba ditahan terpaksa perusahaan mencari pinjaman baru bila mana ada kebutuhan expansi," ucap dia.

Menurutnya, pengenaan pajak atas laba ditahan juga bertentangan dengan norma-norma rasio usaha sehat. "Kreditor (Bank) kan biasa mengimbau agar tidak ada pembagian dividen, minimal harus memdapat per setujuan kreditor. Dana ini adalah hasil usaha yang sudah dikenakan pajak keuntungan. Jadi harus jangan sampai diganggu. Sebab itu merupakan hak manajemen atau pemegang saham untuk penentuan kebijakan yang terbaik."

Dikatakannya, kebijakan konservatif baik adanya, namun sebaiknya dunia usaha diberi insentif. Sebab bila retained earnings menurun, perusahaan akan rentan terhadap krisis dan berpotensi kearah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Terkait dengan pajak atas warisan, Rizal mengatakan, bahaya lain dari kebijakan ini akan mendorong terjadinya arus modal keluar (capital flight) dari orang-orang kaya hingga berpindah kewarganegaraan. "Mereka akan lari ke Singapore, Malaysia dan Hong Kong yang tidak ada Undang Undang Warisan. Jadi, mudaratnya mesti dipikirkan," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pen­dapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan berencana mengenakan pajak bagi laba ditahan dengan tujuan untuk mengurangi uang pasif dan mendorong dana tersebut tetap diinvestasikan. Rencana tersebut kini tengah disosialisasikan, dan selanjutnya akan tertuang dalam revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan atau PPh.

Kepala Pusat (BKF) Kementerian Rofyanto Kurniawan mengungkapkan pajak laba ditahan tidak akan langsung dikenakan. Pajak akan dikenakan terhadap laba yang terus mengendap selama bertahun-tahun, tidak diinvestasikan, tidak dibagikan, dan tidak digunakan untuk menambah kapasitas atau perluasan usaha. "Kami masih menyosialisasikan (rencana ini) ke berbagai pihak. (Kebijakan) Ini termasuk untuk melindungi pemegang saham minoritas," kata Rofyanto.

Laba ditahan didefinisikan sebagai laba bersih yang ditahan dan tidak dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham. Penghitungan laba ditahan biasanya dilakukan dengan cara mengurangi laba bersih dengan dividen yang dibayar oleh perusahaan ke pemegang saham. Sejauh ini, laba ditahan bukan merupakan obyek pajak (PPh Pasal 23). Laba ditahan baru bisa dipajaki apabila telah dibagikan kepada pemegang saham atau dalam bentuk dividen.

Sementara itu, terkait pajak akan dikenakan terhadap laba yang terus mengendap selama bertahun-tahun, Rizal mengatakan, Kemenkeu mesti mengerti kondisi sekarang rata-rata likuiditas perusahaan sedang berat.

"Perusahaan mana sekarang yang endapin duit banyak-banyak. Likuiditas yang ada saja tidak cukup. Tekor. Pos-posnya sudah menunggu. Jadi, begitu ada laba ditahan langsung jelas akan dikemanakan atau diinvestasikan ke mana sudah jelas semua," ujar dia.

PSI mengingatkan, sebaiknya Kemenkeu berinisiatif mengambil kebijakan-kebijakan jangka pendek, konkret, dan praktis, namun langsung efektif memperkuat daya beli masyarakat.

"Lebih baik Kemenkeu berpikir ini bagaimana supaya ada stimulus di perekonomian. Di tengah daya beli masyarakat yang melemah mindset-nya Kemenkeu diubah menjadi bagaimana mengambil kebijakan yang merangsang growth, konsumsi, dan daya beli sehingga side demand meningkat. Jangan di kepalanya cuma gimana ngambil. Yang mau diambil pun sudah habis. Sekarang kasih stimulus dong," ucap Rizal.

Dia optimis, bila pemerintah mampu mendorong daya beli dan konsumsi, target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 yakni sebesar 5,4 persen - 5,8 persen tidak terlalu sulit untuk tercapai. (mdk/idr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kantongi Laba Rp59 Miliar, Perusahaan Multifinance Ini Pilih Tak Bagi Dividen
Kantongi Laba Rp59 Miliar, Perusahaan Multifinance Ini Pilih Tak Bagi Dividen

Sementara dari sisi aset, perusahaan multifinance ini mencatat pada periode 2023 terjadi peningkatan 12,48 persen menjadi Rp1,80 triliun.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Tunda Pengoperasian Pembangkit Listrik di Jawa-Bali, Ini Alasannya
Pemerintah Tunda Pengoperasian Pembangkit Listrik di Jawa-Bali, Ini Alasannya

Realisasi capaian pembangkit pada periode 2023 sebesar 4.182,2 megawatt.

Baca Selengkapnya
Pensiun Dini PLTU Batubara Kerap Terhalang Pendanaan
Pensiun Dini PLTU Batubara Kerap Terhalang Pendanaan

Pemerintah akan menggunakan APBN untuk menyetop operasional PLTU Batubara.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Obral Insentif Pajak di IKN Nusantara, Penerimaan Negara Bakal Anjlok?
Pemerintah Obral Insentif Pajak di IKN Nusantara, Penerimaan Negara Bakal Anjlok?

Pemerintah telah menghitung sedemikian rupa agar terjadi keseimbangan antara insentif yang diberikan dengan penerimaan negara.

Baca Selengkapnya
Ternyata Tak Semua Utang UMKM Bakal Dihapus Prabowo, Ini Kriterianya
Ternyata Tak Semua Utang UMKM Bakal Dihapus Prabowo, Ini Kriterianya

Melainkan hanya akan berlaku bagi UMKM yang sebelumnya pernah terdampak pandemi covid-19.

Baca Selengkapnya
Ketua LPS: Indonesia Tak Butuh Kenaikan PPN 12 Persen, Sisa Anggaran Tahun Lalu Masih Ada
Ketua LPS: Indonesia Tak Butuh Kenaikan PPN 12 Persen, Sisa Anggaran Tahun Lalu Masih Ada

Pemerintah masih punya cukup anggaran sisa dari tahun sebelumnya untuk membiayai negara, di luar harus mendongkrak PPN.

Baca Selengkapnya